Biografi Emha Ainun Nadjib
Pada: June 02, 2013
Emha Ainun Nadjib dilahirkan di Mentro, Sumobinoto, Jombang Jawa timur pada hari Rabu Legi, 27 Mei 1953. Putra ke-4 dari 15 bersaudara dari pasangan H.A. Lathif dengan Hj. Halimah.
Emha dibesarkan oleh orang tuanya yang suntuk dengan madrasah, langgar dan berbagai kegiatan sosial dengan penduduk di dusunnya. Riwayat pendidikan formalnya acak-acakan, selepas dari SD di Jombang tahun 1965, Emha melanjutkan studinya di pondok pesantren Gontor.
Emha Ainun Najib tak pernah lelah untuk mengusung harkat kemanusiaan lewat jalur kultural. Semangat tak pernah lelah ini lahir dari kegelisahannya yang tak kunjung padam. Sejak mula Emha yang berusia belasan telah merasakan kegelisahan.
Teater Dinasti adalah salah satu tempat Emha berkarya di masa 80-an. Emha dikenal sebagai sosok, bahkan fenomena multikreatif. Setidaknya bila hal ini dilihat dari banyaknya predikat yang disandangkan masyarakat pada sosok Emha.
Emha tidak saja dikenal sebagai sastrawan, budayawan, cendekiawan, pekerja sosial, kolomnis, seminaris, tapi juga kiai (spiritual leader), artis, humoris, serta sederet sebutan lainnya. Emha seolah menerobos definisi-definisi baku tentang berbagai predikat itu, menerobos segenap segmen masyarakat dan berbagi dengan mereka mengenai apa saja.
Sebagai Penyair, Emha pertama kali mempublikasikan puisinya pada akhir 1968 atau tepatnya awal 1969 di surat kabar Pelopor Yogya. Jika menilik kelahirannya yang tahun 1953, artinya ia telah menjadi penyair pada usia 16 tahun.
Sebagaimana penyair pada umumnya, ia mulai menulis tentang puisi-puisi cinta, puisi-puisi tentang eksistensi diri, serta puisi-puisi protes. Tampaknya, waktu itu Emha berpuisi demi berpuisi itu sendiri. Pertaruhannya lebih pada upaya-upaya pencapaian estetis dan pencarian bentuk ucap yang sesuai dengan karakternya sebagai manusia.
Dalam konteks bersastra, Emha menyebut inilah tahapan tatkala ia berorientasi pada sastra murni atau sastra steril, yang menekankan “murni” aspek estetika. Sayang puisi-puisi awal Emha tidak terdokumentasi dengan baik dan belum terantologikan. Padahal hal tersebut penting untuk melihat proses kreatif dan kesejarahan seseorang bukan saja dalam pengertian individual, tetapi juga dalam konteks kesastraan dan kemasyarakatan. Semua kualitas dan predikat tersebut tentu tidak diraihnya begitu saja.
Emha telah berjuang mengatasi dirinya melalui proses yang panjang, dan berliku-liku. Emha bukan sosok yang dibesarkan oleh kemanjaan-kemanjaan. Emha, betul-betul bergulat dengan keadaan dan keterbatasan. Satu hal yang selalu melekat pada diri Emha adalah, bahwa ia tidak saja berkutat di lapangan ide atau wacana, tapi ia pun selalu terjun langsung secara wajar di lapangan nyata dalam masyarakat, di mana ia adalah bagiannya.
Berbagai ide dan aktivitas hidupnya tak lepas dari dimensi sosial dan spiritual. Secara sosiai, bisa dipahami, karena sosok Emha terbiasa hidup di tengah tengah masyarakat, berdialektika, serta melakukan hal-hal yang bermanfaat secara sosial. Emha agaknya menyadari betul akan fungsi-fungsi sosial yang diembannya.
Secara spiritual, Emha tak bisa dipisahkan dari corak religiusitasnya.
Masih banyak aktifitas Emha sebagai seorang penyair maupun penulis naskah. Hal ini dikarenakan Emha lebih memilih untuk memasyarakatkan karya-karya sastra langsung kepada masyarakat luas, untuk itu ia memfokuskan pada pembacaan puisi di perkampungan, masjid-masjid, pertemuan-pertemuan tertentu, di depan buruh, mahasiswa dan lain sebagainya.
Selain itu ia juga mempelopori musikalisasi puisi yang dimulai tahun 1970 dengan aktif menyelenggarakan Poetry Singing di Yogyakarta bersama beberapa penyair dan penyanyi muda.
Referensi Makalah
*Berbagai Sumber
Emha dibesarkan oleh orang tuanya yang suntuk dengan madrasah, langgar dan berbagai kegiatan sosial dengan penduduk di dusunnya. Riwayat pendidikan formalnya acak-acakan, selepas dari SD di Jombang tahun 1965, Emha melanjutkan studinya di pondok pesantren Gontor.
Pendidikan Emha Ainun Nadjib
Pada tahun 1968 ia dikeluarkan dari pondok yang kemudian ia hijrah ke SMP Muhammadiyah IV di Yogyakarta tamat tahun 1968. Kemudian melanjutkan di SMA Muhammadiyah I di Yogyakarta tahun 1971. Emha kuliah di Fakultas Ekonomi UGM tetapi hanya bertahan selama empat bulan. Secara formal dia berhenti studi, tetapi itu bukan berarti berhenti mencari ilmu.Emha Ainun Najib tak pernah lelah untuk mengusung harkat kemanusiaan lewat jalur kultural. Semangat tak pernah lelah ini lahir dari kegelisahannya yang tak kunjung padam. Sejak mula Emha yang berusia belasan telah merasakan kegelisahan.
Emha Ainun Nadjib Sebagai Penyair
Perjalanannya tak berhenti hingga dia mengenal PSK (Persada Studi Klub) arahan Umbu Landu Paranggi bersama penulis muda lainnya. Bukan hanya dunia kepenyairan yang digelutinya, panggung drama juga mampu menjadi kanal bagi kegelisahannya.Teater Dinasti adalah salah satu tempat Emha berkarya di masa 80-an. Emha dikenal sebagai sosok, bahkan fenomena multikreatif. Setidaknya bila hal ini dilihat dari banyaknya predikat yang disandangkan masyarakat pada sosok Emha.
Emha tidak saja dikenal sebagai sastrawan, budayawan, cendekiawan, pekerja sosial, kolomnis, seminaris, tapi juga kiai (spiritual leader), artis, humoris, serta sederet sebutan lainnya. Emha seolah menerobos definisi-definisi baku tentang berbagai predikat itu, menerobos segenap segmen masyarakat dan berbagi dengan mereka mengenai apa saja.
Sebagai Penyair, Emha pertama kali mempublikasikan puisinya pada akhir 1968 atau tepatnya awal 1969 di surat kabar Pelopor Yogya. Jika menilik kelahirannya yang tahun 1953, artinya ia telah menjadi penyair pada usia 16 tahun.
Sebagaimana penyair pada umumnya, ia mulai menulis tentang puisi-puisi cinta, puisi-puisi tentang eksistensi diri, serta puisi-puisi protes. Tampaknya, waktu itu Emha berpuisi demi berpuisi itu sendiri. Pertaruhannya lebih pada upaya-upaya pencapaian estetis dan pencarian bentuk ucap yang sesuai dengan karakternya sebagai manusia.
Dalam konteks bersastra, Emha menyebut inilah tahapan tatkala ia berorientasi pada sastra murni atau sastra steril, yang menekankan “murni” aspek estetika. Sayang puisi-puisi awal Emha tidak terdokumentasi dengan baik dan belum terantologikan. Padahal hal tersebut penting untuk melihat proses kreatif dan kesejarahan seseorang bukan saja dalam pengertian individual, tetapi juga dalam konteks kesastraan dan kemasyarakatan. Semua kualitas dan predikat tersebut tentu tidak diraihnya begitu saja.
Emha telah berjuang mengatasi dirinya melalui proses yang panjang, dan berliku-liku. Emha bukan sosok yang dibesarkan oleh kemanjaan-kemanjaan. Emha, betul-betul bergulat dengan keadaan dan keterbatasan. Satu hal yang selalu melekat pada diri Emha adalah, bahwa ia tidak saja berkutat di lapangan ide atau wacana, tapi ia pun selalu terjun langsung secara wajar di lapangan nyata dalam masyarakat, di mana ia adalah bagiannya.
Berbagai ide dan aktivitas hidupnya tak lepas dari dimensi sosial dan spiritual. Secara sosiai, bisa dipahami, karena sosok Emha terbiasa hidup di tengah tengah masyarakat, berdialektika, serta melakukan hal-hal yang bermanfaat secara sosial. Emha agaknya menyadari betul akan fungsi-fungsi sosial yang diembannya.
Secara spiritual, Emha tak bisa dipisahkan dari corak religiusitasnya.
Prestasi Emha Ainun Nadjib
Sebagai salah satu sastrawan besar di Indonesia, banyak sekali kegiatan-kegiatan yang Emha ikuti, baik untuk tingkat Nasional maupun Internasional, diantaranya adalah mengikuti lokakarya teater di Peta, Filipina pada tahun 1980, International Writing Program di Iowa City Amerika Serikat pada tahun 1981 (Jabrohim, 2003: 27), festival penyair internasional di Rotterdam (1984), Festival Horizonte III di Berlin Barat, Jerman pada tahun 1985Masih banyak aktifitas Emha sebagai seorang penyair maupun penulis naskah. Hal ini dikarenakan Emha lebih memilih untuk memasyarakatkan karya-karya sastra langsung kepada masyarakat luas, untuk itu ia memfokuskan pada pembacaan puisi di perkampungan, masjid-masjid, pertemuan-pertemuan tertentu, di depan buruh, mahasiswa dan lain sebagainya.
Selain itu ia juga mempelopori musikalisasi puisi yang dimulai tahun 1970 dengan aktif menyelenggarakan Poetry Singing di Yogyakarta bersama beberapa penyair dan penyanyi muda.
Referensi Makalah
*Berbagai Sumber