Konsep Etika Bisnis
Pada: June 29, 2013
Etika sebagai praksis berarti nilai-nilai dan norma-norma moral sejauh dipraktekkan atau justru tidak dipraktekkan, walaupun seharusnya dipraktekkan. Dapat dikatakan juga, etika sebagai praksis adalah apa yang dilakukan sejauh sesuai atau tidak sesuai dengan nilai dan norma moral. Kita sering mendengar atau membaca kalimat-kalimat seperti ini: “dalam dunia modern, etika bisnis mulai menipis” kata etika dalam kalimat tersebut kita pahami dan maksud dari kata tersebut, orang yang mengeluh bahwa etika bisnis sudah mulai menipis, bermaksud bahwa pebisnis sering menyimpang dari nilai dan norma moral yang benar.
Tujuan untung sebesar-besarnya menjadi inti dari sebuah bisnis, sebagai pelaku bisnis orang tidak mau rugi sedikit pun, mereka pasti akan mencari keuntungan sebanyak mungkin dengan menghalalkan segala cara. Sehingga wajar jika muncul pertanyaan “apakah bisnis mempunyai etika?”. Pandangan tersebut kemudian melunak menjadi bisnis itu amoral, artinya moral dan bisnis merupakan dua dunia yang sangat berbeda, dan keduanya tidak dapat dicampuradukkan.
Pandangan tentang etika dan bisnis mendapat kritik tajam dari tokoh etika Amerika Serikat, Richard T. de George. Ia mengemukakan alasan-alasan tentang keniscayaan etika bisnis sebagai berikut. Pertama, bisnis tidak dapat disamakan dengan permainan judi. Dalam bisnis memang dituntut keberanian mengambil resiko dan spekulasi, namun yang dipertaruhkan bukan hanya uang, melainkan juga dimensi kemanusiaan, seperti nama baik pengusaha dan keluarga.
Kedua, bisnis adakah bagian yang sangat penting dari masyarakat dan menyangkut kepentingan semua orang. Oleh karena itu praktek bisnis mensyaratkan etika di samping hukum positif sebagai standar acuan dalam pengambilan keputusan dan kegiatan bisnis, dengan demikian kegiatan bisnis dapat dinilai dari sudut moral seperti halnya kegiatan manusia lainnya.
Ketiga, dilihat dari sudut pandang bisnis itu sendiri, praktek bisnis yang berhasil adalah yang memperhatikan norma-norma moral masyarakat. Keempat, asas legalitas harus dibedakan dari asas moralitas. Kelima, etika bukanlah ilmu pengetahuan empiris, tindakan yang dilakukan oleh banyak orang tidak otomatis berarti yang lebih baik.
Etika bisnis, sebagai bagian dari etika terapan dijalankan pada tiga taraf, yaitu: taraf makro, meso dan mikro. Tiga taraf ini berkaitan dengan tiga kemungkinan yang berbeda untuk menjalankan kegiatan ekonomi dan bisnis. Pada taraf makro, etika bisnis mempelajari aspek-aspek moral dari sistem ekonomi sebagai keseluruhan, di sini masalah etika disoroti pada skala besar. Misalnya masalah keadilan: bagaimana sebaiknya kekayaan di bumi ini dibagi dengan adil.
Pada taraf meso (madya atau menengah), etika bisnis menyelidiki masalah-masalah etis di bidang organisasi. Organisasi di sini terutama berarti perusahaan, tapi bisa juga serikat buruh, lembaga konsumen, perhimpunan profesi dan lain-lain. Pada taraf mikro, yang difokuskan adalah individu dalam hubungan dengan ekonomi atau bisnis. Di sini dipelajari tentang tanggung jawab etis dari karyawan dan majikan, bawahan dan manajer, produsen dan konsumen, pemasok dan investor.
Sebagai cabang filsafat terapan, etika bisnis menyoroti segi-segi moral; perilaku manusia yang mempunyai profesi di bidang bisnis dan manajemen. oleh karena itu, etika bisnis dapat dilihat sebagai usaha untuk merumuskan dan menerapkan prinsip-prinsip etika di bidang hubungan ekonomi antar manusia.
Definisi tentang etika bisnis sangat beragam dan tidak ada satupun yang terbaik, namun terdapat konsensus bahwa etika bisnis adalah studi yang mensyaratkan penalaran dan penilaian, baik yang didasarkan atas prinsip-prinsip maupun kepercayaan dalam mengambil keputusan guna menyeimbangkan kepentingan ekonomi diri sendiri terhadap tuntutan sosial dan kesejahteraan.
Sternberg (1994) mendefinisikan etika bisnis sebagai suatu bidang filosofi yang berhubungan dengan pengaplikasian ethical reasoning terhadap berbagai praktik dan aktivitas dalam berbisnis. Dalam kaitan ini, etika bisnis merupakan upaya untuk mencarikan jalan keluar atau paling tidak mengklarifikasikan berbagai moral issues yang secara spesifik muncul atau berkaitan dengan aktivitas bisnis tersebut. Dengan demikian prosesnya dimulai dari analisis terhadap the nature and presuppositions of business hingga berimplikasi sebagai prinsip-prinsip moral secara umum dalam upaya untuk mengidentifikasi apa yang “benar” di dalam berbisnis.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
K. Bertens, Pengantar Etika Bisnis, (Yogyakarta: Kanisius, 2000). Ali Fachry dan Ihsan Ali Fanzi dalam “Kontrak Sosial Dunia Usaha dan Politik Nasional,” (Majalah Usahawan no. 12, 1988).