Pemikiran Al-Hallaj Sang Syahid
Pada: July 26, 2011
Suatu gerakan klasik mistis yang merupakan reaksi atas legalisme dan kekakuan Islam ortodoks yang kita kenal dengan istilah sufisme merupakan suatu sekte yang berusaha mencapai hubungan yang lebih dekat dengan Tuhan. Esensinya adalah kesucian yang merupakan pola pikir tasawuf yang terkait dengan kesederhanaan dan pengalaman pribadi para sufi dan dijadikan sebagai konsep pengalaman beragama.
Pada masa sejarah tertentu ia malah telah mempribumi dan anggun. Hamzah fanzuri dan Syeikh Siti Jenar di jawa adalah dua dari sekian banyak nama sufi yang selalu saja berada pada bibir sejarah Islam Indonesia. Riwayat Syeikh Siti Jenar malahan sering disejalurkan dengan kisah-kisah Mansur Al-Hallaj, walaupun ada perbedaan bobot zaman dan ungkapan kesufiannya. Namun keduanya memiliki dimensi politik dalam menerima hukuman matinya. Jika Al-Hallaj terlibat ke dalam gerakan syiah garis keras Al-Qaramithah sebagaimana dibuktikan dalam pengadilannya, Syeikh Siti Jenar terlibat pada penghimpunan kekuatan untuk melawan Negara Islam Indonesia Demak.
Untuk itu, sebagai bahan makalah, dalam referensi ini penulis akan mengetengahkan konsep dan pemikiran ajaran tasawuf al-Hallaj.
Konsep Ajaran Abu Mansur al-Hallaj
Hulul berarti penempatan, penyinaran, dan penurunan. Sedangkan menurut istilah Hulul adalah paham yang mengatakan bahwa Tuhan memilih tubuh-tubuh manusia tertentu untuk mengambil tempat di dalamnya, setelah sifat-sifat kemanusiaan yang ada dalam tubuh itu dilenyapkan.
Al-Hallaj berpendapat bahwa dalam diri manusia sebenarnya ada sifat-sifat ketuhanan. Ia menakwilkan QS. al-Baqarah:34:
“Dan ingatlah ketika kami berfirman kepada malaikat, “sujudlah kamu kepada Adam,” Maka sujudlah mereka kecuali iblis. Ia enggan dan takabbur dan ia termasuk golongan kafir”
Bahwa Allah memberi perintah kepada malaikat untuk sujud kepada Adam. Karena yang berhak untuk diberi sujud hanyalah Allah, maka al-Hallaj memahami bahwa dalam diri Adam ada unsur ketuhanan. Jika Nasut Allah mengandung tabiat seperti manusia, yang terdiri atas roh dan jasad, lahut itu dapat bersatu dengan manusia dengan cara menempati tubuh setelah sifat-sifat kemanusiaannya hilang.
Al-Hallaj mengajarkan bahwa Tuhan memiliki sifat lahut (keilahian) dan nasut (kemanusiaan), demikian pula manusia melalui maqamat, manusia mampu ketingkat fana’ dimana manusia telah menghilangkan nasutnya dan meningkatlah lahut yang mengontrol dan menjadi inti kehidupan. Yang demikian itu memungkinkan untuk hululnya Tuhan dalam dirinya, atau Tuhan menitis kepada yang dipilih-Nya melalui titik sentral manusia yaitu roh.
Al-Hallaj mengatakan dalam syairnya
“Jiwa disatukan dengan jiwaku sebagaimana anggur disatukan dengan air suci. Dan jika ada sesuatu yang menyentuh engkau, ia pun menyentuhku. Dan ketika itu dalam tiap hal engkau adalah aku. Aku adalah ia yang kucintai, dan ia yang kucintai adalah aku. Kami adalah dua jiwa yang bertempat dalam satu tubuh. Jika engkau
Dan al-Hallaj pun mengatakan bahwa:
“Bila engkau tidak mengenal Allahsetidaknya engkau mengetahui tanda-tandanya.Akulah tanda-tanda itu,Akulah kebenaran sejati (ana al-Haq),Sahabat-sahabat dan guru-guru adalah iblis dan fir’aun,Iblis telah diancam dengan kesalahannya,Fir’aun telah ditengelamkan ke dasar laut,Tapi tidak mau mengakui kekafirannya,Dan aku mesti dibunuh dan disalib,Dan meski kaki dan tanganku dipatahkan,Aku tidak akan mengaku salah.”
Menurut al-Hallaj, apabila jiwa seseorang telah suci dalam menempuh hidup kerohanian, akan naiklah tingkat hidupannya dari satu maqam ke maqam yang lain. Setelah sampai pada tingkatan yang paling tinggi, maka Tuhan akan menjelma dalam dirinya, sehingga apa yang dilakukannya merupakan perbuatan Tuhan. Ungkapan ana al-haqq bukanlah bermakna tekstual. Namun pada hakekatnya kata-kata tersebut adalah yang ia ucapkan melalui lidahnya.
*Berbagai sumber