Syiah Imamiyah; Penerima Wasiat?
Pada: July 09, 2011
Melanjutkan tulisan tentang Syiah yang sempat tertunda, kali ini akan diulas sedikit tentang Syiah Imamiyyah. Dinamakan dengan Syi’ah Imamiyah karena yang menjadi dasar akidahnya adalah persoalan imam dalam arti pemimpin yaitu pemimpin religio politik dan sebagai penerima wasiat, yakni Ali bin Abi Thalib berhak menjadi pemimpin bukan hanya karena kecakapannya atau karena akhlak, akan tetapi karena ia telah ditunjuk secara nas dan pantas menjadi khalifah pewaris kepemimpinan Nabi Muhammad saw. Kelompok ini telah sepakat bahwa Ali bin Abi Thalib adalah penerima wasiat Nabi saw yang telah ditunjuk oleh nas.
Adapun al-Ausiyah (penerima wasiat) setelah Ali bin Abi Thalib adalah keturunannya dari garis Fatimah, yaitu Hasan, Husain lalu keturunan Husain. yang kesemuanya berjumlah dua belas orang. Karena memberi baiat kepada dua belas imam, maka kelompok ini disebut juga Syi’ah Itsna Asy'ariyah.
- Ali bin Abi Thalib (w. 41 H)
- Hasan bin Ali bin Abi Thalib (w. 50 H)
- Husain bin Ali bin Abi Thalib (w. 61 H)
- ‘Ali Zainal Abidin (w. 94 H)
- Abu Ja’far Muhammad Baqir (w. 113 H)
- Abu ‘Abdullah Ja’far as- Shadiq (w. 148 H)
- Musa al-Kazhim (w. 183 H)
- Abu Hasan ‘Ali Ridha (w. 202 H)
- Abu Ja’far Muhammad al-Jawwad (w. 220 H)
- ‘Ali al-Hadi (w. 254 H )
- Abu Muhammad Hasan al-‘Askari (w. 260 H)
- Muhammad al-Mahdi al-Muntazar.
Selain itu dari rentetan kedua belas imam tersebut, dapat disimpulkan bahwa Syi’ah Imamiyah hanya memandang hak imamah pada Ahlul Bait dari garis keturunan Fatimah, maka keturunan Ali bin Abi Thalib yang bukan dari Fatimah tidak berhak sebagai penerima wasiat. Dalam sejarah disebutkan bahwa Ali bin Abi Thalib tidak pernah menikahi wanita lain selagi Fatimah masih hidup. Akan tetapi setelah Fatimah wafat, Ali kawin lagi. Salah satunya dengan seorang wanita dari suku Bani Hanifah dan dikarunia seorang anak bernama Muhammad. Berdasarkan kepercayaan tersebut, maka Muhammad tidak berhak memegang jabatan imamah. Dan mereka juga tidak menyebut Muhammad bin Ali tapi Muhammad bin Hanafiyah.
Demikian juga dengan keturunan dari Hasan tidak berhak memegang jabatan imamah disebabkan Hasan telah menyerahkan jabatan kekhalifaan kepada Muawiyyah sehingga dengan sendirinya hak imamah menjadi hilang.
Muhammad al-Mahdi al-Muntazar diyakini oleh kaum Syi’ah menghilang dari permukaan dunia yang disebut dengan Gaib Sugra (kegaiban kecil). Selama masa kegaiban tersebut Imam masih melakukan komunikasi dengan dunia luar melalui perantara wakil-wakilnya yang empat, yaitu Usman bin Said al-Umry, Muhammad bin Usman, al-Husain bin Ruh dan terakhir Muhammad bin ‘Ali al-Sumry. Gaib Sugra terjadi pada tahun 261 H, sedangkan Gaib Kubra terjadi pada tahun 329 H setelah diumumkan oleh wakil Imam yang terakhir di tahun itu. Selama masa Gaib Kubra tak seorang pun yang bisa berkomunikasi dengan Imam, tetapi dia diyakini tetap menjalani kehidupan secara gaib, Imam tersembunyi inilah yang dinanti-nanti kedatangannya sebagai al-Mahdi.
Referensi Makalah®
*Berbagai sumber