Dinasti Buwaihi; Sejarah, Kemajuan, dan Kemundurannya
Pada: August 21, 2011
Pembentukan
Dinasti Buwaihi terbentuk pada tahun 320 H/932 M dan berakhir pada tahun 447 H/1055 M. Bani Buwaihi berasal dari tiga bersaudara Ahmad, Ali, dan Hasan adalah putera seorang nelayan miskin bernama Abu Syuja’ Buwaih. Mereka berasal dari Dailam, negeri yang tunduk pada kekuasaan Islam sejak masa khalifah Umar bin Khattab. Ketiga putra Abu Syuja’ Buwaih semula bergabung dengan kekuatan militer daerah Dailam. Prestasi mereka sangat menonjol sehingga menjadi prajurit yang masyhur dan prajurit kebanggaan. Kemudian mereka diangkat menjadi Gubernur dan pejabat penting.
Ahmad bin Buwaih yang memusatkan kekuasaannya di Ahwaz diminta untuk datang ke Bagdad oleh kepala militer untuk menyelesaikan krisis politik, karena pada saat itu terjadi kemelut politik antara wazir dan para pemimpin militer tentang kedudukan “amir al-umara” di Bagdad. Ahmad bin Buwaih menyanggupinya. Ia diterima oleh khalifah al-Mustakfi (323-334 H/944 M) dengan senang dan langsung diberi kekuasaan sebagai “amir al-umara” dengan gelar “Mu’iz al-Daulah” sedangkan saudara Ali berpusat di Syiraz dengan gelar “Imad al-Daulah” dan Hasan berkuasa di Ray dan Isfahan dengan gelar “Rukn al-Daulah”
Setelah berhasil menguasai Bagdad, sejak saat itulah terbentuk dinasti Buwaihi dan berkuasa di ibu kota Abbasiyah.
Kemajuan
Kemajuan yang dicapai pada pemerintahan dinasti Buwaihi sangat banyak. Adud al-Daulah (338 H/949 M putra Ahmad bin Buwaih) saalah seorang penguasa dinasti Buwaih dianggap paling berhasil mencapai banyak kemajuan. Ia berhasil menyatukan dinasti-dinasti kecil (di Irak, Persia Selatan, dan Oman) di bawah komando dinasti Buwaihi. Ia adalah penguasa yang cinta keadilan dan kebenaran, bahkan sangat terkenal kedermawanannya. Ia membangun kota Bagdad hingga menjadi lebih megah, mendirikan masjid, dan sejumlah bangunan lainnya.
Pada bidang ilmu pengetahuan, muncullah ilmuwan-ilmuwan dan filosof-filosof kenamaan antara lain; al-Kohi seorang ilmuwan di bidang fisikan, Abdul Wafa ilmuwan di bidang matematika, al-Farabi, Abd. Rahman Sufi, Umar bin Khattab seorang filosof Islam dan tabib kenamaan. Kemajuan lain dicapai pada masa Syaraf al-Daulah (376 H/987 M) dan Baha’ al-Daulah (379 H/989 M) yaitu pembangunan gedung peneropong bintang dengan nama Dar al-Rasyid, serta kemajuan-kemajuan pada bidang lain.
Ada beberapa faktor yang mendukung tercapainya kemajuan-kemajuan pada dinasti Buwaihi, di antaranya;
- Dinasti ini memberikan motivasi yang cukup terhadap perkembangan agama, ilmu pengetahuan, dan filsafat.
- Memberikan kebebasan warga negaranya untuk menganut aliran apa saja, Sunni atau Syi`ah.
Kemunduran
Kemunduran dinasti Buwaihi berawal dari terjadinya komplik intern antara keluarga kerajaan. Akibatnya keluarga Buwaihi mulai renggang yang menimbulkan perpecahan dan permusuhan. Keadaan ini mengakibatkan hilangnya kepercayaan penguasa militer sehingga mereka berani melakukan pemberontakan.
Perpecahan di kalangan pembesar buwaihi terjadi karena perbedaan paham dalam soal keagamaan. Bani Buwaihi menganut paham Syi`ah dan cenderung memaksakan pahamnya, sementara masyarakat Bagdad pada umumnya menganut paham Sunni.
Keadaan ini dimanfaatkan oleh pemuka Bagdad dengan meminta bantuan dari bangsa Turki-Saljuk dibawah pimpinan Togril untuk melakukan pemberontakan dan serangan terhadap dinasti Buwaihi. Kemenangan yang diperoleh oleh pihak Turki Saljuk merupakan akhir dari kehidupan dinasti Bani Buwaihi, tahun 447 H/1055 M.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab. Jakarta: Logos, 1997. K. Ali, A Study Of Islamic History, diterjemahkan oleh Gufron A. Mas’udi dengan judul “Sejarah Islam” Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997. Hamka, Sejarah Ummat Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1981. Ahmad Syalabi, Mausu’at al-Tarikh al-Islamiy Kairo: Maktabat al-Nahdat al al-Misriyah, 1978.