Dinasti Thulun; Sejarah, Kemajuan, dan Kemundurannya
Pada: August 12, 2011
Pembentukan
Dinasti ini didirikan oleh Ahmad bin Thulun tahun 868 M. Ayahnya adalah seorang budak belian dari Turki, panglima Tahir Ibn Husain mengirimkannya kepada khalifah al-Makmun sebagai hadiah. Karena ketangkasan dan keprofesionalannya dalam militer akhirnya al-Makmun mengangkatnya menjadi Rais al-Hars (kepala pengawal istana), setelah bapaknya wafat, ibunya dikawini oleh Emir Baibek.
Dengan bantuan Emir Baibek, Ahmad bin Thulun diangkat menjadi wali daerah Mesir dan Libya. Setelah beberapa lama menduduki jabatan itu, dimulailah memperteguh kedudukannya itu. Dibelinya beberapa orang budak bangsa Dailam dan bangsa Zanji (Negro), mulailah ia menyatakan maksudnya dengan terang-terangan, yaitu memutuskan hubungan dengan khalifah di Baghdad. Di atas mimbar pada hari Jum’at ia menggantikan ucapan pujian kepada khalifah dengan ucapan pujian kepada Ahmad bin Thulun sendiri, sebagai Raja Mesir. Hasil pajak pun tidak dikirimkan lagi ke Baghdad.
Akhirnya dikirimlah pasukan untuk menaklukkannya, tetapi tidak berhasil karena kedudukan Ahmad bin Thulun telah kuat, ditambah dengan simpati rakyat Mesir kepadanya. Sebab selama ini mereka membayar pajak yang amat tinggi kepada Baghdad, padahal tidak ada yang tinggal buat Mesir sendiri. Setelah kedudukannya kuat di Mesir, tahun 868 memproklamirkan berdirinya Dinasti Thuluniyah.
Kemajuan
Dinasti ini walaupun hanya sebentar berkuasa (37 tahun), tapi memiliki prestasi yang patut dicatat dalam sejarah, yaitu:
- Berhasil membawa Mesir kepada kemajuan, sehingga Mesir menjadi pusat kebudayaan Islam yang dikunjungi para ilmuan dari pelosok dunia Islam.
- Dalam bidang arsitektur, telah meninggalkan bangunan Masjid Ahmad Ibnu Thulun yang bercorak Iraq, menaranya merupakan menara tertua di Mesir. Bangunan lain adalah Istana Khumarwaihi dengan memakai balairung dan dinding emas. Istana ini berada di tengah-tengah kebun yang penuh dengan tumbuh-tumbuhan yang harum dan dilengkapi dengan kebun binatang.
- Dalam bidang kesehatan, pada masa dinasti ini telah dibangun rumah sakit yang menelan biaya 80.000 dinar.
- Dalam bidang pertanian, perbaikan air di pulau Raudah (dekat Kairo) yang pertama kali dibangun pada tahun 716 M. dengan berfungsinya kembali alat ini, irigasi Mesir menjadi lancar dan pada gilirannya sangat membantu dalam meningkatkan hasil pertanian.
- Kemajuan di bidang militer terutama pasukan perang dan angkatan laut. Dengan pasukan yang berkekuatan 100.000 orang dan 100 kapal perang.
Kemunduran
Setelah Ahmad Ibnu Thulun wafat, dinasti ini diteruskan oleh empat orang amir, yaitu: Khumarwaihi Ibnu Ahmad (884-895 M), kemudian dilanjutkan oleh Jaish Bin Khumarwaihi (895-896 M), setelah itu diteruskan oleh Harun Ibnu Khumarwaihi (896-905) dan amir yang terakhir adalah Syaiban Ibnu Ahmad Ibnu Thulun (905). Namun para pengganti Ibnu Thulun ini tidak ada lagi yang sekuat dia, yang membawa dinasti Thuluniyah kepada kemunduran. Oleh karena itu menurut Ahmad Syalabi Dinasti Thuluniyah sebenarnya hanyalah kekuasaan Ahmad Ibnu Thulun saja.
Kematian Khumarwaihi pada 895 merupakan titik awal kemunduran Dinasti Thuluniyah ini. Persaingan yang hebat antara unsur-unsur pembesar dinasti telah memecah persatuan dalam dinasti. Amir yang ketiga (Jaish Ibnu Asakir) dilawan oleh sebahagian besar pasukannya dan dapat disingkarkan pada 896. Adiknya yang baru berusia 14 tahun, Harun Khumarwaihi diangkat sebagai amir yang keempat. Kelemahan yang sedemikian rupa mengantarkan dinasti ini berakhir setelah amirnya yang kelima yaitu Syaiban Ibnu Ahmad Ibnu Thulun (hanya memerintah 12 hari) menyerah ke tangan pasukan Bani Abbas yang menyerang Mesir pada 905 dengan demikian berakhirlah riwayat Dinasti Thuluniyah.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
E.C. Bosworth, The Islamic Dinasties, diterjemahkan dengan judul Dinasti-dinasti Islam, Bandung: Sumur Bandung, 1980. Ahmad Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jakarta: Pustaka al-Husna, 1993. Philip K., History of the Arabs, London: The Macmillan Press, 1990. Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia, Jakarta: Djambatan, 1992.