Hukum; Pandangan Aliran Historis
Pada: August 12, 2011
Membahas tentang pandangan aliran historis tentang hukum, Lili Rasjidi dalam bukunya "Dasar-dasar Filsafat Hukum", (1996: 69) mengemukakan bahwa "Pandangan Von Savigny berpangkal kepada bahwa di dunia ini terdapat macam-macam bangsa yang pada tiap-tiap bangsa tersebut mempunyai suatu Volkgeist-jiwa rakyat. Jiwa ini berbeda-beda, baik menurut waktu maupun menurut tempat. Pencerminan dari pada adanya jiwa berbeda, nampak pada kebudayaan dari bangsa yang berbeda-beda. Ekspresi itu nampak pula pada hukum pada tiap tempat dan waktu".
Ungkapan di atas, menunjukkan bahwa, pandangan aliran historis tentang hukum, merupakan pencerminan dari jiwa rakyat yang ada dalam suatu tempat tertentu, Oleh karena jiwa rakyat relatif berbeda dengan rakyat di tempat lain, dan pada waktu tertentu, maka konsekwensinya adalah, hukum tidak mungkin bersifat universal seperti pandangan aliran hukum alam.
Bukan cuma itu, dalam pandangan historis hukum juga berbeda antara waktu tertentu dengan waktu lainnya, baik sebelum maupun sesudahnya, sehingga dengan demikian menurut pandangan aliran ini adalah suatu hal yang tidak mungkin jiika ada suatu jenis hukum yang dapat berlaku di mana dan kapan saja di dunia ini sebagaimana dikemukakan oleh aliran hukum alam.
Penjelasan yang lebih rinci mengenai pandangan aliran historis tentang hukum ini, dikemukakan oleh Riduan Syahrani dalam bukunya "Rangkuman Intisari Ilmu Hukum", (1999: 43), dengan mengutip pendapat W. Friedmann dalam bukunya Legal Theory yang dikutip oleh Utrecht, menyimpulkan pendapat Von Savigny sebagai berikut: (a) Hukum tidak dibuat (hasil penggunaan rasio), tetapi ditemukan (didapatkan), (b) Masyarakat dunia terbagi dalam banyak masyarakat, yang masing-masing mempunyai volkgeist sendiri, yaitu suatu adat-istiadat sendiri. Sumber hukum satu-satunya adalah kesadaran hukum rakyat ini menjadi dasar (hukum) kebiasaan maupun (hukum) undang-undang. Maka dari itu hukum kebiasaan dan undang-undang kedudukannya sederajat, (c) Yang menjadi sumber satu-satunya dari hukum ialah kesadaran hukum rakyat. Kebiasaan dan Undang-undang sebenarnya bukan sumber dari hukum, tetapi hanya suatu kenbron (sumber pengenal hukum). Orang yang hidup dalam suatu masyarakat luas, tidak dapat menyatakan hukum sendiri.
Sumber hukum satu-satunya menurut aliran historis tersebut, hanya kesadaran hukum rakyat yang ada dan juga sekaligus sebagai dasar lahirnya hukum kebiasaan. Mengingat bahwa jiwa rakyat atau juga sering disebut sebagai kesadaran hukum berbeda antara manusia yang satu dengan manusia lainnya, sehingga hukumpun berbeda antara tempat yang satu dengan tempat lainnya.
Kebiasaan dan Undang-Undang sebenarnya bukanlah sumber hukum, melainkan hanya sebagai tanda untuk mengenal adanya hukum. Masyarakat atau individu tidak dapat menyatakan adanya hukum, walaupun sesungguhnya hukum itu merupakan jiwa dan semangatnya. Yang dapat menyatakan hukum hanyalah para sarjana hukum. Ini dimaksudkan bahwa sarjana hukum itulah yang dianggap mengetahui dan dapat menilai jiwa rakyat, sehingga dapat mencetuskannya sebagai hukum yang ada pada waktu itu, apakah dalam bentuk Undang-Undang atau bentuk lainnya. Sarjana hukum itu pulalah yang menyatakan dilaksanakannya hukum itu di dalam suatu masyarakat.
Dengan pandangan seperti tersebut, maka kiranya jelas bahwa pandangan aliran historis tentang hukum sangat berbeda dengan Pandangan aliran hukum alam yang mengajarkan adanya suatu hukum yang secara qodrati dapat berlaku secara universal, baik dalam arti tempat berlakunya, maupun waktunya.
Referensi Makalah®
*Berbagai sumber.