Islam di Turki; Era Kontemporer
Pada: August 11, 2011
Kelahiran Republik Turki yang diproklamirkan oleh Mustafa Kemal pada tanggal 29 Oktober 1923 ditandai beralihnya Turki ke masa reformasi dimana republik ini merupakan metamorfosis dari imperium Utsmaniyah yang lain dan berbeda sama sekali.
Keputusan Mustafa Kemal untuk membentuk Turki sebagai sebuah negara sekuler modern didasarkan kepada kekecewaanya yang sangat mendalam terhadap sistem kekhalifahan sebelumnya. Akhirnya tanggal 3 Maret 1924, ia membubarkan institusi yang telah ada sejak masa lalu. Jadi sistem pe-merintahan Turki di era ini bukan lagi sistem dinasti, tetapi berdasar pada pokok populalisme (kerakyatan). Dengan demikian, kedaulatan Turki di masa reformasi diberikan kepada rakyat, dan sistem kekhalifahan sudah tidak diterap-kan lagi di Turki.
Walaupun jauh sebelumnya, Islam telah berkembang pesat di Turki, dan memasuki masa reformasi atau masa peralihan dari kekhalifahan ke republik pada dekade 1920-an dan 1930-an Islam semakin mengalami perkembangan signifikan, sebab memang dalam sejarahnya, mayoritas bangsa Turki adalah muslim. Komposisi penduduk di dalam batas-batas Republik Turki berubah secara dramatis, dan sensus tahun 1927 jumlah penduduk non-muslim berkurang dari 20 persen menjadi 2,6 persen, dan terus berkurang setelah itu. Sebaliknya populasi umat Islam terus berkembang, dan sensus terakhir di tahun 2000, umat Islam mencapai angka 98 persen. Tentu saja sampai saat ini, tahun 2007 jumlah populasi tersebut tetap bertahan dan bahkan meningkat untuk tidak mengatakan bahwa penduduknya adalah muslim semua.
Perkembangan Islam dari aspek lain di Turki adalah termasuk dari segi penerapan hukum Islam yang diatur oleh Undang-undang negara tersebut. Misalnya, Undang-undang keluarga 1924 mengharamkan poligami, menjadikan suami dan istri berkedudukan sama dalam perceraian harus dijatuhkan di pengadilan dengan syarat-syarat tertentu tidak semata-mata hak prerogatif suami. Konstitusi menegakkan hak persamaan wanita dalam pendidikan dan dalam pekerjaan, dan pada tahun 1934 kaum wanita diberi hak untuk dicalonkan dalam pemilihan nasional. Perkembangan dari segi lain, adalah bahwa di Turki dimasa reformasi, lahir partai-partai Islam yang mewadahi aspirasi umat dan mengontrol jalannya sistem pemerintahan.
Pada dekade 1960-an Turki dilanda konflik partai, dan antara lain sebab konflik tersebut adalah meningkatnya kecenderungan kesadaran politik. Namun demikian dalam suasana seperti itu Islam tetap berkembang. Aspek perkembangan Islam dan sekaligus kebangkitan Islam lainnya diwakili oleh The National Salvation Party yang juga terbentuk pada dekade 1960-an.
Partai ini bukan hanya partai agama (Islam), melainkan juga bermaksud mendirikan kembali negara Islam di Turki sebagaimana di masa sebelumnya. Partai Islam menentang kapitalisme dan menyerukan kepada negara untuk menegakkan moral dan keadilan sosial. Semangat moral diserukan partai ini kepada kalangan pengrajin di kota-kota kecil, khususnya di Anatolia tengah dan timur. Partai ini mewakili upaya perlindungan sekelompok kecil borjouis Anatolis dari ke-sewenang-wenangan pemerintah, dan sekaligus mewakili upaya meningkatkan peranan konstituante terhadap pembangunan ekonomi. Beberapa gerakan Islam di Turki juga menyerukan kepada penduduk perkampungan dan kota-kota kecil yang berpindah ke kota-kota besar dan yang mempertahankan orientasi komunitas kecil dan nilai-nilai lama di lingkungan baru tersebut.
Dengan demikian, isu perkembangan Islam di Turki harus dipahami kaitannya dengan perubahan dan persaingan politik yang bersifat pluralistik di era reformasi dengan adanya partai-partai politik.
Selain itu, Islam di negara Turki era kontemporer, tetap saja menjadikan ideologi republik sebagai bentuk sekuler dan kalangan atasan komitmen terhadap ideologi sekuler tersebut. Kelas terdidik perkotaan dari kalangan atasan Turki memandang Islam sebagai simbol kemajuan. Sebaliknya, Demikian pula tradisi sufi-pedalaman tetap bertahan dan loyalitas keislaman masyarakat umum belum pernah tergoyahkan. Warga Turki senantiasa menginditifikasi diri sebagai muslim, bahkan sepanjang periode Kemalis mereka senantiasa melaksanakan peribadatan di mesjid-mesjid dan di beberapa maqam para wali.
Perkembangan Islam di Turki di era kontemporer ini merupakan instrumen bagi kebijakan pemerintah. Turki diakui sebagai komponen vital dalam kandungan budaya bangsa dan digalang untuk meningkatkan persatuan nasional serta mengajarkan secara perlahan-lahan kebajikan kewarganegaan.
Shalat, khususya shalat Jumat di mesjid-mesjid, didukung pelaksanaannya karena ia mengajarkan secara perlahan-lahan disiplin rasa bermasyarakat. Demikian pula puasa membangun ketabahan dan kesabaran, sementara membayar zakat mendorong rasa murah hati seseorang. Materi khutbah Jumat di Turki, ditulis secara khusus untuk mengajarkabn kepada masyarakat yang pergi ke mesjid, terutama yang buta huruf perihal tugas-tugas warga negara. Dikatakan kepada mereka bahwa kewajiban agama meliputi membayar pajak, mengikuti wajib militer, bekerjasama dengan pemerintah, dan menjadi warga negara yang setia serta patuh. Islam di Turki dewasa ini ditampilkan sebagai sebuah agama rasional dan ilmiah.
Demikianlah Islam di Turki dengan aktivitas ritual ke-islaman yang terus tersosialisai merupakan simbol perkembangan Islam itu sendiri di negara tersebut. Salah satu pelajaran besar yang amat berharga bagi perkembangan dunia Islam pada umumnya adalah, bahwa Turki telah melakukan reformasi sejarah, yang bermuara pada kenyataan bahwa hampir seluruh penduduknya muslim. Hal tersebut sesungguhnya, telah berproses lama sejak masa kerajaaan Turki Utsmani sampai masa kontemporer.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban Islam di Kawasan Dunia Islam, Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada, 2002. Iwan Gayo (ed), Buku Pintar Seri Senior Plus 20 Negara Baru, Jakarta: Dipayana, 2000.