Latar Belakang Terbentuknya Dinasti Umayyah
Pada: August 04, 2011
Ketika khalifah Usman bin Affan (24-36 H / 644-656 M) terbunuh dalam suatu kudeta berdarah yang dilakukan oleh pemberontak dari Mesir, Kufah, dan Basrah, terjadilah kerawanan situasi dalam pemerinatahan Islam, dimana suhu perpolitikan semakin krusial.
Sebagai akibatnya, maka pengangkatan Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah (35-40 H/656-661 M), tidak semulus sebagaimana dua khalifah sebelumnya. Hal ini dikarenakan para sahabat di daerah saling berbeda dalam menentukan sikap dan penilaian terhadap pribadi Ali bin Abi Thalib, yakni ada yang menilainya positif dan ada pula menilainya negatif.
Salah satu penilaian negatif terhadap Ali bin Abi Thalib adalah, tertuduh sebagai orang yang betanggung jawab atas kematian khalifah Usman bin Affan. Hal ini didasarkan atas kenyataan bahwa Ali bin Abi Thalib tidak segera menyelesaikan kasus pembunuhan Usman.
Oposisi terhadap Ali bin Abi Thalib semakin meningkat, selain Thalhah dan Zubair berkongsi dengan Aisyah untuk menentang Ali bin Abi Thalib yang melahirkan perang Jamal (tahun 36 H), juga pasukan Syiria di bawah pimpinan Mu’awiyah memberontak dengan alasan kegagalan Ali bin Abi Thalib membalas darah Usman terhadap pembunuhnya. Karena itu, mereka enggan membaiat Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah (pengganti Usman). Bahkan Muawiyah memproklamirkan dirinya sebagai penguasa tandingan di wilayah Syam.
Dari latar belakang kronologis di atas, melahirkan kontak senjata kedua yang disebut dengan perang Shiffin (tahun 37 H). Pasukan Ali bin Abi Thalib tampaknya semula mulai mengungguli lawannya di bidang militer, tetapi ia rupanya lebih mengutamakan kesatuan umat, karena menerima usul kompromi dari Mu’awiyah. Akibatnya kekalahan diplomatik dari pihak Ali bin Abi Thalib, dan akibat lebih fatal, Ali bin Abi Thalib kehilangan legitimasi politiknya dan legitimasi itu beralih ke pihak Mu’awiyah. Kejadian ini terkenal dengan istilah Arbitrase (tahkim), yang menyebabkan sebagian pendukung Ali bin Abi Thalib, melancarkan protes, kemudian membentuk kelompok tandingan yang dikenal dengan kaum Khawarij.
Seusai perang siffin kedudukan Ali bin Abi Thalib semakin menurun, karena selain tekanan dari pihak Mu’awiyah juga dari kelompok Khawarij dan pengikutnya. Sementara itu, Mu’awiyah sangat ditaati perintahnya dan ditambah lagi ketinggian gengsinya dalam bidang politik. Sehingga, meskipun Ali bin Abi Thalib masih hidup dan berkuasa, Mu’awiyah telah diproklamirkan sebagai khalifah di wilayah Khurusan (tahun 40 H). Dengan begitu, maka Mu’awiyah telah mengawali suatu episode baru dalam sejarah Islam dan dia tercatat dalam sejarah sebagai pendiri Dinasti Umayyah.
Dinasti Bani Umayyah berkuasa hampir satu abad (90 tahun), yakni dalam rentang waktu tahun 41-132 H atau 661-750 M, dengan 14 orang khalifah. Khalifah-khalifah yang dimaksud adalah:
- Mu’awiyah I (Ibn Abi Sufyan) 41 H / 661 M
- Yazid I (Ibn Mu’awiyah) 60 H / 680 M
- Mu’awiyah II (Ibn Yazid) 64 H / 683 M
- Abd. Malik Ibn Marwan 65 H / 685 M
- Al-Walid I (Ibn Abd. Malik) 86 H / 705 M
- Sulaiman Ibn Abd, Malik 96 H / 715 M
- Umar Ibn Abd. Aziz 99 H / 717 M
- Yazid II (Ibn Abd. Malik) 101H / 720 M
- Hisyam Abd. Malik 105H / 724 M
- Al-Walid II (Ibn Yazid II) 125H / 743 M
- Yazid III (Ibn Walid) 126H / 744 M
- Ibrahim ibn al-Walid 126H / 745 M
- Marwan II (Ibn Muhammad) 127H / 746 M
Uraian lebih lanjut mengenai eksistensi Dinasti Umayyah, dapat ditelusuri dalam permasalahan tentang: bagaimana kemajuan dan ke-munduran serta kehancuran yang dialaminya, dapat dilihat pada tulisan-tulisan selanjutnya.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Abd. Kadir Saile, Khawarij, Murj’ah, Jabariah dan Qadariyah, “Makalah SPPDI” (Makassar: PPS IAIN Alauddin, 2002. C.E. Bosworth, The Islamic Dynasties, diterjemahkan oleh Ilyas Hasan dengan judul Dinasti-Dinasti Islam, Bandung: Mizan, 1993.