Ajaran-ajaran Syiah Ismailiyah
Pada: August 11, 2011
Syiah Isma’iliyyah, yang disebut juga Sab’iyah, dalam masalah imamah seperti halnya Syiah Imamiyah pada umumnya, berkeyakinan bahwa imamah terjadi atas dasar nash dan penunjukan (wasiat) dari Nabi Muhammad saw. sendiri.
Menurut Syiah Isma’iliyyah, keluarga Nabi yang mula-mula berhak adalah saudara sepupu dan sekaligus menantunya, ‘Ali ibn Abi Thalib, kemudian keturunannya dari fatimah. Imam adalah ma’shum (terpelihara dari kesalahan), dan tiap imam mempunyai otoritas untuk menentukan penggantinya. Menurut mereka, imamah merupakan bagian dari keimanan, artinya trmasuk salah satu rukun iman, sehingga tidak mungkin Nabi Muhammad saw. tidak meninggalkan pesan (wasiat), dan mencerahkan masalah imamah itu kepada umatnya.
Mereka pun berkeyakinan bahwa imamah itu adalah pernyataan kasih sayang Allah kepada umat manusia. Bumi ini tidak akan pernah kosong dari kehadiran seorang imam. Imam tersebut bisa saja tempak terlihat (zahir), dan kadang tersembunyi. Bila sang imam tampak, maka hujjah (da’inya) yang bersembunyi. Dan jika sang imam bersembunyi, maka pasti hujjahnya yang tampak. Menurut mereka, siapa saja yang mati sebelum mengenali imam pada masanya dan belum dibai’at oleh imamnya, maka dia mati seperti matinya orang zaman jahiliyah.
Lebih jauh lagi, mereka berkeyakinan bahwa imam, secara lahiriyah, adalah manusia biasa yang makan, minum, tidur dan mati. Akan tetapi, dalam takwilan mereka secara batiniyah, hakekat imam itu adalah wajhullah dan yadullah yang akan menghisab manusia kelak di akhirat. Dari keyakinan seperti ini, dapat diketahui bahwa dalam usaha mengkultuskan para imam, mereka banyak menyimpang dari ajaran Islam yang sebenarnya.
Adapun imam zahir yang mereka akui adalah sebagai berikut: Ali bin Abi Thalib, Hasan ibn Ali ibn Abi Thalib, Husain ibn Ali ibn Abi Thalib, Ali Zainal ‘Abidin ibn Husain, Muhammad al-Baqir ibn Ali Zainal ‘abidin, Ja’far al-Shadiq ibn Muhammad al-Baqir, dan Isma’il ibn Ja’far al-Shadiq atau Muhammad ibn Isma’il. Dan mereka tidak mengakui kekhalifaan Abu Bakar, Umar dan Usman, bahkan mereka menganggapnya tidak sah dan batil. Oleh karena mereka hanya mengakui tujuh imam zahir, maka mereka sering pula disebut dengan Syiah Sab’iyah.
Dalam bidang akidah, Syiah Isma’iliyah mengikrarkan peng-esaan terhadap Allah, bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusannya. Namun mereka mempunyai keyakinannya yang lain, bahwa setiap yang zahir pasti mempunyai batin yang tersembunyi, setiap ayat yang diturunkan pasti dapat ditakwilkan secara lahir atau batin. Karenanya, mereka biasa juga disebut dengan golongan batiniyah.
Mereka juga mewajibkan para pengikutnya untuk berian terhadap hal-hal yang lahir dan batin. Seseorang yang hanya mempercayai salah satunya dan meninggalkan yang lainnya, berarti dia keluar dari mazhab dan dikategorikan kafir.
Mengenai sifat-sifat Allah, mereka tidak mengakuinya sebab, menurutnya, Allah berada di luar kemampuan atau jangkauan akal manusia. Tentang masalah ini, mereka mengatakan: “kami tidak mengatakan bahwa Dia (Allah) ada, dan tidak pula kami mengatakan bahwa Dia tidak ada, Dia tidak alim dan tidak jahil, tidak qadir dan tidak ajiz. Menurutnya, Allah adalah Tuhan yang menciptakan dua hal yang berlawanan, dan hakim terhadap dua hal yang berlawanan. Dia tidak qadim tidak pula mundas (baharu), sebab yang qadim adalah zat-Nya dan firman-Nya dan fitrah-Nya.
Untuk mencapai kebahagiaan, menurut mereka, setiap manusia harus memperoleh ilmu. Dan seseorang tidak mungkin memperoleh ilmu yang hakiki, kecuali dengan pemahaman terhadap akal universal. Akal universal ini disebut nathiq, yakni rasul yang bertugas menyampaikan wahyu yang diturunkan Allah, serta memahami jiwa universal yang disebut asas, yakni Imam Ali bin Abi Thalib yang bertugas untuk menafsirkan wahyu tersebut dengan dasar takwil. Dengan demikian, mereka berkeyakinan bahwa Nabi Muhammad saw. adalah sebagai nathiq, dan Ali bin Abi Thalib asas. Dandari asas inilah, tercipta akal-akal yang lain yakni para imam yang lain. Mereka ini merupakan pemegang wasiat untuk menyempurnakan risalah Tuhan di atas dunia ini.Paham seperti ini mereka ambil dari ajaran filsafat Neo Platonisme, yang pada prinsipnya bertujuan mengkultuskan imam mereka.
Di sampaing itu, mereka juga secara batiniyah melakukan penakwilan khusus terhadap nash-nash al-Qur’an dan al-Sunnah, yang didapat dari para ulama mereka secara batiniyah. Dan dari para ulama inilah, mereka mendapatkan penjelasan bahwa sifat-sifat yang dimiliki oleh para imam mereka setara derajatnya dengan sifat ketuhanan.
Kepustakaan:
Khalid Ibarahim Jindan, Teori Pemerintahan Islam Menurut Ibnu Taimiyah (terjemahan), Jakarta: Rineka Cipta, 1994. Mustofa Muhammad Asysyak’ah, Islam Tidak Bermazhab, (terjemahan), Gema Insani Press, Jakarta: 1994. Zahir Ihsan Ilahiy, al-Syi’at wa al-Tasyayyu’ Firaq wa Tarikh, Idara Tarjuman al-Sunna, Pakistan: 1984. Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam 5, PT. Ictiar Baru Van Hoeve, Jakarta: 1993. Musthafa Kamil al-Syaibi, al-Shilat Bain al-Tashawwuf wa al-Tasyayyu’, Dar al-Maarif, Mesir: t.th., Ahmad Azhar Basyir, Refleksi Atas Persoalan Keislaman, Seputar Filsafat, Hukum, Politik dan ekonomi, Bandung: Mizan, 1993. Al-Syahrastaniy, al-Milal wa al-Nihal, Juz. I, Kairo: Dar al-Ittihad al-‘Arabiy, 1968.