Material Makalah; Metode Tahlili
Pada: August 12, 2011
Metode tahlili merupakan metode analisa yang biasa digunakan dalam ilmu tafsir untuk menginterpretasi ayat-ayat al-Quran dengan menguraikan berbagai seginya dan menjelaskan apa yang dimaksud oleh al-Quran. Metode ini kemudian diadopsi oleh para pakar hadis dalam menginterpretasi hadis Nabi saw.1 Tahliliberasal dari bahasa Arab hallala-yuhallilu-tahlil yang berarti mangurai, menganalisis. Dari segi bahasa tahlili berarti menjelaskan setiap bagian dari suatu jenis serta fungsinya masing-masing.2
Jadi yang dimaksud dengan metode (tahlili) analisis ialah mensyarah hadis-hadis Nabi Saw dengan memaparkan segala aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat yang disyarah itu serta menerangkan makna-makna yang tercakup di dalamnya sesuai dengan keahlian dan kecenderungan mufassir yang mensyarah hadis tersebut.3 Jadi, pendekatan analitis yaitu pensyarah membahas hadis demi hadis, sesuai dengan rangkaian hadis yang yang tersusun dalam Kitab Hadis. Maka, syarah yang memakai pendekatan ini mengikuti matan hadis dan menjelaskannya dengan cara sedikit demi sedikit, dengan menggunakan alat-alat pensyarah yang ia yakini efektif (seperti mengandalkan pada arti-arti harfiah, hadis atau ayat-ayat al-Quran lain yang sedang dikaji), sebatas kemampuannya di dalam membantu menerangkan makna bagian yang sedang disyarah, sambil memperhatikan konteks matan tersebut.4
Dari defenisi tersebut bisa disimpulkan bahwa metode tahlili pada kitab hadis yaitu metode dengan menjelaskan makna kosakata dan kalimat pada suatu hadis dari berbagai seginya, berdasarkan urutan-urutan dalam Kitab Hadis, dengan menonjolkan kandungan lafalnya, menghubungkannya dengan nash-nash baik itu dengan ayat-ayat al-Quran dan hadis-hadis yang lain dengan merujuk pada asbab al-wurud dan posisi Nabi Saw ketika hadis muncul serta pendapat ulama-ulama terdahulu maupun pendapat pensyarah sendiri.
Ciri-ciri metode tahlili, syarah hadis yang mengikuti metode ini dapat mengambil bentuk ma’tsur (riwayat) yaitu, cara mensyarah hadis nabi Saw dengan dalil-dalail yang ada, baik dengan ayat-ayat al-Quran atau hadis itu sendiri, dengan pendapat sahabat, maupun dengan pendapat tabi’in; atau ra’y (pemikiran) yaitu, syarah hadis yang didasarkan pada ijtihad pensyarah dan menjadikan akal fikiran sebagai pendekatan utamanya.5
Maka, sebagaimana metode syarah (tafsir) yang lain, metode tahlili (analitis) juga memiliki kelemahan dan kelebihan, diantaranya :
- Kelebihan ; 1. Ruang lingkup yang luas: Metode analisis mempunyai ruang lingkup yang termasuk luas. Metode ini dapat digunakan oleh pensyarah dalam dua bentuknya ma’tsur dan ra’y. 2. Memuat berbagai ide: Metode analitis relatif memberikan kesempatan yang luas kepada pensyarah untuk mencurahkan ide-ide dan gagasannya dalam mensyarah hadis.
- Kelemahan; 1. Menjadikan petunjuk Hadis parsial: Metode analitis juga dapat membuat petunjuk Hadis bersifat parsial atau terpecah-pecah, sehingga terasa seakan-akan memberikan pedoman secara tidak utuh dan tidak konsisten karena penjelasan yang diberikan pada suatu ayat berbeda dari penjelasan yang diberikan pada hadis-hadis lain yang mirip atau sama dengannya. 2. Melahirkan pensyarah subyektif. Metode analitis ini member peluang yang luas kepada pensyarah untuk mengemukakan ide-ide dan pemikirannya. 3. Masuk pemikiran Israiliat: Metode tahlili tidak membatasi pensyarah dalam dalam mengemukakan penjelasannya, maka berbagai pemikiran dapat masuk ke dalamnya, tidak terkecuali pemikiran Israiliat. 6
Kepustakaan:
[1] Zamrodi. Perubahan Sosial dan Metodologi Tafsir (blogzamrodi.net). (Akses Rabu, 2 Desember 2009).
[3] Abd al-Hayy al-Farmawy. Al-Bidayah fi al-Tafsir al-Maudhu’i. Mathba’at al-Hidharat al-Arabiyah. 1977. h. 24.
[4] Muhammad Baqir Sadr. Pendekatan Tematik terhadap Tafsir al-Qur’an, Ulumul Qur’an. Jurnal Ilmu dan Kebudayaan. No. 4. Vol. 1. 1990/1410H. h. 28.
[5] Manna’ al-Qattan. Mabahits fi Ulum al-Qur’an. Riyadh. Mansyurat al-Ashr al-Hadis. 1973. H. 182-183.
[6] Hujair A. Sanaky. Metode Tafsir (Perkembangan Metode Tafsir Mengikuti Warna dan Corak Mufassirin). Al-Mawarid Edisi XVIII Tahun 2008. h. 276-277.