Thaha Husain dan Ide Sekularisasinya
Pada: August 20, 2011
Secara harfiah, "sekular" atau "sekularisasi" berasal dari bahasa Latin yaitu saeculum yang berarti masa (waktu) atau generasi. Kata saeculum sebenarnya adalah salah satu dari dua kata latin yang berarti "dunia" kata lainnya adalah mundus. Saeculum, menunjukkan waktu dan mundus menunjukkan ruang. Saeculum sendiri adalah lawan dari kata eternum yang artinya "abadi" yang digunakan untuk menunjukkan alam yang kekal abadi, yaitu alam sesudah dunia ini.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, "sekular" diartikan sebagai bersifat duniawi atau kebendaan, bukan bersifat keagamaan atau kerohanian, sehingga "sekularisasi" berarti membawa ke arah kecintaan kehidupan dunia, norma-norma tidak perlu didasarkan pada ajaran agama.
Di dunia Islam istilah "sekular" ini pertama kali dipopelerkan oleh Zia Golkap (1875-1924 M), sosiolog terkemuka dan teoritikus nasionalis Turki. Sekularisasi di Barat berawal dari pemisahan ilmu, politik dan masalah dunia dari agama dan berakhir dengan terlepasnya ilmu dari gereja. Sedangkan sekularisasi dalam Islam berawal dari melepaskan umat dari ikatan-iakatan tradisi termasuk ajaran agama yang merupakan pemahaman para pendahulu dan berakhir dengan kembali kepada al-Qur'an dan Hadis.
Sekularisasi dalam gagasan Thaha Husein, sangat berbeda dengan sekularisasi yang terjadi di Barat. Sekularisasi dalam gagasan Thaha Husein merupakan suatu proses untuk melepaskan umat dari taklid buta, ikatan-iakatan tradisi serta kembali menggali hal-hal yang esensi yang ada dalam al-Qur'an dan hadis. Sedangkan sekularisasi di Barat bertitik tolak pada pemisahan dunia termasuk dunia politik dan ilmu dari agama yang berakhir dengan terlepasnya ilmu dari gereja.
Gagasan Thaha Husein yang dipandang sekularistik adalah sebagai berikut : Tujuan hidup manusia menurut Thaha Husein adalah untuk menegakkan peradaban. Jika umat Islam ingin maju menurutnya, mereka harus mengambil peradaban Eropa dan harus menjadi orang Eropa.
Secara garis besar, hakekat peradaban modern itu adalah aspek ilmu dan teknologi serta aspek manusia dan berbagai implikasinya meliputi kehidupan rasional, etos kerja yang tinggi, demokrasi dan kebebasan berpendapat serta inisiatif pribadi yang ada pada setiap individu. Peradaban Barat modern, khususnya aspek ilmu dan teknologi telah terlihat sedemikian jauh mempengaruhi manusia, sebab dengan tibanya zaman teknik, maka umat manusia tidak lagi dihadapkan kepada persoalan kulturnya sendiri secara terpisah tetapi telah menuju kepada masyarakat global.
Penggunaan sepenuhnya teknologi di satu bagian dunia tidak lagi dapat dibatasi pengaruhnya hanya kepada tempat itu saja, tetapi merambah ke seluruh muka bumi yang mencakup budaya manusia tanpa dapat dihindari sama sekali.
Dalam gagasan Thaha Husein memperhadapkan umat Islam dengan peradaban Barat bukan berarti penghadapan antara dua tempat, yaitu Asia dan Eropa, Timur dan Barat atau Islam dan Kristen, tetapi adalah penghadapan antara pemegang kejayaan yang gemilang di masa lalu. Bidang pendidikan Thaha Husein mengkritik al-Azhar sebagai perguruan tinggi yang pada waktu itu merupakan benteng pertahanan konservatisme dan cara berpikir kuno, tidak memberikan kebebasan berpikir bagi manusianya. Ia juga mengkritik pemerintah karena kurang atau lemahnya perhatian terhadap pendidikan.
Berdasarkan dari situlah, Thaha Husein menggagaskan agar sistem pendidikan Mesir harus didasarkan pada sistem dan metode Barat sejak tingkat menengah sampai ke perguruan tinggi, demikian juga dalam metode penelitiannya. Sebagai realisasi dari gagasan–gagasannya itu terlihat ketika ia diangkat menjadi Menteri pendidikan Mesir tahun 1950-1952 M., program pokoknya adalah memberantas buta huruf, memperbanyak jumlah sekolah dan perbaikan kurikulum.
Pada sisi lain, ia memperjuangkan pendidikan universal baik laki-laki maupun perempuan. Inovasi yang lain yang dilakukannya adalah menambah fakultas sekuler di al-Azhar yang sebelumnya hanya terdiri dari fakultas agama. Fakultas-fakultas tersebut di antaranya: pendidikan, kedokteran, perdagangan, management, sains dan industri, pertanian, farmasi.
Di samping itu dibangun pula fakultas putri yang kelak menjadi universitas al-Azhar putri. Lebih jauh lagi, Thaha Husein melakukan perubahan proses belajar mengajar yang menyebabkan perubahan peran guru, yang tadinya didasarkan pada mengingat, kini diganti dengan metode pengembangan kemampuan murid dalam pengamatan, analisis dan penalaran.
Menurut Thaha Husein, politik adalah sesuatu dan adalah sesuatu yang lain, oleh karena itu jika Mesir ingin maju ia harus mensekulerkan (menganggap sebagai masalah dunia) sistem politik dan tidak selalu mensakralkan,
Referensi Makalah®
*Berbagai sumber
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, "sekular" diartikan sebagai bersifat duniawi atau kebendaan, bukan bersifat keagamaan atau kerohanian, sehingga "sekularisasi" berarti membawa ke arah kecintaan kehidupan dunia, norma-norma tidak perlu didasarkan pada ajaran agama.
Di dunia Islam istilah "sekular" ini pertama kali dipopelerkan oleh Zia Golkap (1875-1924 M), sosiolog terkemuka dan teoritikus nasionalis Turki. Sekularisasi di Barat berawal dari pemisahan ilmu, politik dan masalah dunia dari agama dan berakhir dengan terlepasnya ilmu dari gereja. Sedangkan sekularisasi dalam Islam berawal dari melepaskan umat dari ikatan-iakatan tradisi termasuk ajaran agama yang merupakan pemahaman para pendahulu dan berakhir dengan kembali kepada al-Qur'an dan Hadis.
Sekularisasi dalam gagasan Thaha Husein, sangat berbeda dengan sekularisasi yang terjadi di Barat. Sekularisasi dalam gagasan Thaha Husein merupakan suatu proses untuk melepaskan umat dari taklid buta, ikatan-iakatan tradisi serta kembali menggali hal-hal yang esensi yang ada dalam al-Qur'an dan hadis. Sedangkan sekularisasi di Barat bertitik tolak pada pemisahan dunia termasuk dunia politik dan ilmu dari agama yang berakhir dengan terlepasnya ilmu dari gereja.
Gagasan Thaha Husein yang dipandang sekularistik adalah sebagai berikut : Tujuan hidup manusia menurut Thaha Husein adalah untuk menegakkan peradaban. Jika umat Islam ingin maju menurutnya, mereka harus mengambil peradaban Eropa dan harus menjadi orang Eropa.
Secara garis besar, hakekat peradaban modern itu adalah aspek ilmu dan teknologi serta aspek manusia dan berbagai implikasinya meliputi kehidupan rasional, etos kerja yang tinggi, demokrasi dan kebebasan berpendapat serta inisiatif pribadi yang ada pada setiap individu. Peradaban Barat modern, khususnya aspek ilmu dan teknologi telah terlihat sedemikian jauh mempengaruhi manusia, sebab dengan tibanya zaman teknik, maka umat manusia tidak lagi dihadapkan kepada persoalan kulturnya sendiri secara terpisah tetapi telah menuju kepada masyarakat global.
Penggunaan sepenuhnya teknologi di satu bagian dunia tidak lagi dapat dibatasi pengaruhnya hanya kepada tempat itu saja, tetapi merambah ke seluruh muka bumi yang mencakup budaya manusia tanpa dapat dihindari sama sekali.
Dalam gagasan Thaha Husein memperhadapkan umat Islam dengan peradaban Barat bukan berarti penghadapan antara dua tempat, yaitu Asia dan Eropa, Timur dan Barat atau Islam dan Kristen, tetapi adalah penghadapan antara pemegang kejayaan yang gemilang di masa lalu. Bidang pendidikan Thaha Husein mengkritik al-Azhar sebagai perguruan tinggi yang pada waktu itu merupakan benteng pertahanan konservatisme dan cara berpikir kuno, tidak memberikan kebebasan berpikir bagi manusianya. Ia juga mengkritik pemerintah karena kurang atau lemahnya perhatian terhadap pendidikan.
Berdasarkan dari situlah, Thaha Husein menggagaskan agar sistem pendidikan Mesir harus didasarkan pada sistem dan metode Barat sejak tingkat menengah sampai ke perguruan tinggi, demikian juga dalam metode penelitiannya. Sebagai realisasi dari gagasan–gagasannya itu terlihat ketika ia diangkat menjadi Menteri pendidikan Mesir tahun 1950-1952 M., program pokoknya adalah memberantas buta huruf, memperbanyak jumlah sekolah dan perbaikan kurikulum.
Pada sisi lain, ia memperjuangkan pendidikan universal baik laki-laki maupun perempuan. Inovasi yang lain yang dilakukannya adalah menambah fakultas sekuler di al-Azhar yang sebelumnya hanya terdiri dari fakultas agama. Fakultas-fakultas tersebut di antaranya: pendidikan, kedokteran, perdagangan, management, sains dan industri, pertanian, farmasi.
Di samping itu dibangun pula fakultas putri yang kelak menjadi universitas al-Azhar putri. Lebih jauh lagi, Thaha Husein melakukan perubahan proses belajar mengajar yang menyebabkan perubahan peran guru, yang tadinya didasarkan pada mengingat, kini diganti dengan metode pengembangan kemampuan murid dalam pengamatan, analisis dan penalaran.
Menurut Thaha Husein, politik adalah sesuatu dan adalah sesuatu yang lain, oleh karena itu jika Mesir ingin maju ia harus mensekulerkan (menganggap sebagai masalah dunia) sistem politik dan tidak selalu mensakralkan,
Referensi Makalah®
*Berbagai sumber