Al-ahruf al-Muqatta’ah dalam Logika Orientalis
Pada: September 12, 2011
Seorang orientalis kenamaan, Sprenger melihat bahwa huruf-huruf yang paling menonjol dalam firman Allah: لايمسه الا المطهرون ialah س , ط dan م selanjutnya huruf “ ط ” yang paling menonjol di dalam lafaz المطهرون, sedangkan huruf “ س ” dan “ م ” merupakan dua huruf yang paling kuat di dalam lafaz يمسه.Dengan demikian Sprenger membalik kalimat firman Allah tersebut dengan mendahulukan lafaz المطهرون dan membelakangkan lafaz يمسه. Blachere di dalam bukunya berjudul al-Madkhal ila Dirasat al-Quran (Pengantar Studi tentang al-Quran) mengatakan bahwa orientalis bernama Loth, sekalipun ia berhati-hati, namun mau juga ia mengikuti pendapat Sprenger yang sama sekali tidak berdasar itu.
Dalam pada itu Schwally mengemukakan bahwa huruf awalan surat-surat itu tidak lain dari huruf-huruf depan atau huruf-huruf belakang dari nama-nama para sahabat nabi yang memiliki naskah surat-surat tertentu. Misalnya, huruf sin adalah huruf depan dari nama Sa’ad Ibn Abi Waqqash, mim adalah huruf depan dari nama al-Mughirah, huruf mim adalah huruf belakang dari nama Usman Ibn Affan, huruf ha (berat) adalah huruf depan dari nama Abu Hurairah dan seterusnya.
Namun sebaliknya Buhl bersama Loth dan Bauer menganggap mustahil jika orang-orang yang beriman terkenal kezuhudannya dan ketakwaannya memasukkan unsur-unsur selain al-Quran ke dalam kitab suci. Tidak seorangpun berani berbuat gegabah semacam itu kecuali orang yang sangat lemah imannya dan amat tipis keyakinannya. Ia mengatakan: “Bagaimana juga tidaklah masuk akal sama sekali jika orang-orang yang mempunyai mushaf sendiri-sendiri itu menghadirkan nama-nama mereka dengan huruf-huruf depan namanya masing-masing, kendatipun mereka sadar tidak bermaksud selain itu”.
Lebih lanjut ia menyatakan bahwa kaum Muslimin yang bertakwa dan memandang tiap upaya menembus rahasia awalan surah-surah itu sebagai kegiatan yang sia-sia, mereka itu tidak diragukan lagi adalah orang-orang yang cerdas dan ahli hikmah.
Al-Ahruf al-Muqaththa’ah Pertanda Kelestarian Umat.
Suhaili berpendapat bahwa jumlah huruf yang mengawali surah-surah setelah dihapus ulangan-ulangannya mengisyaratkan kelestarian umat Islam. Sedangkan al-Khuwayyi mengemukakan bahwa para ulama menarik pengertian dari firman Allah الم غلبت الرومbahwa Bait al-Maqdis (Yerussalem) akan ditaklukkan oleh kaum muslimin pada tahun 583 H, dan ternyata hal itu terjadi sebagaimana yang telah difirmankan Allah. Al-Izz ibn Abd al-Salam meriwayatkan bahwa Ali ibn Abi Thalib ra. memperoleh pengertian tentang akan terjadinya peperangan dengan Muawiyah dari huruf-huruf awalan ha (ringan), mim, ‘ain, sin, qaf .
Hikmah Dibalik Keberadaan Fawatih al-Suwar
Berbagai penafsiran diatas semuanya tidak berdasarkan hadits dan hanya spekulasi dengan berbagai kelemahan yang ada. Walaupun demikian, kita patut menghargainya sebagai hasil ijtihad untuk mengungkapkan “misteri” yang ada dalam al-Quran. Penulis lebih cenderung kepada riwayat yang dikemukakan oleh para ahli hadits yang menukilkan riwayat dari ibnu Mas’ud dan Khulafau’ al-Rasyidin bahwa huruf-huruf awalan dalam al-Quran merupakan simbol-simbol yang tertutup dan mengandung rahasia yang terselubung yang dikhususkan pengetahuannya kepada Allah.
al-Quran adalah sebagai petunjuk bagi umat manusia, oleh karena itu seluruh ayat-ayat yang terkandung di dalamnya mengandung hikmah tidak terkecuali pada Fawatih al-Suwar. Kalaupun ada ayat-ayat yang tidak mampu dimaknai secara pasti oleh ulama, itu bukan berarti sama sekali tidak memberi hikmah pada manusia.
Hikmah keberadaan Fawatih al-Suwar di dalam al-Quran dimana akal tidak mampu untuk mengetahuinya adalah sebagai berikut:
1) Memperlihatkan kelemahan akal manusia.
Akal merupakan anggota badan yang mulia dan mampu meyakini keberadaan ayat-ayat mutasyabih. Ayat-ayat mutasyabih merupakan sarana bagi penundukan akal bagi manusia, karena dengan begitu mereka pasti sadar akan ketidakmampuan akalnya untuk mengungkapkan ayat-ayat mutasyabih terutama pada Fawatih al-Suwar.
2) Membuktikan kemukjizatan al-Quran.
Tak seorangpun yang mampu mendatangkan atau membuat susunan perkataan yang menyerupai al-Quran. Walaupun al-Quran diturunkan dalam bahasa Arab, sedangkan bangsa Arab tidak dapat menandingi al-Quran yang diturunkan dalam bahasa mereka sendiri.
3) Mendorong umat untuk giat belajar, tekun menalar, dan rajin meneliti dalam mengungkap misteri dan rahasia al-Quran, termasuk keberadaan Fawatih al-Suwar.
4) Sebagai salah satu metode dakwah, yaitu merupakan sanggahan dengan cara yang baik terhadap Ahli Kitab atau untuk menarik perhatian kaum Musyrikin.
Referensi Makalah®
*Berbagai sumber