Biografi al-Kindi
Pada: September 13, 2011
Al-Kindi dilahirkan di Kufah tahun 185 H/801 M dan meninggal di Baghdad tahun 256 H/ 869 M. Ia adalah filsuf besar pertama Arab dan Islam. Nama lengkapnya adalah Abu Yusuf Ya’qub bin Ishak bin Sabah bin Imran bin Ismail bin Muhammad bin al-Asy’ats bin Qais al-Kindi. Nama al-Kindi berasal dari nama salah satu suku arab yang besar sebelum Islam, yaitu suku Kindah. Ayahnya bernama Ibnu as-Sabah pernah menjabat sebagai gubernur Kufah pada masa al-Mahdi (755–785 M) dan Harun al-Rasyid (786–809 M). Kakeknya, Asy’ats bin Qais, dikenal sebagai sahabat Nabi Muhammad SAW. Kalau nasabnya ditelusuri, al-Kindi juga keturunan Ya’rib bin Qathan yang berasal dari daerah arab bagian selatan dan dikenal sebagai raja di daerah Kinadah.
Mengenai pendidikannya di waktu kecil dan guru-gurunya yang telah mengajar ilmu pengetahuan sampai kini tidak diketahui dengan jelas. Tetapi sebagai seorang yang tumbuh dan dibesarkan di Kufah yang merupakan pusat perkembangan ilmu, khususnya ilmu kimia, dan dibarengi dengan kecerdasan dan semangatnya dalam menggali ilmu pengetahuan, maka tidaklah mengherankan bila al-Kindi berhasil menguasai banyak ilmu pengetahuan. Ada suatu riwayat menyebutkan bahwa ia pernah tinggal di Basrah dan belajar di Baghdad ketika ia telah dewasa, serta mendapat lindungan dari Khalifah al-Ma’mun (813–833 M) dan Khalifah Mu’tasim (833–842 M). Sebagai orang yang beraliran Mu’tazilah, maka ia mulai belajar filsafat di Baghdad, dan pada masa itu adalah masa penerjemahan buku-buku yunani dan al-Kindi juga turut aktif dalam gerakan penerjemahan itu.
Al-Kindi hidup di peristiwa mihnah yang memperdebatkan tentang kemakhlukan al-Quran. Dan ia mengadopsi pemikiran Mu’tazilah. Dan ia juga banyak berhubungan dengan khalifah diwaktu itu,khususnya al-Mu’tashim khalifah kedua bani ‘Abbas yang beraliran Muktazilah yang menjadikan Aqidah resmi bagi pemerintahan.
Al-Kindi adalah fisuf yang berbangsa arab dan dipandang sebagai filsuf muslim pertama. Memang, secara etnis al-Kindi lahir dari keluarga berdarah arab yang berasal dari suku Kindah, salah satu suku besar dari daerah jazirah arab selatan. Di antara kelebihan al-Kindi adalah menghadirkan filsafat yunani pada kaum muslimin setelah terlebih dahulu meng-Islamkan pikiran-pikiran asing tersebut.
Al-Kindi telah menulis hampir seluruh ilmu pengetahuan yang berkembang pada saat itu. Tetapi di antara dari sekian banyak ilmu, ia sangat menghargai matematika. Hal itu disebabkan karena matematika bagi al-Kindi adalah mukadimah bagi siapa saja yang ingin mempelajari filsafat. Mukadimah itu begitu penting sehingga tidak mungkin bagi seseorang untuk mencapai keahlian dalam filsafat tanpa terlebih dahulu menguasai matematika. Matematika disini meliputi tentang bilangan, harmoni, geometri, dan astronomi. Tetapi yang paling utama dari seluruh cakupan matematika disini adalah ilmu bilangan atau aritmatika karena jika bilangan tidak ada, maka tidak akan ada sesuatu apapun. Disini kita bisa melihat samar-samar pengaruh filsafat Pitagoras.
Filsafat al-Kindi adalah mencari kebenaran dengan menggunakan filsafat merupakan usaha paling tinggi dan mulia terutama tentang filsafat metafisika yaitu guna mengetahui kebenaran. Sebab kebenaran dari segala kebenaran yaitu yang maha satu / Allah.
Corak dan bentuk filsafat al-Kindi tidak banyak diketahui karena buku-bukunya tentang filsafat banyak yang hilang. Baru pada zaman belakangan, para peminat filsafat menemukan kurang lebih 20 risalah al-Kindi dalam tulisan tangan. Mereka yang berminat besar menelaah filsafat Islam, baik kaum orientalis barat maupun orang-orang Arab sendiri, telah menerbitkan risalah-risalah tersebut. Dengan demikian, orang mudah menemukan kejelasan mengenai posisi dan paham al-Kindi dalam filsafatnya. Menurut al-Kindi, filsafat adalah pengetahuan kepada yang benar (knowledge of truth). Al-Quran yang membawa argumen-argumen yang lebih meyakinkan dan benar tidak mungkin bertentangan dengan kebenaran yang dihasilkan filsafat. Bertemunya agama dan filsafat dalam kebenaran dan kebaikan sekaligus menjadi tujuan dari keduanya.
Dengan demikian, menurut al-Kindi, orang yang menolak filsafat berarti mengingkari kebenaran. Dia mengibaratkan orang yang mengingkari kebenaran tersebut tidak jauh berbeda dengan orang yang memperdagangkan agama, dan orang itu pada hakekatnya tidak lagi beragama karena ia telah menjual agamanya. Pada beberapa hal, al-Kindi sependapat dengan filosof terdahulunya seperti Plato dan Arisoteles. Namun, dalam hal-hal tertentu, al-Kindi mempunyai pandangannya sendiri.
Para sejarawan sepakat untuk menempatkan al-Kindi sebagai seorang muslim pertama yang mempelajari filsafat. Selain seorang filosof, al-Kindi juga dikenal juga sebagai penerjemah terbaik di masanya. Sepeninggal al-Kindi, muncullah filosof-filosof muslim kenamaan yang terus mengembangkan filsafat. Di antara mereka adalah al-Farabi, Ibnu Sina, Ibnu Rusyd, Jamaluddin al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Muhammad Iqbal.
Menurut George Atiyeh karya-karya tulis Al-Kindi dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan mencapai sebanyak 270 risalah. Risalah-risalah itu, baik oleh Ibnu Nadim maupun Qifthi, dikelompokkan dalam 17 kelompok, yaitu: 1. Filsafat, 2. Logika, 3 . Ilmu hitung, 4. Globural, 5. Musik, 6. Astronomi, 7. Geometri, 8. Sperikal, 9. Medis, 10. Astrologi, 11. Dialektika, 12. Psikologi, 13. Politik, 14. Meteorologi, 15. Dimensi, 16. Benda-benda pertama, 17. Spesies tertentu logam dan kimia.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Abdullah A. Talib, Filsafat Umum, Makassar; Anugrah Mandiri, 2008. Ahmad Zainul Hamdi, Tujuh Filsuf Muslim Pembuka Pintu Gerbang Filsafat Barat Modern, Yogyakarta; Pustaka Pesantren, 2004, Ibrahim Madkur, Fi al-Falsafati al-Islâmiyati, Mesir; Dârul ma’ârif, Muhaimin, et al., eds., Kawasan dan Wawasan Studi Islam, Jakarta; Prenada Media, 2005, Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam,Jakarta ; Ichtiar Baru Van Hoeve.