Dialektika Ahli Tafsir tentang al-Ahruf al-Muqatt'ah
Pada: September 12, 2011
Masalah paling rumit yang dihadapi oleh para peneliti al-Quran adalah bagaimana memahami huruf-huruf yang terdapat pada pembukaan-pembukaan surah. Para ahli tafsir dari kalangan sahabat dan orang-orang setelah mereka sampai sekarang masih diliputi berbagai perbedaan pendapat dalam menafsirkannya, dan belum terungkap maknanya secara pasti.
Menurut imam al-Suyuti, pembukaan-pembukaan surat atau huruf-huruf potongan (al-Ahruf al-muqatt’ah) termasuk ayat-ayat mutasyabihat. Sebagai ayat-ayat mutasyabihat, para ulama berbeda pendapat lagi dalam memahami dan menafsirkannya. Pada garis besarnya dapat dibagi dua:
Pertama, Pendapat ulama yang memahaminya sebagai rahasia yang hanya diketahui oleh Allah. Para ahli hadis mengetengahkan sebuah riwayat berasal dari Ibnu Mas’ud dan empat orang Khulafa’ al-Rasyidin bahwa mereka itu berpendapat bahwa huruf-huruf awalan yang sesungguhnya adalah ilmu yang tertutup dan mengandung rahasia yang terselubung yang dikhususkan Allah. Sehingga orang yang berusaha mendalami maknanya tidak dapat memperoleh pengertian yang pasti. Mereka hanya menguraikan menurut pandangan masing-masing. Kedua, Pendapat yang memandang huruf-huruf di awal surah-surah ini sebagai huruf-huruf yang mengandung pengertian yang dapat dipahami oleh manusia. Karena itu, penganut pendapat ini memberikan pengertian dan penafsiran terhadap huruf-huruf tersebut.
Berikut ini akan dikemukakan penafsiran ulama terhadap al-Ahruf al-Muqatta’ah dalam fawatih al-suwar.
1. Al-Ahruf al-Muqatta’ah sebagai Asma’ dan Qasm Allah.
Dari Ibnu Abbas tentang firman Allah الم, berkata Ibnu Abbas: “Aku Allah lebih mengetahui”, tentang المص, berkata Ibnu Abbas: “Aku Allah memperinci”, dan tentangالر, berkata Ibnu Abbas: “Aku Allah melihat”, (Diriwayatkankan oleh Ibnu Abi Hatim dari Abu Duha).
Dari Ibnu Abbas tentang كهيعص, ia berkata: “Kaf dari Karim (Pemurah), ha dari Hadin (Pemberi Petunjuk), ya dari Hakim (Bijaksana), ‘ain dari ’Alim (Maha Mengetahui), dan sad dari Sadiq (Yang Benar)”.
Dari Ibnu Abbas, ia berkata طسمص, الم, dan yang seumpamanya adalah sumpah yang Allah bersumpah dengannya, dan merupakan nama-nama Allah juga”. (diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan lainnya dari Ali Ibn Abi Thalhah).
Sebagian ulama berpendapat bahwa huruf ini merupakan peringatan-peringatan (tanbihat). Akan tetapi, di sini tidak digunakan kata-kata yang biasa digunakan dalam bahasa Arab seperti الا dan اما karena kata-kata ini termasuk lafal yang sudah biasa dipakai dalam percakapan. Sedangkan al-Qur’an adalah kalam yang tidak sama dengan kalam biasa sehingga digunakan alif (أ) sebagai peringatan (tanbih) yang belum pernah digunakan sama sekali sehingga lebih berkesan kepada pendengar.
Sebagaimana diketahui, surah-surah yang diawali huruf-huruf terpisah semuanya adalah surah-surah Makkiyah, kecuali al-Baqarah dan Ali-‘Imran. Surah-surah Makkiyah adalah dakwah kepada kaum Musyrikin agar mereka mau mempercayai Muhammad (kenabian Muhammad saw) dan wahyu sebagai kebenaran. Sedangkan al-Zahrawan(penamaan khusus bagi dua surah, yaitu al-Baqarah dan Al-‘Imran), keduanya Madaniyah yang merupakan sanggahan dengan cara baik terhadap ahl al-Kitab. Huruf-huruf terpisah yang mengawali semua surah tersebut cukup menarik perhatian kaum musyrikin dan ahl al-Kitab agar mereka mendengarkan semua yang disampaikan Rasullullah saw. Hal itu dimaksudkan agar orang-orang Arab mengerti dengan jelas bahwa al-Qur’an itu diturunkan dengan huruf-huruf yang mereka kenal. Ini merupakan teguran keras bagi mereka dan sekaligus juga membuktikan ketidak mampuan mereka membuat semisal al-Qur’an.
2. al-Ahruf al-Muqatta’ah dalam Perspektif sebagian Syiah dan Sunni
Sebagian ulama Syiah telah menyusun fawatihsurat-surat al-Qur’an dengan mengenyampingkan perulangannya menjadi satu kalimat yang berbunyi “صراطعليحقنمسكه” jalan yang ditempuh Ali adalah kebenaran yang harus dipegang teguh.”
Tampaknya, pemahaman ini bertujuan untuk memperkuat dakwaan mereka bahwa Ali sebagai Imam mereka. Karena itu pula, sebagian ulama Sunni membantahnya dengan menyusun kalimat yang mengandung pengertian yang memihak kepada Sunni dari huruf-huruf yang sama: “صحطريقكمعالسنة” Telah benar jalanmu bersama sunnah”.
Penafsiran seperti ini (juga termasuk di dalamnnya penafsiran Ali Nashuli al-Thahir) dilakukan dengan cara ilmu hisab yang dikenal dengan sebutan “Addu Abi Jad”. Ibnu Hajar al-Asqalani menegaskan bahwa cara pemahaman seperti ini batal dan tidak dapat diberpegangi sebab terdapat riwayat yang sahih dari Ibnu Abbas tentang larangannya menggunakan “Addu Abi Jad” dan mengisyaratkan pula bahwa yang demikian itu masuk golongan sihir, tak ada sama sekali dasarnya dalam syari’at.
3. al-Ahruf al-Muqatta’ah dalam Mukasyafah Sufi.
Ibnu 'Arabi berpendapat bahwa awal-awal surah yang majhulah (tidak diketahui) hakikatnya hanya dapat diketahui oleh orang yang dapat memahami makna-makna dan bentuk yang dapat dipahami dengan akal. Allah menjadikan permulaan-permulaan surat yang tidak dipahami itu pada 29 surat. Ini adalah kesempurnaan bentuk dan yang ke- 29 itulah sumbu falak dan merupakan ‘illat wujud-nya dan itulah surah Al-‘Imran (alif-lam-mim-Allah). Sekiranya tidak demikian, tentunya tidak yang ke-28 itu. Jumlahnya mengulangi huruf-huruf tersebut adalah 78 huruf. Maka yang delapan ini merupakan hakikat kalimat “bidl’un”, yang terdapat dalam sabda Rasulullah saw: al-Iman bid’un wasab’una”, huruf-huruf ini ada 78. karena itu tidak seorang hamba pun dapat menyempurnakan rahasia-rahasia imam hingga ia mengetahui hakikat huruf-huruf ini pada surat-suratnya.
Cara penakwilan tasawuf tampak mencerminkan pandangan yang didasarkan pada selera kebatinan (dimensi esoterik) yang kerahasiaannya terselubung di dalam peristilahan mereka yang serba misteri. Wallahu a'lam.
Referensi Makalah®
*Dikutip dari berbagai sumber