Peletakan dan Penyusunan (tartib) Surah al-Quran
Pada: September 13, 2011
Para ulama telah sepakat tentang peletakan dan penyusunan (baca: tartib) ayat al-Quran merupakan tauqifi. Akan tetapi mengenai tartib surah, terjadi perbedaan pemahaman. Di kalangan ulama terdapat tiga pendapat mengenai perbedaan tartib surah dalam al-Quran.
Pertama, tartib surah al-Quran seperti yang ada sekarang ini bukanlah merupakan tauqĭfi, melainkan ijtihad para sahabat. Jumhur ulama yang berpendapat seperti ini di antaranya Imam Malik dan al-Qadhi Abu Bakar.
Di antara dalil yang menunjukkan bahwa tartib surah merupakan hasil ijtihad para sahabat adalah adanya perbedaan tartib surah dalam mushaf para sahabat tentang urutan tartib surah-surahnya. Misalnya mushaf Ali disusun menurut tartib turunnya, yakni dimulai dengan surah ‘Iqra (al-Alaq), kemudian al-Mudassir, lalu Nun, Qalam, al-Muzammil, dan seterusnya hingga akhir surah al-Makki dan al-Madani. Dalam mushaf Ibnu Mas’ud yang pertama ditulis adalah surah al-Baqarah, kemudian an-Nisa dan kemudian Ali ‘Imran. Sedangkan dalam mushaf Ubay yang pertama di tulis ialah al-Fatihah, Al-Baqarah, an-Nisa, kemudian Ali ‘Imran.
Alasan yang lain adalah bahwa Usman pernah ditanya mengapa surah al-Bara’ah tidak dimulai dengan basmalah. Ia menjawab bahwa isinya sama dengan surah sebelumnya, surah al-Anfal dan nabi tidak sempat menjelaskan tempat surah tersebut sampai wafatnya. Karena itu ia meletakkannya setelah surah al-Anfal.
Kedua, pendapat yang mengatakan bahwa tartib surah merupakan tauqĭfi dan ditangani langsung oleh Nabi sebagaimana diberitahukan Jibril atas perintah Allah swt. Dengan demikian al-Quran pada masa Nabi sudah tersusun surah-surahnya secara tartib seperti tartib yang sekarang ini, yaitu mushaf Usman yang tak ada seorang sahabat pun yang menentangnya. Ini menunjukkan telah terjadi kesepakatan (ijma’) atas tartib surah tanpa suatu perselisihan apa pun.
Alasan yang mendukung pendapat ini adalah bahwa Rasulullah telah membaca beberapa surah secara tartib di dalam salatnya. Seperti yang diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah bahwa Nabi pernah membaca beberapa surah mufassal dalam satu rakaat.
Ketiga, pendapat yang mengatakan bahwa sebagian surah itu tartibnya tauqĭfi dan sebagian lainnya adalah ijtihad para sahabat. Akan tetapi mereka berbeda pendapat tentang surah yang termasuk tauqĭfi dan yang termasuk ijtihad para sahabat. Hal ini terdapat dalil yang menunjukkan tartib sebagian surah dalam al-Qur’an pada masa Nabi. Diriwayatkan:
أَنَّ رَسُوْلُ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قاَلَ: إِقْرَأُوْاالزَّهْرَوَيْنِ :اَلْبَقَرَةَ وَآلِ عِمْرَنَ. (رواه مسلم)
Bahwa Rasulullah berkata: bacalah olehmu dua surah yang bercahaya, al-Baqarah dan Ali ‘Imran. (H. R. Muslim)
Meskipun setiap pendapat memiliki alasan masing-masing, akan tetapi keabsahannya diragukan. Pendapat yang mengatakan bahwa tartib surah merupakan hasil ijtihad para sahabat tampak tidak kuat. Riwayat yang mengatakan bahwa sebagian para sahabat yang pernah mendengar Nabi membaca surah berbeda dengan tartib mushaf yang sekarang dan adanya catatan mushaf sahabat yang berbeda bukanlah riwayat yang mutawātir. Selain itu tidak adanya jaminan bahwa semua sahabat yang memiliki mushaf selalu bersama Nabi ketika turun satu ayat al-Quran. Sehingga kemungkinan tidak utuhnya tartib surah pada mushaf sahabat sangat besar.
Keterangan bahwa Nabi tidak sempat menjelaskan letak surah al-Baraáh sehingga Usman yang menempatkannya sebelum surah al-Anfal adalah riwayat yang lemah, baik dari segi sanad ataupun matannya. Sebab periwayat Yazid al-Farizi pada sanadnya dinilai majhul oleh Bukhari dan Ibnu Katsir.
Demikian juga pendapat yang mengatakan bahwa tartib surah sebagiannya tauqĭfi dan sebagiannya lagi ijtihad juga tidak kuat. Keterangan tentang hal ini hanya berpusat pada nash-nash yang menunjukkan tartib tauqĭfi. Adapun bagian ijtihadi tidak bersandar pada dalil yang menunjukkan tartib ijtihad. Sebab, ketetapan yang tauqĭfi dengan dalil-dalilnya tidak berarti yang selain itu adalah hasil ijtihad.
Penulis berpendapat, bahwa urutan surah dan ayat dalam al-Quran merupakan tauqifi, hal ini juga disebutkan dalam hadis Rasulullah yang diriwayatkan secara mutawatir bahwa setiap tahunnya Jibril turun ke bumi untuk mendengarkan hapalan al-Quran Nabi. Dan urutan tersebut sama dengan urutan surah dan ayat yang ada pada mushaf yang diperpegangi kaum muslimin. Jika terjadi kesalahan dalam urutan tersebut tentunya Jibril akan menegur Rasulullah jika urutan tersebut berbeda dengan urutan sebelumnya, terlebih lagi mejelang wafatnya Jibril mendengarkan hafalan Rasulullah sebanyak 2 kali.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Izzan, Ahmad, Ulumul Quran. edisi revisi. Bandung: Tafakur, 2009, Al-Munawwar, Said Agil AlQur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki. Jakarta: Ciputat Press, 2003, As-Suyuti, Imam Jalaluddin Al-Itqān fi ‘Ulūm Al-Qur’an, terj. Tim Editor Indiva, Studi Al-Qur’an Komprehensif. Solo: Indiva Pustaka, 2008.