Jual Beli Kredit dalam Perspektif Hukum Islam (1)
Pada: October 26, 2011
Istilah jual beli kredit dalam kajian disiplin ilmu fikih, agaknya tidak pernah menempati posisi pembahasan yang mandiri, komprehensif dan integral. Oleh karena itu, wajar jika dalam berbagai literatur tak satu pun yang mengungkapkan pengertian istilah tersebut secara terminologi.
Meski demikian, penulis menganggap penting untuk mengemukakan pengertian istilah ini, baik dari satu sisi literal maupun dalam konteks peristilahan fikih, tentu saja sebatas kemampuan penulis. Hal ini diharapkan menjadi wacana awal dalam memahami persoalan yang tengah kita bahas.
Jual beli kredit dengan tambahan harga yang dalam istilah fikih dikenal dengan nama البيع لأجل مع زيادة الثمن او البيع بالتقسيط
Kata al-bai’ adalah masdar dari kata kerja باع، يبيع، بيعا، ومبيعا yang berarti lawan dari membeli atau menyerahkan barang dan menerima harganya. Secara etimologi al-bai’ berarti menjual dan membeli.
Defenisi al-bai’ secara terminologi sebagaimana dikemukakan oleh Sayyid Sabiq adalah :
يراد البع شرعا مبادلة مال بمال على سبيل الترضى او نقل ملك بعوض على الوجه الماذون فيه“Yang dimaksud dengan jual beli menurut syara’ adalah saling menukar harta dengan harta secara suka sama suka, atau pemindahan hak milik dengan adanya penggantian menurut cara yang dibolehkan”.
Selanjutnya, Wahbah al-Zuhaili memberikan pengertian bahwa yang dimaksud dengan jual beli disini adalah suatu akad (transaksi) yang terdiri dari ijab qabul”.
Dari defenisi di atas, dapat dikemukakan beberapa hal tentang jual beli:
- Jual beli adalah satu bagian muamalah berbentuk transaksi.
- Jual beli tersebut diwujudkan dengan ijab qabul.
- Jual beli yang dilaksanakan tersebut bertujuan atau dengan motif mencari keuntungan.
Sedangkan pengertian kredit adalah sesuatu yang dibayar secara berangsur-angsur, baik itu jual beli maupun dalam pinjam meminjam.
Adapun yang dimaksud dengan baiy’ al-ajal adalah jual beli dengan pembayaran tidak tunai. Pembayarannya mungkin diangsur, mungkin sekaligus setelah tenggang waktu habis, atau mungkin pula ada uang muka. Jadi dapat dipahami bahwa jual beli al-ajal merupakan transaksi yang berlangsung dimana tidak serentaknya akad dengan pemberian harga atau penyerahan barang, dan tentunya atas kesepakatan bersama.
Adapun pengertian Taqsith secara bahasa adalah membagi-bagi sesuatu dan memisah-misahkannya menjadi beberapa bagian yang terpisah.
Sedangkan menurut istilah (terminologi) Bai’ bi-Taqsith telah menjual sesuatu dengan pembayaran yang diangsur dengan cicilan tertentu, pada waktu tertentu dan lebih mahal daripada pembayaran kontan.
Muhammad Aqlah Ibrahim berpendapat bahwa, ada beberapa pedoman yang dapat dijadikan pegangan dalam memahami maksud bai’ bit taqsith secara syar’i. Pertama, seorang pedagang menjual barang dagangannya secara muajjalah-kredit-dengan ketentua harga lebih tinggi daripada secara tunai. Kedua, taqsith ialah membayar hutang dengan berangsur-angsur pada waktu yang telah ditentukan. Ketiga, pembayaran yang diangsur ialah sesuatu yang pembayarannya dipersyaratkan diangsur dengan cicilan tertentu pada waktu tertentu pula.
Kepustaakaan:
Imam al-Hafizh Abu Dawud Sulaiman bin Asy’ats, Sunan Abi Dawud, kitabul buyu’, no. 3461, jilid 3, di Tahqiq oleh Muhammad Muhyiddin Abdul Hamid, Mekkah: Dar al-Baz, t.th. Muhammad bin Ali bin Muhammad Asy-Syaukani, Nail al-Authar, Riyadh: al-Risalah al-Ammah li al-Darat al-Buhuts al-Ilmiyah wa al-Ifta’, t.th. As-Syaikh Nashirudin al-Albani, As-Shahihah, Riyadh: Maktabah al-Ma’arif, t.th. Abu Isa Surah bin Isa, Sunan Turmudzi, Beirut: Dar al-Ihya’ al-Turats al-Arabi, t.th.