Pengaruh al-Muwathta' Malik terhadap Perkembangan Hadis
Pada: November 06, 2011
Sejak pertama kitab al-Muwaththa’ Malik disusun oleh Imam Malik, sejak itu pula memiliki pengaruh terhadap ulama, terutama pakar hadis ketika itu. Khalifah Ja’far al-Manshur atas usulan Muhammad al-Muqaffa, keduanya ulama dan pakar hadis di masa Imam Malik, setelah melihat adanya pertentangan di masyarakat dalam masalah khilafiyah, justru meminta Imam Malik untuk menyodorkan karyanya (al-Muwaththa), dan dengan demikian karya hadis ini dijadikan sebagai acuan utama dalam menyusun undang-undang di Madinah.
Tentang penamaan kitab
al-Muwaththa’ Malik adalah orisinil berasal dari Imam Malik sendiri, ternyata juga turut berpengaruh. Hal ini dapat dilihat pada persoalan tentang mengapa kitab tersebut dinamakan
al-Muwaththa’ Malik dan ada beberapa pendapat yang muncul. Pertama, sebelum kitab itu disebarluaskan, Imam Malik telah menyodorkan karyanya ini di hadapan para 70 ulama fikih Madinah dan mereka menyepakatinya. Dalam sebuah riwayat al-Suyuti menyatakan : “Imam Malik berkata, Aku mengajukan kitabku ini kepada 70 ahli fikih dan ahli hadis Madinah, mereka semua setuju denganku atas kitab tersebut, maka aku namai al-Muwaththa’. Kedua, Pendapat yang menyatakan penamaan al-Muwaththa, karena kitab tersebut “memudahkan” khalayak umat Islam dalam memilih dan menjadi pegangan hidup dalam beraktivitas dan beragama. Ketiga, pendapat yang menyatakan penamaan al-Muwaththa’, karena kitab al-Muwaththa’ merupakan perbaikan terhadap kitab-kitab sebelumnya.
Berdasar dari penamaan proses al-Muwaththa’ sendiri sebagaimana disebutkan di atas, secara jelas diketahui bahwa telah mempengaruhi kurang lebih 70 ulama fikih dan ulama hadis di Madinah. Pengaruhnya yang sangat mendalam lagi adalah karena al-Muwaththa’ dapat memudahkan masyarakat dalam upaya menjadikannya sebagai pegangan hidup, dan ternyata al-Muwaththa’ juga telah merevisi dan merenovasi kitab-kitab hadis yang telah mendahuluinya.
Nael J. Colson menyatakan bahwa kitab al-Muwaththa karya Imam Malik menempatkan pandangan dan tradisi ra’y ahlu Madinah yang paling dominan. Jadi dapat dirumuskan bahwa hadis-hadis dalam Kitab al-Muwaththa karya Malik tersebut, kesemuanya diriwayatkan melalui jalur penduduk Madinah. Selanjutnya, bila Kitab al-Muwaththa didudukkan dengan kitab-kitab hadis lainnya, maka kita al-Muwathta’ lah yang paling tua usianya. Ini berarti bahwa pengaruh al-Muwathta’ bukan saja pada pakar hadis yang ada di Madinah, tetapi para pakar hadis di dunia Islam, oleh karena al-Muwathta’ sebagaimana yang berkali-kali disebutkan bahwa dia adalah kitab hadis tertua. Sebagai kitab hadis tertua, tentu saja para generasi sesudahnya banyak merujuk kepadanya.
Di sisi lain, pengaruh positif al-Muwathta’ ini terhadap pakar hadis dapat dilihat dari tanggapan mereka tentangnya. Dalam hal ini Imam al-Syafi'i menyatakan bahwa “di dunia ini, tidak ada lagi kitab setelah al-Quran yang lebih shahih daripada al-Muwathta’. Al-Hafiz al-Muglatay al-Hanfi menyatakan “karya al-Muwaththa oleh imam Malik adalah kitab shahih yang pertama kali”. Waliyullah al-Dahlawi menyatakan al-Muwaththa adalah kitab yang paling shahih, masyhur dan paling terdahulu pengumpulannya.
Sufyān ibn Uyainah dan al-Suyuti mengatakan, seluruh hadis yang diriwayatkan oleh Imam Malik adalah shahih, karena diriwayatkan oleh orang yang terpercaya.
Tidak dapat disangkal bahwa, berbagai pengaruh yang ditimbulkan oleh al-Muwaththa’ karya Imam Malik tersebut, menyebabkannya menjadi ekslusifisme hadis ulama Madinah pada khusus-nya, dan masyarakat Madinah pada umumnya.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Muhammad Muhammad Abū Zahwu, al-Hadis wa al-Muhaddisin, Kairo: Maktabah al-Salafiyah, t.th. Nael J. Colson, The History of Islamic Jaw, diterjemahkan oleh Hamid Ahmad dengan judul Hukum Islam dalam Perspektif Sejarah, Jakarta: Pustaka Progressindo, 1987. Jalāl al-Dīn al-Suyūtiy, Tanwīr al-Hawālik, Syarh al-Muwathta, juz I Bairūt: Dār Ihyā al-Kutub al-‘Arabiyah, t.th.