Bentuk Fundamentalisme- Radikalisme Islam
Pada: January 20, 2012
Berdasarkan kemunculan fundamentalisme Islam, Azyumardi membagi gerakan fundamentalisme menjadi dua tipologi: fundamentalisme pra-modern dan kontemporer, yang ia sebut sebagai neo-fundamentalisme. Fundamentalisme pra-modern muncul disebabkan situasi dan kondisi tertentu di kalangan umat Islam sendiri. Karena itu, ia lebih genuiene dan inward oreirnted yang berorientasi ke dalam diri kaum muslimin sendiri.
Sedangkan fundamentalisme kontemporer bangkit sebagai reaksi terhadap penetrasi sistem dan nilai social, budaya, politik dan ekonomi Barat, baik sebagai akibat kontak langsung dengan Barat maupun melalui pemikir muslim atau rezim pemerintahan muslim yang menurut kaum fundamentalis merupakan perpanjangan tangan Barat.
Dalam bahasa lain, Achmad Jainuri membagi berdasarkan kotegori ini kepada fundamentalisme tradisional dan modern. Ia mencontohkan fundamentalisme yang disebutkan pertama dengan gerakan Wahabi yang muncul pada abad ke-18 di bawah pimpinan Muhammad bin Abdul Wahhab. Sedangkan fundamentalisme modern ia contohkan Jamaah Islam (1941) di Pakistan dan Ikhwanul Muslimin (1928) di Mesir.
Sementara Imam Khatami, mantan Presiden Iran, mengidentifikasi tipologi fundamentalisme ke dalam dua bagian: (1) Fundamentalisme yang ekstrim (ushūliyyah mutharrifah); (2) Fundamentalisme “yang dikehendaki” (ushūliyyah mathlūbah). Potret fundamentalisme yang disebut kedua ini termasuk dalam kategori anjuran agama yang diartikan memegang teguh nilai-nilai dasar yang digariskan Islam, karena itu ia tidak menjadi masalah. Sedangkan yang sering menimbulkan masalah adalah potret fundamentalisme yang disebutkan pertama, karena bahayanya yang menunjukkan dampak ekstrim, yang menyengsarakan umat. Fundamentalisme pertama sangat rawan mengancam stabilitas keamanan bersama, karena nalar yang ekstrim tersebut lahir masih “dibumbuhi” doktrin jihad, yang rumusan doktrin tersebut bagi kelompok ini adalah segala-galanya.
Dalam konteks radikalisme Islam, al-Zastrouw membagi gerakan radikal Islam kepada dua tipologi:
Pertama, gerakan Islam radikal-kritis. Gerakan ini muncul karena adanya tekanan sosial, kesewenang-wenangan, dan ketidakadilan sosial yang dilakukan kolonial terhadap golongan pribumi. Ciri-ciri gerakan ini: (1) Tokoh dan institusi agama hanya menjadi simbol dan instrumen untuk meningkatkan solidaritas dan kohesitas sosial dan tidak memiliki peranan yang dominan; (2) gerakan ini lebih merupakan saluran ketidakpuasan dan frustasi atas realitas dan struktur sosial yang ada; (3) gerakan ini masih memberikan tempat pada tradisi dan kepercayaan lokal. Tidak memperdulikan maslah pemahaman keislaman; (4) gerakan ini tidak memiliki misi dan orientasi ideologis; dan (5) gerakan ini bersifat lokal dan mandiri.
Kedua, Gerakan Islam Radikal-Fundamentalis Ciri-ciri gerakan ini: 1) gerakan ini bersifat ideologis; 2) gerakan ini bersifat anti dialog, eksklusif dan tidak mengenal kompromi; 3) gerakan ini tidak memberikan kesempatan dan ruang pada tradisi dan nilai-nilai lokal, karena dianggap membelokkan ajaran Islam (bid’ah); 4) kelompok ini tidak saja ditujukan kepada orang di luar Islam, tetapi juga ditujukan kepada pemeluk Islam yang tidak sepaham dengan mereka; dan; 5) gerakan ini merupakan kepanjangan tangan dan bagian dari gerakan Islam internasional yang sejenis.
Uraian di atas menunjukkan bahwa tipologi fundamentalisme Islam dapat dilihat dari sisi kurun waktu kemunculannya, dan dapat dilihat dari perspektif ekstrimisitas gerakan. Dapat disebutkan, bahwa kategori kaum fundamentalis Islam dalam aktualisasinya ada yang masih dalam batas-batas normal, namun ada juga yang sudah ekstrim. Tipologi yang disebutkan pertama menghendaki suatu cara hidup yang “lain” yang berbeda dari cara hidup sekuler sehingga menjadi jawaban atas problem keterasingan yang dialami manusia modern. Sedangkan tipologi yang disebutkan terakhir, sangat bertentangan dengan pluralitas bangsa ini. Bahkan, bertentangan pula dengan kehendak Tuhan tentang kebhinekaan dan keberagaman. Tipe fundamentalisme ini memandang kehidupan ini dengan “kacamata kuda”. Merasa paling benar sendiri, paling selamat sendiri, paling hebat sendiri, dan orang lain atau kelompok lain tidak ada yang benar. Fundamentalisme semacam ini yang kemudian melahirkan teror dan konflik di mana-mana.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Azyumardi Azra, Pergolakan Politik Islam: Dari Fundamentalisme, Modernisme hingga Post Modernisme, Jakarta: Paramadina, 1996. http://luluvikar.wordpress.com/2008/04/02/kaum-fundamentalis-dalam-islam/ - _ftn12 . Al-Zasrouw Ng., Gerakan Islam Simbolik: Politik Kepentingan FPI, Yogyakarta: LKiS, 2006.