Guru Profesional dalam Hayalan; Refleksi Kritis PERMENPAN dan RB No. 16 2009 (Bag. 2)
Pada: January 22, 2012
Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan RB (Reformasi Birokrasi) Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, secara otomatis membuat adanya perubahan mendasar dalam teknik perhitungan kenaikan pangkat seorang guru. Penilaian Kinerja Guru ini dinilai lebih berorientasi praktis, kuantitatif dan kualitatif.
Perubahan penting pada sistem penilaian kinerja guru dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 35 2010 (download di sini), menindaklanjuti Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan RB (Reformasi Birokrasi) Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya seperti yang telah disebutkan di atas, adalah pada sisi jenis jabatan dan kepangkatan guru. Pada model penilaian angkat kredit kinerja guru yang baru ini terdapat 4 jenis jabatan dan pangkat guru, yaitu: Guru Pertama untuk golongan III a dan III b; Guru Muda untuk golongan III c dan III d; Guru Madya untuk golongan IV a, IV b, dan IV c; dan Guru Utama untuk golongan IV d dan IV e.
Semakin besar golongan dan jabatan seorang guru, maka semakin besar angka kredit yang wajib diperoleh dari kegiatan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan serta Publikasi Ilmiah / Karya Inovatif (Karya Ilmiahnya).
Adanya sistem penilaian kinerja guru yang baru ini. Seorang guru kini tidak mudah lagi naik pangkat, apalagi yang penilaian kinerjanya berlabel hanya “cukup” saja. Seorang guru tidak bisa lagi mengandalkan pengetahuan lamanya. Pengetahuan guru harus selalu diupdate. Seorang guru kini akan dinilai langsung ketika mengajar di kelas. Kemudian, guru pun harus banyak berlatih menulis untuk hasil karya ilmiahnya karena hal ini merupakan kewajiban yang harus dilakukan sejak seorang guru berpangkat Guru Pertama (golongan III a). Guru harus punya banyak buku untuk referensi penulisan karya ilmiahnya. Intinya, pekerjaan guru menjadi lebih banyak.
Hal yang paling mencemaskan adalah muncul sikap apatis seorang guru yang mungkin saja selama ini terlanjur gembira karena bisa menikmati tunjangan sertifikasi dan fungsionalnya, kini berubah menjadi duka karena ternyata begitu sulitnya untuk urusan kenaikan pangkatnya. Artinya, banyak guru yang harus pasrah dengan pangkat yang disandangnya selama bertahun-tahun.
Celakanya lagi, guru yang tidak dapat memenuhi kewajibannya dalam beberapa kurun waktu tertentu dalam pengumpulan angka kredit untuk kenaikan pangkatnya akan dikenakan sanksi berupa pencabutan tunjangan profesi serta tunjangan fungsionalnya.
Penulis lebih beranggapan bahwa itu merupakan hayalan saja dikarenakan beberapa hal yang semestinya dijadikan pertimbangan. Peraturan Menteri tentunya berlaku untuk seluruh wilayah Negara Republik Indonesia, kecuali hal tersebut diatur dalam poin tertentu atau peraturan khusus tentang itu.
Dalam lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 35 tahun 2010 tentang petunjuk teknis Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya ini (dowload di sini), seakan tidak memperhatikan kondisi sosiologis suatu daerah. Di daerah makassar, batak, atau daerah yang penduduknya bekarakter keras, akan sulit menerima peraturan ini sebagaimana mestinya. Ketika yang menjadi penilai adalah orang yang ditunjuk oleh kepala sekolah atau dari pengawas, maka akan terjadi kongkalikong, atau ancaman terhadap penilai. Bayangkan jika tahun mendapat tunjangan sertifikasi guru, tiba-tiba tahun depan terancam dicabut hanya karena memiliki nilai hasil pemeriksaan dari orang yang mungkin teman sendiri atau orang yang kita kenal, hanya berniai cukup.
Masalah lain, guru yang belum menerima tunjangan serifikasi akan mendapat pola penilaian yang sama denga yang sudah mendapatkan sertifikasi. Hal ini juga akan menimbulkan kesenjangan baru, atau minimal rasa ketidakadilan di antara para guru.
Tulisan di atas menggambarkan sedikit hal dari Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 35 tahun 2010, sebagai tindak lanjut dari Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan RB (Reformasi Birokrasi) Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Jika hal tersebut berjalan sesuai harapan, atau bahasa admin hayalan, maka tentu profesionalisme guru akan seperti yang diharapan pula. Tapi jika, tidak atau peraturan ini akan dipaksakan, maka nasibnya kemungkinan akan sama dengan PP 53 yang faktanya, kebanyakan oknum telah menemukan celah, bagaimana melanggar sebuah aturan dengan aman.
Referensi Makalah®
*Refleksi Admin