Mengetahui Tingkat Kecerdasan Peserta Didik
Pada: January 08, 2012
Upaya untuk mengetahui tingkat kecerdasan telah dilakukan para ahli psikologi, antara lain pada tahun 1890 oleh Cattell dengan istilah mental Test. Pada tahun 1905, Alfred Binet mengembangkan tes intelegensi yang digunakan secara luas, dan berhasil menemukan cara untuk menentukan usia mental seseorang. Usia mental mungkin lebih rendah, lebih tinggi, atau mungkin sama dengan kronologis (usia yang dihitung sejak kelahirannya).
Menurut Thurstone, berdasar pada temuan Spearman, dalam E.Mulyasa mengemukakan teori yang berhasil mengembangkan tes kemampuan dasar mental (Primary Mental Abilities Test) untuk mengetahui tingkat kecerdasan peserta didik, yang meliputi kemampuan-kemampuan berikut:
- Pemahaman kata (verbal comprehendion), yaitu kemampuan untuk memahami ide-ide yang diekspresikan dengan kata-kata.
- Bilangan (number), yaitu kemampuan untuk menalar dan memanipulasi secara matematis.
- Ruang (spatial), yaitu kemampuan untuk memvisualisasikan obyek-obyek dalam bentuk ruang.
- Penalaran (reasoning), yaitu kemampuan untuk memecahkan masalah.
- Kecepatan persepsi (perceptual speed), yaitu kemampuan menemukan persamaan-persamaan dan ketidaksamaan diantara obyek-obyek secara cepat.
Tingkat kecerdasan peserta dididk, mempunyai korelasi yang signifikan terhadap kemampuan belajarnya. Dalam situasi yang sama peserta didik yang mempunyai tingkat kecerdasan tinggi akan lebih sukses dari pada mereka yang memiliki tingkat kecerdasan lebih rendah. Namun demikian tidak selamanya yang mempunyai tingkat kecerdasan tinggi akan berhasil dalam pembelajaran. Hal ini disebabkan banyak faktor yang mempengaruhi secara langsung dan tidat langsung pembelajaran peserta didik.
Dengan demikian, guru ideal semestinya mempunyai pengetahuan tingkat kecerdasan peserta didik yang dihadapi di kelas. Dalam mengorganisir pembelajaran, guru harus memperhatikan taraf kesanggupan mereka, dan merangsang untuk menentukan apa yang terbaik dilakukan untuk dirinya. Belajar dengan penuh makna harus dilaksanakan sesuai kesanggupan dan tujuan peserta didik sendiri dengan prosedur experimental yang berlaku. Berdasar pada itu guru harus memperhatihan faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan kecerdasan peserta didik, antara lain pembawaan, kematangan, pembentukan, minat dan pembawaan khas dan kebebasan.
Till menglasifikasi tingkat kecerdasan peserta didik menjadi beberapa tingkatan, yang kemudian banyak dijadikan pedoman dalam melaksanakan bimbingan kepada peserta didik, tingkatan tersebut sebagai berikut:
a. Golongan yang terendah adalah mereka yang memiliki IQ antara 0-50.
Tingkat kecerdasan peserta didik (0-25) tergolong tidak dapat didik atau dilatih. Mereka hanya mampu belajar tidak lebih dari dua tahun. Sedangkan mereka yang tergolong dalam IQ antara 25-50 bisa dididik untuk mengurus kegiatan rutin yang sederhana atau untuk mengurus kebutuhan jasmaninya. Dua golongan ini dinyatakan sebagai keterbatasan mental, lemah pikiran atau cacat mental, ada pula yang menyebutnya dengan idiot dan imbicili.
b. Tingkat kecerdasan peserta didik dengan IQ 50-70, dikenal dengan golongan moron, memiliki keterbatasan atau kelambatan mental. Mereka dapat dididik, dapat belajar membaca, menulis, berhitung sederhana, dan dapat mengembangkan kecakapan bekerja secara terbatas.
c. Tingkat kecerdasan peserta didik dengan IQ antara 70-90, disebut sebagai anak lambat, kelompok anak ini dapat dibantu dengan pemanfaatan metode, bahan dan alat yang tepat, di samping kesabaran guru.
d. Tingkat kecerdasan peserta didik dengan IQ 90-110, disebut juga dengan golongan menengah, yang merupakan bagian yang paling besar jumlahnya. Mereka bisa belajar normal.
e. Tingkat kecerdasan peserta didik dengan IQ 110-130, golongan ini ada yang menyebutnya dengan nama peserta didik yang cepat mengerti ada juga dengan nama superior.
f. Tingkat kecerdasan peserta didik dengan IQ 140 ke atas, disebut jenius, mereka mampu belajar jauh lebih cepat dari golongan lainnya. Craig dkk menyebutkan ciri-ciri anak jenius sebagai berikut:
- Belajar dengan cepat dan mudah;
- Mempertahankan (menyimpan) apa yang dipelajari;
- Menunjukkan rasa ingin tahu;
- Memiliki perbendaharaan kata yang baik, mampu membaca dengan baik, dan menyenangi kegiatan tersebut;
- Memiliki kemampuan berfikir logis, membuat generalisasi, dan melihat hubungan-hubungan;
- Lebih sehat dan lebih mampu menyesuaikan diri dari pada anak-anak kelompok normal;
- Dan mencari teman yang lebih tua.
Pengelompokan IQ tersebut sangat penting untuk dipahami guru sebagai dasar untuk mengetahui tingkat kecerdasan peserta didik, dalam rangka menentukan strategi pembelajaran yang efektif dan efesien bagi peserta didik, di samping itu guru harus mempunyai patokan secara sistimatis dan menyeluruh dalam melayani peserta didik agar hasil belajarnya tidak semata-mata ditentukan oleh tingkat kemampuan intelektualitasnya, namun banyak faktor lain yang dapat mempengaruhinya seperti motivasi, sikap, dan kesehatan.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta Rineka Cipta, 2003. Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berbasis Integrasi dan Kompetensi, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Remaja Rosdakarya 2007.