Kitab Sumber Musannaf dan Muwatta'
Pada: July 06, 2012
Musannaf dari aspek etimologinya berasal dari kata صنّف – يصنّف – تصنيفا yang berarti menggolong-golongkan, membagi-bagi menurut jenisnya. Sehingga musannaf memiliki makna “sesuatu yang tersusun”.
Pengertian Musannaf menurut terminologi, adalah sebuah kitab hadis yang disusun berdasarkan bab-bab permasalahan tertentu. Misalnya saja bab-bab fikih yang mencakup hadis-hadis marfu’, mauquf, dan maqtu’, atau di dalamnya terdapat hadis Nabi saw, perkataan sahabat, fatwa-fatwa tabi’in, dan terkadang fatwa tabi’ut tabi’in.
Menurut ulama mutaqaddimin, pengertian musannaf adalah kitab hadis yang disusun berdasarkan bab-bab fikih semata. Akan tetapi seiring dengan perkembangan masa, pengertian Musannaf dikembalikan ke makna dasarnya yaitu “sesuatu yang tersusun” sehingga bagi ulama muta’akhirin, pengertian musannaf adalah kitab hadis yang disusun berdasarkan bab-bab tertentu tanpa harus dibatasi pada bab fikih saja.
Di antara kitab-kitab Musannaf tersebut adalah;
Al-Musannaf karya Imam Zaid bin Ali al Washithi Abu Khalid (w. 72 H.). Zaid menyusun hadis Nabi berdasarkan persoalan fikih dan hukum. Kitabnya sering dinakaman dengan musnad karena semua riwayat yang disebutkan semuanya disandarkan pada Imam Zaid, sering pula dinamakan al-Majmu’ karena kitab tersebut mengumpulkan hadis, perkataan dan beberapa fatwa. Hanya saja perlu diketahui bahwa semua hadis yang terdapat di dalamnya semuanya bersumber dari jalur Zaid dari bapaknya dari kakeknya dari Ali bin Abi Thalib.
Al-Musannaf karya Abdurrazzaq bin Hammam bin Nafi’ al Humairi al Shan’ani (126-211 H). Sesuai dengan namanya, kitab ini tersusun berdasarkan bab-bab fikih sehingga ia diawali dengan pembahasan thaharah dan seterusnya, di mana jumlahnya terdiri atas 136 bab. Di dalamnya juga terdapat hadis shahih dan dhaif serta hadis yang memiliki kecacatan.
Al-Musannaf karya Abu Bakar Abdullah bin Muhammad bin Abi Syaibah al-Kufi. Kitab ini termasuk kitab Syarh al-Atsar, karena di dalamnya dicantumkan banyak hadis dan atsar shahabat. Hanya saja Ibnu Abi Syaibah tidak terlalu selektif dalam menghimpun hadis-hadis dan atsar-atsar shahabat. Hampir semua hadis dan atsar shahabat dimasukkan ke dalamnya, baik yang berstatus shahih, hasan, maupun dhaif. Akan tetapi, tentu saja ia tidak memasukkan hadis-hadis dan atsar-atsar shahabat yang jelas-jelas palsu. Kitab ini pun disusun berdasarkan bab-bab fikih karena memang Ibnu Abi Syaibah hidup di sebuah masa ketika fikih sedang mengalami kejayaan. Pada masa tersebut, banyak mahdzab fikih bermunculan. Karenanya, di dalam kitabnya, ia sering mengutip pendapat atau pernyataan para ulama mengenai persoalan tertentu, tanpa melalui seleksi yang ketat. Sehingga di dalamnya ditemukan ada hadis dan atsar yang berkualitas munqati’, mu’dal, ma’lul dan mursal.
Sedangkan pengertian Muwatta' menurut etimogi, “sesuatu yang dimudahkan”sehingga ada indikasi bahwa kitab tersebut merupakan sebuah kitab himpunan hadis yang memberikan kemudahan kepada pembacanya. Pengertian Muwatta' menurut terminologi adalah kitab yang tersusun berdasarkan urutan bab-bab fikih dan mencakup hadis-hadis marfu’, mauquf dan maqtu’.
Tampak bahwa Pengertian Musannaf dan pengertian Muwatta tidak memiliki perbedaan kecuali dari aspek penyebutannya saja. Karena itulah kitab Muwatta’ semisal karya Imam Malik bin Anas sering juga disebut sebagai al-Musannaf.
Akan tetapi, seiring dengan adanya ungkapan ikhtilaf al-ma’ani bi ikhtilaf al-mabani “perbedaan makna disebabkan oleh perbedaan kosa-kata” maka sekalipun kedua kata tersebut (musannaf dan muwatta’) sama tentunya tetap ada perbedaan di sana. Sehingga penulis, dalam melihat perbedaan tersebut menekankan pada latar belakang peristilahan tersebut. Artinya istilah musannaf lahir dari aspek metodologi penyusunannya, sedangkan muwatta’ dilatarbelakangi urgensi dan tujuannya. Karena musannaf adalah sesuatu yang tersusun berdasarkan masalah-masalah tertentu sementara muwatta’ adalah sesuatu yang memberikan kemudahan.
Surga Makalah®
Kepustakaan:
A.W. Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap (Surabaya; Pustaka Progressif, 1997), cet. XIV. M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, (Cet. I; Jakarta: Bulan Bintang, 1992). Muhammad Mubarak al-Sayyid, Manahij al-Muhaddisin (Beirut; Dar al-Fikr, 1998). Abu Bakar Abdullah bin Muhammad bin Abi Syaibah al-Kufi, al-Musannaf fi al-Ahadis wa al-Atsar (Riyadh; Maktabah al-Rusydi, 1409 H.).