Rumusan Konstitusi Republik Islam Iran
Pada: March 29, 2012
Secara historis, konsep negara Islam baru muncul ketika kekuasaan politik umat Islam jatuh dalam kekuasaan penjajah Barat. Ketika penguasa kolonial menerapkan kebijakan politik hukum yang bertentangan dengan Syariat Islam, maka berkembanglah perjuangan yang melahirkan konsep negara Islam dengan kriteria “berlakunya syariat Islam” dalam kehidupan politik dan masyrakat.
Republik Islam Pakistan secara resmi berdiri pada tahun 1947. Mengenai permasalahan yang dihadapi oleh Pakistan pada masa-masa awal berdirinya, terdapat dua pemikiran yang dapat dijadikan sebagai variabel untuk menjelaskan wawasan keislaman Muslim Pakistan dan yang paling erat dengannya, adalah perumusan konstitusi, dan perumusan ordonansi hukum keluarga.
Konstitusi Pakistan berhasil dirumuskan pada tahun 1956 terhitung 9 tahun semenjak kemerdekannya pada tahun 1956, kemudian disusul dengan konstitusi kedua dan amandemennya. Dokumen konstitusi pertama Pakistan terdapat dalam “obyektivitas resolution” yang merupakan hasil perundingan antara sang perdana menteri Liqayat Ali Khan dengan partai liga Muslim pada tahun 1949.1 Hasil perundingan tersebut, di dalamnya berisi pernyataan bahwa “kedaulatan hanyalah milik Tuhan”.
Pengertian “kedaulatan hanyalah milik Tuhan” adalah bahwa Tuhan mendelegasikan kekuasaan atau otoritas-Nya kepada kepala negara Pakistan melalui rakyat untuk dilaksanakan sesuai batas-batas yang telah ditentukan-Nya. Karena itu, umat Islam berhak mengatur kehidupan individual maupun kolektif mereka sesuai dengan ajaran Islam. Sementara itu, minoritas non-Muslim bebas memeluk dan mengamalkan agama serta mengembangkan kebudayaan mereka.2 Garis-garis besar resolusi inilah, yang nantinya dirumuskan dalam konstitusi pada 1956.
Ideologi Islam yang utama dalam konstitusi 1956 antara lain dinyatakan bahwa :
- Nama negara adalah Republik Islam Pakistan;3
- Bentuk negara demokrasi yang berdasarkan prinsip Islam;4
- Kepala negara harus beragama Islam;5
- Repugnanci Clouse (kata penolakan), yakni “tidak boleh ada undang-undang yang bertentengan dengan al-Quran dan al-Sunnah.6
Pada tahun 1962, term “al-Quran dan al-Sunnah” dalam Repugnanci Clouse diubah dengan term “Hukum Islam”, tetapi pada tahun 1963 term “al-Quran dan al-Sunnah” dalam Repugnanci Clouse diberlakukan kembali.7 Hal ini, terjadi pada zaman pemerintahan Ayyub Khan (1958-1969), yang kemudian tampil pemerintahan berikutnya, yakni Presiden Zia ul al-Haq (1977-1988). Pemerintahan yang terakhir ini, melancarkan program islamisasi, termasuk di dalamnya islamisasi hukum di Pakistan.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
[1] Ghufran A. Mas’adi, Metodologi Pembaharuan Hukum Islam (Cet. II; Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1998), h. 34
[2] Ibid., lihat juga Rosenthal, Islam Indonesia Modern National State (Cambridge: University Press, 1975), h. 209.
[3] Lihat “Konstitusi Republik Islam Pakistan 1956”, bab I
[4] Ibid., pendahuluan
[5] Ibid., pasal 32
[6] Ibid., pasal 198
[7] Ghufran A. Mas’adi, op. cit., h. 37
[2] Ibid., lihat juga Rosenthal, Islam Indonesia Modern National State (Cambridge: University Press, 1975), h. 209.
[3] Lihat “Konstitusi Republik Islam Pakistan 1956”, bab I
[4] Ibid., pendahuluan
[5] Ibid., pasal 32
[6] Ibid., pasal 198
[7] Ghufran A. Mas’adi, op. cit., h. 37