Suku Bangsa Cina yang Beragama Islam
Pada: April 06, 2012
Dalam sejarah, Muslim Cina sempat mengalami perlakuan keras dari beberapa pemerintah yang berkuasa. Pun ketika rezim komunis memegang tampuk pimpinan, Islam secara sistematis terpinggirkan lewat propaganda anti-Muslim. Akan tetapi, seiring perubahan situasi di negara tersebut, kehidupan umat Muslim berangsur membaik dan mulai menata diri.1
Suku-suku bangsa minoritas yang beragama Islam terdapat dua suku bangsa yang besar yaitu Hui dan Uygur di samping beberapa suku bangsa kecil-kecil lainnya.
1. Suku Bangsa Hui
Pada periode Dinasti Ming istilah Hui ditujukan kepada orang Cina yang muslim, baik terhadap muslim asing yang telah berasimilasi maupun terhadap orang Cina yang memeluk Islam.
Antara tahun 651-798, terdapat total sebanyak 39 delegasi muslim datang ke Cina. Namun seiring dirintisnya ‘jalur sutra dan rempah” oleh Marcopolo, maka makin banyaklah umat muslim yang merupakan pedagang berkunjung ke Cina. Kian lama terjadi pembauran, mereka bahkan menikah dengan penduduk lokal dan membentuk sebuah etnis baru yakni etnis Hui.2
Ciri utama kebudayaan mereka adalah mereka berbahasa Cina dan memakai tulisan Cina. Orang Hui ini sering memakai peci putih seperti peci haji walaupun mereka belum menunaikan ibadah haji. Minorotas bangsa Hui ini tersebar di seluruh Cina terutama di Singkian, Ning Xia, gansu, Quanghai, Henan, Hebei, Shandong, Yunan Tianjin, dan lain-lain.3
Sebahagian minoritas bangsa Hui bertempat tinggal di Singkian, sehingga minoritas bangsa tersebut disebut Singkian Hui, sebagaimana minoritas bangsa Uygur yang akan dibahas pada pembahasan selanjutnya, disebut Singkian Uygur.
2. Suku Uygur
Uygur adalah bangsa minoritas keturunan Turki yang umumnya bertempat tinggal di Turkestan Timur yang oleh RRC disebut sebagai “ Daerah otonomi Singkiang Uygur”.4 Bangsa minoritas ini tidak berasimilasi dengan masyarakat Asia Tengah dan tidak berasimilasi pula ke dalam pola kebudayaan Cina.5 Di bawah pemerintahan Cina, identitas Islam baik dikalangan warga perkotaan maupun pada warga nomadik dipertahankan seutuhnya.6
Sebelum Turkestan Timur menjadi “Daerah otonomiSingkiang Uygur”, Cina telah lama memandang Asia Tengah sebagai bagian dari wilayahnya, dan selama ini berusaha melindungi beberapa wilayah perbatasannya dari pencaplokan bangsa Barbarian.
Pada tahun 1759, bangsa Cina mengalahkan Dzungarian, merebut kekuasaan atas kota-kota Oasis, mengusir para khuja dan mencaplok Turkestan Timur. Selain itu bangsa Cina menjadikan wilayah timur Kazakh dan Khokand sebagai wilayah jajahan mereka. Dengan penjajahan ini bangsa Cina mempertukarkan sutra, tea mereka untuk mendapatkan kuda, binatang ternak dan beberapa produk Rusia lainnya.
Ciri utama kebudayaan mereka adalah mereka mempunyai tulisan sendiri yaitu tulisan Arab. Nama mereka pun adalah nama-nama Arab. Mereka dengan sekuat tenaga dan berbagai cara terus mem-pertahankan rasa kebangsaan dan identitas mereka.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
[1] http://www.republika.co.id/suplemen/cetak_detail.asp?mid=5&id=143394&kat_id=105&kat_id1=147&kat_id2=260 [2] Suara Muhammadiah, No. 04/th. Ke-90/16-28 Februari 2005. [3] Panji Masyarakat, No 541,th XXVIII, 3 syawal 1407 H. I juli 1987, h. [4] ibid.[5] Ira M Lapidus, A History of Islamic Societies, diterjemahkan oleh Ghufron A. Mas’adi (Cet. I; Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999), h. 665 [6] Lihat ibid., bagian ke-1 dan ke-2, h.665