Hubungan Islam dan Kristen Abad Pertengahan (20)
Pada: May 14, 2012
Pembahasan tentang hubungan Kristen dan Islam di abad pertengahan itu, tidak terlepas dari sejarah umat Kristen dan umat Islam sejak periode klasik yang bermula sejak masa Nabi saw. Sejarah ini telah diwarnai oleh aneka corak, yaitu terkadang kooperatif konstruktif yang dilandasi oleh semangat saling pengertian, namun lebih sering menampakkan wajah dan watak saling curiga dan bahkan hubungan bermusuhan.
Hubungan permusuhan antara Kristen dan Islam memuncak ketika terjadi peran Salib.1 Perang Salib ini, terjadi pada awal abad pertengahan, dan merupakan hubungan konflik terbesar antara Islam yang tengah berkuasa di sebagian Eropa, Afrika Utara dan Asia, melawan Kristen yang baru bangkit dan berusaha merebut kota Yerussalem.
Di awal abad pertengahan ketika terjadi peran salib, ditandai dengan berakhirnya Dinasti Ayyubiyah, dan beralih ke masa Dinasti Mamluk. Di masa ini masih terjadi beberapa periode gelombang Perang Salib. Dari periode ke periode kemenangan silih berganti antara Islam dan Kristen.
Pada tahun 1260-1277 M, Sultan Baybars dari Dinasti Mamluk merebut wilayah yang dikuasai tentara salib misalnya Mongol, yang selanjutnya pada masa Sultan Qawalun wilayah Islam sampai ke Genoa, Castile dan Siciliah, menyebabkan tentara enggang lagi menyerang. Dalam keadaan demikian, semakin memudahkan bagi Islam untuk menguasai berbagai wilayah yang masih diduduki tentara salib, yakni Tripoli dan Arce. Akhirya, pada tahun 1289 Islam merebut Tripoli dan pada tahun 1291 Islam merebut Acre.2 Dengan jatuhnya benteng pertahanan tentara salib di Tripoli dan Arce di tangan Islam, dengan sendirinya mengakhiri babakan Perang Salib yang telah berlangsung dalam rentang waktu yang sangat panjang.
Implikasi yang ditimbulkan dari Perang Salib tersebut, telah meng-habiskan asset kekayaan bangsa Eropa dan Islam, serta banyak mengorbankan putra terbaik di antara kedua umat yang berseteru itu. Namun perlu dicatat bahwa sisa-sisa perang Salib tetap meninggalkan hubungan konflik keagamaan antara Kristen dan Islam. Dalam hal ini, Moh. Natsir Mahmud menyatakan bahwa "beberapa sarjana Barat di abad pertengahan melihat bahwa dalam agama Islam banyak terdapat kebenaran…".3 Akibat itu juga kaum terpalajar mulai mengenal Islam lebih jauh sebagai bangsa yang menjadi lawan mereka. Di sinilah mulai ada hubungan antara Kristen dan Islam terutama dalam hubungan shering ilmu pengetahuan.
Dapat dipastikan bahwa kemajuan Islam setelah terjadi Perang Salib di satu sisi sangat gemilang dengan prestasi yang tinggi dari segi ilmu pengetahuan. Tetapi dibalik itu semua terlihat sisi kelemahan dan kemunduran, sementara keunggulan berada pada pihak Kristen. Hal tersebut dikarenakan orang-orang kristen tidak puas-puasnya mengambil alih ilmu pengetahuan Islam dan membawanya ke dunia Barat.
Ajid Tohir menjelaskan bahwa akibat Perang Salib dalam sejarah mem-bawa Eropa, orang-orang Kristen ke dalam kontak langsung dengan dunia Islam, melalui hubungan inilah antara Barat (Kristen) dengan Timur (Islam) terjalin. Sebagai hasil dari Perang Salib, orang-orang Eropa Kristen dapat mempelajari dan memodifikasi serta mengaplikasi beberapa temua penting yang telah dihasilkan oleh orang Islam pada masa-masa sebelumnya.4
Kemunduran Islam juga ditandai dengan hancurnya pusat peradaban Islam di Bagdad tahun 1258 akibat serangan bangsa Mongol. Ekspansi terakhir yang dilakukan bangsa Mongol terjadi permulaan abad ke-15 dipimpin oleh Timur Lenk yang terkenal bengisnya, telah membunuh umat Islam sekitar 70.000 jiwa setelah serbuan ke Kota Isfahan, Persia.5 Dengan demikian kemuduran Islam di abad pertengahan ditandai dengan hubungannya dengan Kristen, di mana negara-negara Islam jatuh ke tangan imperialis kaum Kristen dan hancurnya kota Bagdad yang merupakan pusat keilmuan umat Islam ke tangan bangsa Mongol.
Demikian pula, masih di abad pertengahan, terutama memasuki tahun 1492 warga muslim yang berkuasa di Spanyol masih tetap bertahan, sampai pada akhirnya terdapat perjanjian yang menjamin kebebasan beragama muslim, tetapi pada kenyataannya, setelah memasuki 1501 Perundangan Spanyol memaksa pihak muslim mengambil satu pilihan berpindah agama atau dikeluarkan dari Spanyol. Banyak warga Spanyol yang secara rahasia tetap sebagai muslim yang mencoba mendamaikan antara sikap batin yang cenderung kepada Islam dengan sikap lahir yang memeluk Kristen. Akibatnya sejumlah teks Arab abad lima belas berusaha measukkan tradisi Kristen kepada keyakinan muslim, misalnya dengan menegaskan bahwa Yesus sebagai tuhan bapak tidak lain hanyalah sebuah ketokohan dalam perkataan.6 Demikialah pengalaman buruk hubungan antara Kristen dan Islam di abad pertengahan. Pengalaman buruk ini disebabkan di satu sisi muslim tidak kuat lagi secara terang-terangan mempertahankan doktrin keagamaannya, di sisi lain adanya pemerintahan Kristen yang memaksakan agamanya untuk di anut.
Hubungan Kristen dan Islam di abad pertengahan juga bisa dilihat pada masa tiga kerajaan Besar, Kerajaan Utsmani, Safawi di Persia, dan Mughal di India yang ketika itu dipegang oleh bangsa Turki dan Mongol lebih dikenal sebagai bangsa yang suka perang ketimbang bangsa yang suka ilmu. Pusat-pusat kekuasaan Islam pada masa ini tidak berada di wilayah Arab dan tidak pula oleh bangsa Arab. Di Safawi berkembang bahasa Persia, di Turki bahasa Turki, dan di India bahasa Urdu. Akibatnya, bahasa Arab yang sudah merupakan bahasa persatuan dan bahasa ilmiah pada sebelumnya tidak berkembang lagi dan bahkan menurun. Terjadinya stagnasi ilmu pengetahuan di abad pertengahan menyebabkan umat Islam mundur. Kerajaan Utsmani masih tetap bertahan pada gilirannya juga tidak berhasil mengembangkan Iptek, karena mengandalkan kekuatan militer. Kemajuan militer yang tidak diimbangi oleh kemajuan Iptek menyebabkan kerajaan ini tidak sanggup menghadapi persenjataan Eropa Kristen.7
Memasuki abad akhir, terutama awal abad ke-19 sampai ke-20 hubungan Islam dengan dunia Kristen kembali terganggu dengan semakin banyak dan meningkatnya kekerasan imperialiasme Barat di sejumlah negara-negara Islam.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
[1] Muhammad Farid Wajdi, Dâirah al-Ma’ârif al-Qarn al-Isyrîn, jilid V (Baeirut: Dâr al-Fikr, t.th), h. 531, lihat lebih lanjut dalam Tim Penyusun IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam (Jakarta: Djambatan, 1992), h. 837-838.
[2] Tim Penyusun IAIN Syarif Hidayatullah, ibid. Lihat Hasan Ibrahim Hasan, Tarîkh al-Islâm, juz I (Cet. VII; Kairo: Maktabah al-Nahdlah al-Mishriyyah, 1964), h. 286-287
[3] Moh. Natsir Mahmud, Orientalisme; Al-Qur'an dan di Mata Barat Sebuah Studi Evaluatif (Cet. I; Semarang: Dina Utama, 1997), h. 19.
[4] Ibid., h. 42.
[5] Ibid., h. 4.
[6] Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban Islam di Kawasan Dunia Islam (Cet. I; Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada, 2002), h. 141.
[7] Marcel A. Boisard, Humanisme dalam Islam, terjemahan H.M. Rasyidi (Jakarta: Bulan Bintang, 1980), h. 87.
[2] Tim Penyusun IAIN Syarif Hidayatullah, ibid. Lihat Hasan Ibrahim Hasan, Tarîkh al-Islâm, juz I (Cet. VII; Kairo: Maktabah al-Nahdlah al-Mishriyyah, 1964), h. 286-287
[3] Moh. Natsir Mahmud, Orientalisme; Al-Qur'an dan di Mata Barat Sebuah Studi Evaluatif (Cet. I; Semarang: Dina Utama, 1997), h. 19.
[4] Ibid., h. 42.
[5] Ibid., h. 4.
[6] Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban Islam di Kawasan Dunia Islam (Cet. I; Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada, 2002), h. 141.
[7] Marcel A. Boisard, Humanisme dalam Islam, terjemahan H.M. Rasyidi (Jakarta: Bulan Bintang, 1980), h. 87.