Pengertian al-'Afwu
Pada: May 15, 2012
Term al-‘afwu berasal dari akar kata عفا، يعف، عفوا، العفوة arti-nya: mema’afkannya, mengampuni dosanya.1 Pada mulanya term al-‘afwu tersebut berarti “berlebihan”.2 Kemudian, dalam al-Munjid fī al-Lugah dikatakan bahwa term a-‘lafwu dimaknakan denganعفوة الشيئ صفوته أى ما رفع من المرق أولا يخص به من يكرم3 (menyembuhkan sesuatu yang bersih pada pada [diri] nya. Yakni, melenyapkan [dirinya]dari kebejatan yang sejak awal melekat pada dirinya, kemudian ia memuliakan orang secara khusus).
Dapat dipahami bahwa al’afwu secara etimologibisa berarti mema’afakan atau memberi maaf kepada orang lain; juga dapat berarti menahan diri, menghapuskan dan menggurkan kesalahan orang lain pada dirinya.
Jika pengertian al’afwu diterminologikan berdasarkan ayat-ayat Alquran, maka ia memiliki berbagai makna konotatif. Di antaranya adalah “meninggalkan” atau “mengabaikan”;4 “meringankan” atau “memudahkan” dan “memperluas”;5 “kelebihan”;6 dan makna terakhir adalah “menambah banyak”.7
Dapatlah dirumukan bahwa al-‘afwu secara terminologi adalah sikap memberi maaf dengan lapang dada, yakni meringankan dan menggugurkan kesalahan orang lain pada dirinya, serta tidak menyimpan rasa dendam atau sakit hati dalam pergaulan antar manusia.
Batasan pengertian yang lebih luas lagi adalah bukan saja berlaku dalam bentuk pergaulan antar manusia, tetapi juga berlaku antara Allah dan hamba-Nya. Dalam terminologi yang pertama, manusia memberi pemaafan antar sesamanya atau sebaliknya. Sedangkan dalam terminologi yang kedua adalah bahwa Allah memberi pemaafan kepada manusia.
Terminologi pemaafan antara sesama manusia, disebut dengan al-‘afwu. Sedangkan terminologi pemaafan Allah kepada manusia adalah al-maghfirah.
Kepustakaan:
[1] Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia (Jakarta: Hidakarya Agung, 1992), h. 273
[2] M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an; tafsir Mawdhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat (Cet. VII; Bandung: Mizan, 1998), h. 246.
[3] Louis Ma’lūf, AL-Munjid fī al-Lugah (Cet. XX; Bairūt; Dār al-Masyriq, 1977), h. 517
[4] Lihat QS. al-Baqarah (2): 109; 178 dan 237
[5] Lihat QS. al-Baqarah (2): 187
[6] Lihat QS. al-Baqarah (2): 219.
[7] Lihat QS. al-A’rāf (7): 95
[2] M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an; tafsir Mawdhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat (Cet. VII; Bandung: Mizan, 1998), h. 246.
[3] Louis Ma’lūf, AL-Munjid fī al-Lugah (Cet. XX; Bairūt; Dār al-Masyriq, 1977), h. 517
[4] Lihat QS. al-Baqarah (2): 109; 178 dan 237
[5] Lihat QS. al-Baqarah (2): 187
[6] Lihat QS. al-Baqarah (2): 219.
[7] Lihat QS. al-A’rāf (7): 95