Pandangan Islam Tentang Aurat dan Busana
Pada: June 05, 2012
Pandangan Islam tentang aurat dan busana ialah menutup aurat dan sopan, tanpa menetapkan secara mutlak suatu model tertentu. Karena itu, model pakaian yang bernuansa Timur Tengah misalnya, berupa jubah untuk laki-laki dan cadar untuk perempuan merupakan salah satu model yang sesuai dengan syariat Islam, tetapi bukan satu-satunya model.
Karena itu, model-model lainnya yang sesuai dengan budaya masing-masing negeri muslim di luar Arab, sepanjang menutup aurat dan sopan, juga dipandang sebagai memenuhi ketentuan syariat (baca: pengertian aurat).
Jumhur ulama sepakat bahwa aurat wanita yang wajib ditutup ketika shalat adalah segenap bahagian tubuhnya, kecuali muka dan telapak tangannya. Muka dan dua telapak tangan itu, adalah bagian tubuh yang dibolehkan tanpak sesuai dengan bunyi kalimat illa ma zahara minha dalam QS. al-Nur (24): 31.
Segolongan ulama berpendapat bahwa aurat wanita ketika berhadapan dengan mahramnya adalah antara pusat dengan lutut. Selain batas tersebut, dapat dilihat oleh mahramnya dan oleh sesamanya wanita.
Pendapat lain mengatakan bahwa segenap badan wanita adalah aurat di depan mahramnya, kecuali kepala (termasuk muka dan rambut), leher, kedua tangan sampai siku dan kedua kaki sampai lutut, karena semua anggota badan tersebut digunakan dalam pekerjaan sehari-hari.
Sedang aurat wanita di hadapan orang yang bukan mahramnya, adalah meliputi seluruh tubuhnya, selain wajah dan dua telapak tangan dan dua telapak kakinya.
Karena itulah, seorang laki-laki dapat saja melihat bahagian-bahagian tersebut pada badan wanita yang dilamarnya. Di sini, batasan aurat wanita sama dengan batasan auratnya ketika bershalat. Ini berarti bahwa beberapa bahagian tubuhnya, yakni rambut, leher tangan sampai siku dan kaki sampai lutut, wajib dututup hanya jika berhadapan dengan laki-laki yang bukan mahram, tetapi terhadap mahramnya sendiri bahagian tubuh tersebut tidak menjadi aurat dan tidak wajib ditutup.
Bahagian-bahagian tubuh tersebut, sifat keauratannya tergantung pada keadaan, atau disebut aurat aridiyah. Namun demikian, masih termjadi perbedaan pendapat tentangnya, manakah yang disebut aurat bagi selain mahram.
Mayoritas ulama menyatakan bahwa aurat perempuan secara umum adalah yang dapat menimbulkan syahwat bagi lelaki. Jadi, seorang perempuan yang tidak memakai jilbab dalam arti pakaiannya stelan adat Indonesia secara umum, yakni menggunakan pakaian namun tetap kelihatan rambutnya, lehernya, tangannya, betisnya, lalu tidak menimbulkan syahwat bagi lelaki, maka boleh saja dianggap telah menutup aurat.
Referensi Makalah®
Kepustakaan: Muhammad Jawad Mugniyah, al-Fiqh Ala Mazahib al-Khamzah, diterjemahkan oleh Masykur AB dengan judul, Fikih Lima Mazhab (jakarta: Lentera Basritama, 1996).
Karena itu, model-model lainnya yang sesuai dengan budaya masing-masing negeri muslim di luar Arab, sepanjang menutup aurat dan sopan, juga dipandang sebagai memenuhi ketentuan syariat (baca: pengertian aurat).
Kewajiban menutup aurat wanita terkait dengan situasi mana yang bersangkutan itu berada.
Secara umum, situasi itu dapat dibedakan dalam tiga hal, yakni (1) ketika ia berhadapan dengan Tuhan dalam shalat; (2) ketika ia berada di tengah-engah mahramnya; (3) ketika berada di tengah orang-orang yang bukan mahramnya.Jumhur ulama sepakat bahwa aurat wanita yang wajib ditutup ketika shalat adalah segenap bahagian tubuhnya, kecuali muka dan telapak tangannya. Muka dan dua telapak tangan itu, adalah bagian tubuh yang dibolehkan tanpak sesuai dengan bunyi kalimat illa ma zahara minha dalam QS. al-Nur (24): 31.
Batasan aurat pada wanita
Batas aurat wanita di luar shalat, harus dibedakan antara keadaan, yakni ketika berhadapan dengan mahramnya sendiri, dan ketika berhadapan dengan orang yang bukan mahramnya. Ulama berbeda pendapat mengenai batas aurat wanita di depan mahramnya.Segolongan ulama berpendapat bahwa aurat wanita ketika berhadapan dengan mahramnya adalah antara pusat dengan lutut. Selain batas tersebut, dapat dilihat oleh mahramnya dan oleh sesamanya wanita.
Pendapat lain mengatakan bahwa segenap badan wanita adalah aurat di depan mahramnya, kecuali kepala (termasuk muka dan rambut), leher, kedua tangan sampai siku dan kedua kaki sampai lutut, karena semua anggota badan tersebut digunakan dalam pekerjaan sehari-hari.
Sedang aurat wanita di hadapan orang yang bukan mahramnya, adalah meliputi seluruh tubuhnya, selain wajah dan dua telapak tangan dan dua telapak kakinya.
Karena itulah, seorang laki-laki dapat saja melihat bahagian-bahagian tersebut pada badan wanita yang dilamarnya. Di sini, batasan aurat wanita sama dengan batasan auratnya ketika bershalat. Ini berarti bahwa beberapa bahagian tubuhnya, yakni rambut, leher tangan sampai siku dan kaki sampai lutut, wajib dututup hanya jika berhadapan dengan laki-laki yang bukan mahram, tetapi terhadap mahramnya sendiri bahagian tubuh tersebut tidak menjadi aurat dan tidak wajib ditutup.
Bahagian-bahagian tubuh tersebut, sifat keauratannya tergantung pada keadaan, atau disebut aurat aridiyah. Namun demikian, masih termjadi perbedaan pendapat tentangnya, manakah yang disebut aurat bagi selain mahram.
Mayoritas ulama menyatakan bahwa aurat perempuan secara umum adalah yang dapat menimbulkan syahwat bagi lelaki. Jadi, seorang perempuan yang tidak memakai jilbab dalam arti pakaiannya stelan adat Indonesia secara umum, yakni menggunakan pakaian namun tetap kelihatan rambutnya, lehernya, tangannya, betisnya, lalu tidak menimbulkan syahwat bagi lelaki, maka boleh saja dianggap telah menutup aurat.
Referensi Makalah®
Kepustakaan: Muhammad Jawad Mugniyah, al-Fiqh Ala Mazahib al-Khamzah, diterjemahkan oleh Masykur AB dengan judul, Fikih Lima Mazhab (jakarta: Lentera Basritama, 1996).