Apakah Penggerak Pertama Wajibul Wujud?
Pada: July 26, 2012
Apakah penggerak pertama merupakan wajibul wujud?. Pertanyaan ini menjadi salah satu kajian filosof barat dan timur.
Sheril Warner menuliskan: pemutar pertama tanpa putaran ini adalah wujud abadi, hal ini terjadi karena gerak yang terlahir darinya adalah abadi, dia juga mempunyai kesempurnaan menyatu karena gerak yang dimunculkan merupakan gerak yang koheren dimana koheren meniscayakan pada kebersatuan, akan tetapi menganggap wahidnya pemutar pertama adalah tidak mencukupi. Pemutar pertama mempunyai bagian yang tak bisa diterima pula yaitu dia tidak mempunyai jumlah. Pada hakekatnya dia tidak bisa pula mempunyai jumlah, karena pemutar yang melakukan geraknya secara abadi dan mutlak tidak bisa merupakan akibat dari yang terbatas, akan tetapi pemutar ini bukan merupakan jumlah tak terbatas, karena di dalam alam riil sama sekali tidak ada wujud yang tak terbatas.
Pada kajian lain, dia menuliskan: Penggerak pertama, yaitu wujud sempurna yang telah menarik alam ke arahnya ini adalah apa yang disebut oleh para filosof sebagai Tuhan, dengan demikian penggerak pertama yang tak bergerak ini merupakan bentuk murni, sebuah wujud yang secara mutlak non materi dan bernama Tuhan.
Berbeda dengan pendapat Sheril Warner ini, sebagian mengatakan bahwa teori penggerak pertama Aristoteles tidak mampu membuktikan keberadaan Tuhan, dan wajibul wujud serta penggerak tak digerakkan tidak relefan atas wajibul wujud karena bisa saja penggerak tak digerakkan ini merupakan wujud selain Tuhan.
Murtadha Muthahari (ra) dalam footnote-nya atas Usul Falsafah wa Rawaze Realism menuliskan: dengan memperhatikan bahwa teori ini secara analogi tidak membuktikan wajibul wujud melainkan hanya membuktikan sesuatu yang metafisik, maka kami menghindari penjelasan yang lebih lanjut.
Ustadz ‘Alamah Jawadi Amuli (damu ‘izzah) dalam sharh Asfar menuliskan: dalam teori gerak, penggerak tak digerakkan-lah yang terbukti bukannya wajibul wujud.
Di antara mereka, ahli kalam bernama Imam Fahrur Razi mempunyai pendapat yang relevan dengan apa yang dikatakan oleh Sheril Warner. Dia berkata:
“Para naturalis berargumentasi atas wujud Tuhan dengan metodologi gerak yang mendasarkan pada hal berikut bahwa pada hakekatnya gerak akan berakhir pada penggerak tak digerakkan dan penggerak yang dirinya tak digerakkan mewajibkan untuk memiliki apa yang mungkin terlahir dalam haknya, dan eksistensi semacam ini secara lazim adalah wajibul wujud”.
Berkaitan dengan teori ini, Imam Fahrur Razi berpendapat, terdapat discourse tentang penggerak tak digerakkan dimana pada saat yang bersamaan dia sepakat pula bahwa penggerak tak digerakkan adalah wajibul wujud. Dengan memperhatikan bahwa wajibul wujud adalah esa dan pluralitas wajibul wujud merupakan hal sesuatu yang mustahil, dengan demikian maka harus terdapat penjelasan lain untuk para pengklaim ini.
Kebalikan dari Fahrur Razi, teolog ternama dan filosof terkenal bernama Abdul Razak Lahijy (ra) dalam kitab Shawariq-nya mengatakan bahwa teori gerak tidak bisa membuktikan wajibul wujud secara dzat.
Dalam tingkatan penghakiman atas pendapat-pendapat yang plural ini, ada baiknya apabila sebelumnya diperjelas terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan “gerak” di sini. Apabila yang dimaksud dengan “gerak” adalah perjalanan bertahap sebuah benda dari tingkat potensi menuju aktual, yang hal ini hanya bisa digambarkan pada materi, maka “penggerak tak digerakkan” di sini bisa merupakan salah satu dari possible-possible abstrak-mufaraqat bil-kuliyyah (paradoks secara universal) dan secara lazim penggerak tak digerakkan pasti bukan wajibul wujud. Dan mereka yang mengatakan bahwa: teori penggerak pertama Aristoteles tidak bisa membuktikan wajibul wujud, bisa jadi maksud mereka adalah point ini.
Mulla Sadra menamai: “menjadi eksisnya esensi possible” dengan “gerak dzatiyah” dan berkata: dalam eksistensi semacam ini, aktual muncul setelah potensi, etrĂ« setelah non-etrĂ« dan wujud muncul setelah tiada, yaitu eksistensi-eksistensi mumkin, tidak mempunyai eksistensi dalam tingkatan dzat dan middle mahiyah dan mereka akan menjadi eksis dengan perantaraan wajib, dan dalam inovasi semacam ini seakan-akan perjalanan dilakukan dari tiada ke ada.
Ayatullah Jawadi Amuli dalam komentarnya atas kitab Asfar, menganggap perkataan Mulla Sadra (ra) ini sebagai pengecualian dan mempunyai makna terminologi lain dan mengatakan: apa yang ada dalam kitab “mabda” dan ma’ad” yang berkaitan dengan terlahirnya gerak dalam mujaradad (alam abstraks) merupakan sebuah penjelasan yang berbeda dan mempunyai makna terminologi lain, karena secara istilah “abstrak-abstrak” yang berasal dari imkan dzati dan mengalami transformasi ke wujub selainnya-tidak dikatakan sebagai “yang digerakkan”. Meskipun dengan makna yang ringan bisa dikatakan bahwa disanapun terdapat gerak, akan tetapi bagaimanapun juga alam abstrak dinamakan sebagai alam konstan.
Mengenai apakah penggerak pertama adalah tunggal?. Kitab Prinsip-prinsip Theology dalam Filsafat Yunani dan Agama-agama Ilahi tertulis: bisa jadi Aristoteles berfikir tentang penggerak-penggerak tak digerakkan dalam bentuk plural. Dengan diketahuinya bahwa Aristoteles telah sampai pada penggambaran Tuhan melalui metodologi gerak dan setiap bentuk dari gerak-gerak yang dia temukan senantiasa berakhir pada sebuah gerak tak digerakkan, maka berarti secara normal Aristoteles harus sepakat dengan kemajemukan Tuhan (polytheisme).
Ayatullah Jawadi Amuli menuliskan: apabila sebuah eksistensi materi ingin melepaskan diri begitu saja dari kekurangannya dan ingin mencapai kesempurnaan dengan sendirinya tanpa bantuan dari eksistensi sempurna, maka kelazimannya adalah bahwa sebuah benda materi dalam kepotensiannya mempunyai aktualitas dan dalam kekurangannya mempunyai kesempurnaan, yang hal ini identik dengan terkumpulnya dua kontradiksi (ijtima naqidhain).
Referensi Makalah®
*Dari Berbagai Sumber