Hukum Islam di Filiphina
Pada: July 27, 2012
Ide kodivikasi hukum Islam, khususnya perseorangan Islam di Fhilipina, telah muncul dalam akta No. 787 Komisi Fhilipina tahun 1903. Namun aturan ini akhirnya digantikan oleh aturan yang termuat dalam akta No. 1283. Tujuannya adalah untuk mengubah serta memodifikasi Undang-Undang pokok sipil dan kriminal kepulauan Fhilipina agar sesuai dengan kondisis lokal orang Moro serta membuat Undang-Undang tersebut sesuai dengan praktik serta penggunaan budaya setempat. Pokok Undang-Undang yang telah diubah dan dimodifikasi tersebut kemudian berlaku terhadap semua tindakan yang salah satu pelakunya adalah orang Moro atau non-kristen. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan atauran serta prosedur bagi pengadilan suku (tribal ward court) lokal dalam melibatkan berbagai kepentingan.
Pemerintah Fhilipina tampaknya paham betul sifat hukum pribadi Islam, sehingga aturan-aturan yang ada masa rezim persemakmuran (1935-1945) dan masa republik (sejak 1946) memberikan peluang bagi pengembangan dan penerapan hukum Islam bagi umat Islam di Fhilipina. Beberapa kebijakan pemerintah tentang hal ini antara lain :
- Akta No. 2520 Bab III tentang Kode Administrasi Midanao dan Sulu di mana hakim Pengadilan Tingkat satu dan hakim setempat memutuskan perkara bagi orang Islam atau pemeluk agama lokal (pagan).
- Kebijakan pemerintah dalam pasal 78, Kode Sipil Baru. R. A. No. 386 diatur tentang perkawinan antara orang Islam atau penganut lokal yang tinggal di wilayah non-Kristen boleh dilaksanakan sesuai dengan adat, ritual serta praktik mereka, tanpa mengikuti persyaratan formal yang dibutuhkan dan orang yang kawin tidak diwajibkan melaksanakan atauran yang ditetapkan dalam Undang-Undang.
- Kebijakan pemerintah dalam R.A. No. 394, Undang-Undang Perceraian Islam Akta Perceraian Islam dikatakan bahwa perceraian di antara orang Islam yang tinggal di wilayah non-Kristen harus diketahui dan diatur melalui adat serta praktik Islam.
Terkait hal tersebut, Akta perceraian Islam diberlakukan sejak tahun 1949 sampai tahun 1969. Kemudian melalui Konvensi Konstitusional 1971, telah memintah perehatian tentang kebijaksanaan negara yang telah membatasi berlakunya sistem hukum perseorangan Islam dalam jangka singkat. Bahkan melalui Konvensi ini, diatur bahwa seluruh perkawinan yang dilakukan oleh orang Islam atau penganut agama lokal harus sesuai dengan aturan yang berlaku secara nasional. Selanjutnya Presiden Fhilipina dengan rekomendasi sekertaris Negara (Secretaray of Interior), dapat menerapkan aturan apapun bagi orang Islam dan non-kristen yang tinggal di wilayah non-Kristen.
Dengan demikian, aturan mengenai status hukum perseorangan umat Islam berada pada titik kritis dan membutuhkan suatu bentuk kristalisasi. Krisis inilah yang mendorong kebutuhan untuk tersenggaranya proyek kodifikasi pada 1973. Kodifikasi hukum perseorangan Islam 1973 dimungkinkan oleh bantuan Kuasa Tugas Keprisidenan (Presidential Task Force) Untuk rekonstruksi dan pembangunan Mindanao. Oleh karena itu, Kantor Kepresidenan dan Perdana Menteri telah membentuk Staf Riset untuk kodifikasi Undang-Undang Islam (baca; hukum Islam) Fhilipina tahun 1973.
Pada tahun 1974 Komite Undang-Undang pengadilan Mahkamh Agung senator Mamintal A Tamano dan mengajukan Rancangan Undang-Undang Administrasi Islam. Dalam mengkaji “Ajuan Undang-Undang tentang Administrasi Undang-Undang islam 1974” yang dipersiapkan oleh Staf Riset dan juga dalam rancangan tentang Kitab Undang-Undang perseorangan Muslim Fhilipina. Sehingga pada tanggal 20 September 1985 Mahkamah Agung mengeluarkan aturan prosedur khusus dalam paradilan Islam, sebagai respon terhadap perjuangan umat Islam dalam melaksanakan hukum agamanya.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
M. O. Mastura, The Moro Problem: An Approach Through Constituonal Reform, makalah, 1971.