Hukum Pengamalan Hadis Shahih
Pada: July 13, 2012
Adapun hukum pengamalan hadis shahih menurut ijma ahli hadis dan segolongan ahli ushul dan para fuqaha bahwa hadis shahih wajib diamalkan dan merupakan salah satu dasar dari dasar-dasar syara’. Bagi seorang muslim tidak ada lapangan untuk meninggalkan dan harus mengamalkannya.
Ada pendapat lain mengatakan bahwa yang berkenaan dengan akidah ulama berbeda pendapat tentang hadis ahad ini untuk dijadikan hujjah. Sebagian ulama berpendapat tidak dapat dijadikan sebagai hujjah karena dzanni al-wurud, sedangkan akidah harus berdasatkan qat’iy baik wurud maupun dalalah-nya. Ulama yang lain membolehkan dijadikan hujjah untuk masalah akidah yang mendukung pendapat ini, menyatakan bahwa hadis ahad dapat menjadi qath’y al-wurud dengan alasan bahwa sesuatu yang bersifat dzanni kemungkinan mengandung kesalahan. Setelah diteliti dengan cermat ternyata berkualitas shahih. Alasan lain bahwa Nabi Muhammad saw. pernah mengutus sejumlah muballigh ke berbagai daerah yang jumlahnya tidak mencapai tingkat kategori mutawâtir. Seandainya penjelasan agama harus berasal dari berita yang mutawâtir, maka masyarakat tidak menerima dan membenarkan dakwah dari muballigh utusan Nabi.
Begitu juga Umar bin Khattab pernah membatalkan hasil ijtihadnya ketika mendengat hadis Nabi yang disampaikan oleh al-Dahhak bin Sufyan secara ahad. Adapun yang berkaitan dengan non-aqidah, hadis shahih disepakati oleh ulama sebagai hujjah.
Sebagaimana referensi lalu, hadis shahih dibagi kepada dua bagian :
Hadis Shahih Lidzatihi, ialah hadis yang memenuhi syarat-syarat seperti tersebut di atas.
Hadis Shahih Lighairihi, ialah hadis yang keadaan periwayatnya kurang hafidz dan kurang dhabit. Tapi mereka terkenal jujur.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Mahmud al-Thahhân, Taysir Musthalah al-Haits, diterjemahkan oleh Zainul Muttaqim dengan judul Ulumul Hadis; Studi Kompleksitas Hadis Nabi (Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1997). M. Syuhudi Ismail, Sunnah Menurut Para Pengingkarnya dan Upaya Pelestarian Sunnah oleh Para Pembelanya. (Ujungpandang: Yakis Fakultas Syariah, 1991).