Macam-macam Ishlah
Pada: July 05, 2012
Dengan memahami bahwa ishlah yang esensinya berawal dari perwujudan perbaikan kemudian bermuara pada perdamaian (baca pengantarnya di sini), maka ishlah di sini pada garis besarnya terdiri atas tiga macam, yakni :
Ishlah dalam Akidah
Akidah adalah keyakinan seseorang terhadap suatu agama yang dianutnya. Misalnya saja, akidah Islam adalah tauhid monoteisme, sedangkan akidah Kristen adalah trinitas.
Ishlah dalam Kehidupan Pribadi
Dalam kehidupan pribadi, Islam telah mewajibkan pula adanya perdamaian antara berbagai keinginan manusia dalam kehidupan pribadinya, dengan gagasan kebaikan dan kepatuhan, yang terdapat dalam keinginan itu.
Kepribadian seseorang, tercermin dari akhlak atau budi pekertinya, yakni suatu sifat yang tertanam dalam jiwa manusia, dari padanya timbullah perbuatan-perbuatan yang mudah dan gampang tanpa perlu dipikirkan dan dipertimbangkan lagi.
Potensi manusia untuk melakukan ishlah dalam pribadinya telah telah timbul sejak ia mengenal kebaikan. Kecenderungannya yang mendasar kepada kebaikan, seharusnya mengantarkan manusia memperkenan-kan perintah Allah (agama-Nya) yang dinyatakan-Nya sesuai fithrah (asal kejadian manusia). Di sisi lain, karena kebajikan mereka pilihan manusia, kelak dikemudian pada saat pertanggungjawaban, sang manusia dihadapkan pada dirinya sendiri.
Ishlah dalam hubungan antar manusia
Dalam hubungan-hubungahn umum di antara manusia pada aumumnya, konstitusi Islam juga mewajibkan perdamaian atau ishlah antara manusia. Itulah sebabnya sehingga manusia dijadikan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, yang tiada lain berguna untuk saling berdamai.
Pada saat yang sama, konsepsi tetntang tanggung jawab manusia mengandung kewajiban untuk mengakui, memelihara dan menetapkan kehormatan diri sendiri. Dalam pandangan ganda inilah, yakni kehormatan pribadi dan kehormatan antara sesama manusia harus saling memahami.
Ishlah dalam Sturuktur Masyarakat
Islam berpendirian bahwa bersatunya manusia dengan masyarakat adalah suatu keharusan. Watak manusia tidak memungkinkan hidup terpencil. Tersusunnya masyarakat sebagai akibat dari ketidakmampuanh ini, keperluan manusia untuk berkelompok itu sesungguhnya berganda. Di satu pihak, keinginan untuk dominasi dan agresi yang merupakan watak pembawaan manusia, dapat mendorongnya kepada tindakan tanpa pikiran atau merusak. Otoritas dan kekuasaan yang memaksa adalah satu-satunya sarana yang dapat mengatasi rasa dengki, kesombongan, kecurigaan, keangkuhan pribadi dan dengan begitu melindungi warga kelompok secara timbal balik.
Menurut Ahmad Muhammad Jamal, langkah perdamaian dalam masyarakat Islam haruslah direalisasikan amar ma’ruf dan nahi mungkar dan saling berwasiat kebenaran antara anggota masyarakat. Di samping itu, harus pula direalisasikan had (balasan) dan menentukan hukuman terhadap orang-orang yang mencoba berbuat zalim terhadap jiwa, kehormatan dan hartav benda, juga terhadap orang-orang yang membuat kerusakan hingga mengusik kedamaian dan kehidupan manusia di muka bumi ini.
Ishlah dalam Pemerintahan
Islam mewajibkan adanya keadilan dalam pemerintahan serta persamaan dalam hak-hak bagi semua orang yang dinaungi sistem Islam, walaupun di antara mereka terdapat non Muslim.
Konsep ishlah dalam pemerintahan ini, telah terealisasi sejak zaman Nabi saw, dengan diproklamirkannya “Piagam Madinah” yang antara lain berisi tentang prinsip perdamaian antara kaum kafir dengan umat Islam. Bagi mereka non Muslim tetap dilindungi oleh pemerintah Islam, mereka yang dilindungi inilah disebut dengan ikafir zimmi.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Mahmud Syaltut, Al-Islam Aqidatu Wa Syari’ah (Cet. III; t.t. Dar al-Kalam, 1966). Imam Munawir, Sikap Islam Terhadap Kekerasan Damai Toleransi dan Solidaritas (Jakarta: Bina Ilmu, 1992). Imam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Gazaliy, Ihya ‘Ulûm al-Dîn, juz III (Kairo: Maktabah Mathba’ah al-Masyâd al-Husayni, t.th.). M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an; Tafsir Mawdhui atas Pelbagai Persoalan Umat (Cet. VIII; Bandung: Mizan, 1989). Ahmad Muhammad Jamal, Al-Jihad fiy al-Islam Maratibuhu wa Matahalibuhu, diterjemahkan oleh Ali Makhtum Assalami, dengan judul Perang Damai dan Militer dalam Islam (Jakarta: Fikahati Aneska, 1991). Piagam Madinah” pasal 16 dalam J. Suyuti Pulungan, Prinisp-prinsip Pemerintahan dalam Piagam Madinah Ditinjau dari pandangan Al-Quran (Cet. II; Jakarta: LSIK dan Rajawali Prers, 1996)