Pendidikan Melalui Proses Keteladanan
Pada: July 03, 2012
Ada tiga hal penting yang akan ditransfer melalui pendidikan, yaitu nilai (values), pengetahuan (knowledge), dan ketrampilan (skills). Dalam proses transfer nilai salah satu unsur utama yang tidak dapat diabaikan adalah mewariskan sifat keteladanan. Transfer nilai tak dapat dilakukan tanpa melalui proses keteladanan.
Berbeda dengan proses pembiasaan, pendidikan melalui proses keteladanan dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah al-qudwah. Menurut Abdullah Nasih Ulwan, al-qudwah adalah salah satu wasilah yang sangat berpengaruh dalam mempersiapkan akhlak dan pribadi anak. Hal ini dikarenakan pendidik adalah contoh yang paling tinggi dan contoh teladan yang baik dalam pandangan anak didik dan disadari atau tidak, si anak didik akan mencontoh segala tindakan seorang pendidik. Jadi proses keteladanan adalah suatu model pendidikan dengan cara memberikan contoh yang baik kepada anak didik, baik dalam ucapan ataupun perbuatan.
Kebutuhan anak didik akan figur teladan, bersumber dari kecenderungan meniru yang sudah menjadi karakter manusia. Perbuatan meniru bersumber dari kondisi mental seseorang yang senantiasa merasa bahwa dirinya berada dalam perasaan yang sama dengan kelompok lain, sehingga dalam peniruan ini, anak-anak cenderung meniru orang dewasa, orang lemah cenderung meniru orang yang kuat, bawahan cenderung meniru atasannya dan terkhusus anak didik cenderung meniru pendidiknya.
Dalam hal ini guru mempunyai peran vital dalam proses keteladanan. Sikap dan perilaku guru mempunyai implikasi yang luar biasa terhadap murid-muridnya. Kepribadian guru mempunyai pengaruh langsung dan kumulatif terhadap perilaku siswa. Perilaku guru dalam mengajar secara langsung atau tidak langsung mempunyai pengaruh terhadap motivasi belajar siswa, baik yang sifatnya positif maupun negatif. Artinya jika kepribadian yang ditampilkan guru dalam mengajar sesuai dengan tutur sapa, sikap, dan perilakunya, maka siswa akan termotivasi untuk belajar dengan baik, bukan hanya mengenai materi pelajaran sekolah tapi juga mengenai persoalan kehidupan yang sesungguhnya.
Sejak fase-fase awal kehidupan, seorang anak banyak sekali belajar melalui peniruan terhadap kebiasaan dan tingkah laku orang-orang di sekitarnya. Kecenderungan anak belajar melalui peniruan itu menyebabkan proses keteladanan menjadi sangat penting artinya dalam proses pembelajaran.
Dalam pendidikan melalui proses keteladanan ada dua macam bentuk, yaitu keteladanan yang disengaja dan keteladanan yang tidak disengaja. Keteladanan yang disengaja ialah keteladanan yang disertai penjelasan atau perintah untuk meniru. Sedangkan keteladanan yang tidak disengaja ialah keteladanan dalam keilmuan, kepemimpinan, sifat-sifat yang baik. Dalam konsep pendidikan Islam, kedua keteladanan ini sama pentingnya, meskipun keteladanan yang disengaja dilakukan secara formal, sedangkan keteladanan yang tidak disengaja dilakukan secara tidak formal.
Menurut Mohammad Surya pada umumnya siswa sangat mengidamkan gurunya memiliki sifat-sifat yang ideal sebagai sumber keteladanan, misalnya bersikap ramah dan penuh kasih sayang, penyabar, menguasai materi ajar, mampu mengajar dengan suasana menyenangkan, dan sebagainya. Jadi dapat disimpulkan bahwa perilaku siswa sangat erat kaitannya dengan keteladanan yang dimiliki guru. Karena seorang guru yang memiliki keteladanan akan mudah menggugah serta mempengaruhi siswa untuk lebih giat belajar dan akan berusaha menciptakan perilaku yang baik dalam pribadinya.
Oleh karena itu, syarat krusial yang harus dimiliki seorang guru dalam proses keteladanan yang dimaksud adalah kepribadian yang luhur, mulia, dan bermoral sehingga mampu menjadi cermin yang memantulkan semua akhlak mulia tersebut bagi seluruh anak didiknya. Dengan kata lain, seorang guru yang berkepribadian mulia adalah seorang guru yang mampu memberi keteladanan bagi murid-muridnya.
Kompetensi kepribadian terkait pula dengan penampilan sosok guru sebagai individu yang mempunyai kedisiplinan, berpenampilan baik, bertanggungjawab, memiliki komitmen, dan menjadi teladan. Sebab dalam banyak hal anak-anak cenderung meniru perilaku orang dewasa dan selain orang tua si anak, guru di sekolah merupakan orang dewasa terdekat kedua bagi mereka. Bahkan di zaman sekarang ini banyak terjadi kasus anak lebih mempunyai kepercayaan terhadap guru dibanding pada orang tua mereka sendiri. Maka dari itulah seorang guru harus bisa menunjukkan sikap dan keteladanan yang baik di hadapan murid-muridnya, biar dikemudian hari tidak akan ada istilah ”guru kencing berdiri, murid kencing berlari”.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab Indonesia (Surabaya, Pustaka Progressif, 1997). Abdullah Nasih Ulwan, Tarbiyah al-awlad fi al-Islam, Jilid II (Beirut: Dar al-Salam, 1978). Abdurrahman al-Nahlawi, Ushul al-Tarbiyyah al-Islamiyyah wa Asalibiha fi al-Bait wa al-Madrasah wa al-Mujtama, diterjemahkan oleh Sahibuddin dengan judul Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat (Jakarta: Gema Insani Press, 1996). Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Semarang: Toha Putra, 1990). Mohammad Surya, Percikan Perjuangan Guru (Cet. I; Semarang: Aneka Ilmu, 2003). Baedhowi, Peningkatan Kualitas Pendidikan Melalui Peningkatan Profesionalisme Guru (Khazanah Pendidikan: Jurnal Ilmiah Kependidikan, Vol. I November 2008).