Sejarah Masuknya Islam di Filiphina
Pada: July 27, 2012
Seperti halnya di Indonesia, ditemukan suatu pergumulan antara Kristen dan Islam untuk merebut hati rakyat yang melibatkan orang-orang Kristen spanyol dan Islam dalam konflik berdarah. Hal ini berlangsung cukup lama, bahkan ada yang mengatakan bahwa berlangsung sampai abad ke 19. Tidak ada informasi yang jelas kapan pertama kalinya Islam masuk di negeri ini. Namun sejarah Minahasa menyebutkan bahwa Islam masuk dari Johor di Malaysia dibawah oleh Sarif Kabungsuwan yang menetap bersama beberapa orang sahabatnya dan bergaul ditempat itu. Disebutkan dalam sejarah bahwa beliau menolak untuk mendarat dari perahunya kecuali orang pertama yang menjemputnya berjanji akan masuk Islam.
Dari catatan tersebut dipahami bahwa masuknya Kabungsuwan serta pengislaman penduduk Mindanao, Filiphina, pada mulanya berlangsung secara damai. Setelah merasa memiliki kekuatan, dia mulai menaklukkan daerah-daerah sekitarnya dimana penduduknya masuk Islam karena takut akan kekuasaannya.
Bangsa Spanyol yang menemui mereka pada tahun 1521 meyaksikan bahwa penduduk Fhilipina utara masih menganut agama animisme sedangkan Fhilipina selatan yakni Mindanao dan Sulu didiami oleh orang-orang Islam yang lebih berkebudayaan. Itulah sebabnya sehingga pada abad ke 19 umat Islam dapat bertahan dari usaha Spanyol untuk menaklukkan dan mengkristenkannya.
Ketika Amerika Serikat menduduki (baca; menguasai) Fhilipina, Mindanao menjadi tempat pelarian bagi mereka yang ingin menghindarkan diri dari pemerintahan Kristen yang anarkis dan Zalim. Demikian pula pulau Sulu, meskipun scara nominal termasuk wilayah kekuasaan Spanyol sejak tahun 1878, juga merupakan darerah pusat perlawanan Islam menghadapi Kristen. Bahkan orang-orang yang mengerti bahasa Spanyol yang murtad dari agama Kristen masih ditemui dari daerah ini.
Kendatipun telah lama memeluk Islam, tidak berarti bahwa mereka lepas dari berbagai ancaman dan tantangan dalam melaksanakan dakwah Islam. budak-budak Kristen yang mereka bawa dari Fhilipina telah membawa pengaruh besar dalam upaya meemuluskan perjalanan dakwah Islam. hal itu lebih diperkuat setelah Spanyol mulai melancarkan misinya. Sikap agresif pendeta-pendeta Spanyol yang mendirikan suatu misi di Sulu telah membawa dampak yang cukup besar, kendatipun masyarakat menghadapinya dengan rasa antipati yang keras.
Hambatan gerakan dakwah Islam semakin terasa ketika pendudukan Amerika atas Fhilipina. Pengaruh Islam semakin menjadi terbatas di pulau Palawan, pantai selatan Mindanao dan Sulu. Kendatipun demikian, semangat mereka untuk melakukan dakwah tidak surut, bahkan dakwah Islam terus disebarkan sampai pulau-pulau utara Fhilipina, termasuk Manila.
Dalam perkembangan selanjutnya, penyebaran dakwah Islam di Fhilipina tidak hanya dilakukan oleh individu atau ulama saja. Akan tetapi sudah mulai diprofesionalkan sesuai dengan tuntutan dan perkembangan zaman. Suatu hal yang perlu dicatat bahwa dalam upaya maksimalisasi dan profesionalisme penyebaran dakwah Islam di Fhilipina, telah dibentuk suatu organisasi dakwah seperti The Islamic Council Of The Fhilipines, dan lain-lain. Demikian pula sukses penyebaran dakwah Islam di Fhilipina dapat dilihat dari pengamalan-pengalaman hukum Islam di negeri itu. Masing-masing penguasa Mindanao dan Sulu memberlakukan Diwan Taosung dan Luwaran Sa Maguindanao sebagai dua kitab hukum yang lebih dekat dengan al-Quran.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Thomas W. Arnold, The Preaching Of Islam, alih bahasa oleh Nawawi rambe, sejarah Dakwah Islam, (Cet. I, Jakarta : PT. bumi restu, 1997). Kontowijoyo, Beetween Mosque and The Market The Muslim Community indonesia Quiopo, Metro Manila, dalam Studi Islamika, Vol. I. No. 3 Tahun 1994. Sudirman Tebba, (ed) Perkemangan mutakhir hukum Islam Di asia Tenggara : studi kasus hukum keluarga dan pengkodifikasiannya (Cet, I. Bandung : Mizan, 1993). Datu M.O. Mastura Legislasi Islam dalam hubungannya dengan reformasi hukum Di Fhilipina, Sudirman Tebba (Cet, I Bandung : Mizan, 1993). Suara Hidayatullah, Suara Hidayatullah, edisi 11/ Th. Vi/Syawal 1414/ Maret 1994, h. 29