Ijtihad dan Rukun Ijtihad Menurut al-Ghazali
Pada: August 26, 2012
Ijitihad menurut al-Ghazali adalah :
بذل المجتهد وسعة فى طلب العلم بأحكام الشريعة
Mengarahkan segala kemampuan mujtahid akan keluasan ilmunya dalam upaya mengetahui hukum-hukum syariat.
Al-Ghazali merintis dan membangun model ijtihad tersendiri, akan tetapi ia bukan seorang mujtahid mutlak. Ia mengadakan pengkajian tentang ushul fikih yang telah ada, dan model ijtihadnya bercorak eksklusif.
Selanjutnya, rukun ijtihad menurut al-Ghazali sebagaimana yang di-kemukakannya dalam al-Mustashfa, ada tiga, yakni ; al-Mujtahid; al-Mujtahidu Fihi; dan Nafs al-Ijtihad. Berikut ini, akan dijelaskan ketiga rukun ijtihad tersebut :
al-Mujtahid (المجتهد)
al-Mujtahid adalah orang yang melakukan ijtihad. Menurut al-Ghazali, syarat untuk menjadi seorang mujtahid ada dua. Pertama, mengetahui seluk beluk syariat, mana yang didahulukan dan mana yang wajib dikemudiankan. Kedua, harus adil dan menjauhi perbuatan maksiat. Tanpa keadilan, maka ijtihadnya tidak sah. al-Ghazali juga menekankan bahwa seorang mujtahid harus benar-benar memahami ayat-ayat al-Quran dan hadis dengan baik, mengetahui ijma dan memiliki akal (pemikiran) yang mantap. Menurutnya lagi, seorang mujtahid minimal harus mengetahui 500 ayat al-Quran. Diharuskan pula mampu mengklasifikasi hadis-hadis yang terkait dengan hukum. Selanjutnya, seorang mujtahid harus menghapal kejadian-kejadian ijma dan memiliki akal dalam artian pemikiran yang jernih.
al-Mujtahidu Fihi (المجتهد فيه)
al-Mujtahidu Fihi yang dimaksud oleh al-Ghazali adalah medan ijtihad, yakni semua hukum agama yang tidak mempunyai dalil-dalil qat’iy. Menurutnya, dalil-dalil qat’iy yang tidak dapat disentuh oleh ijtihad adalah misalnya; kewajiban shalat lima kali sehari semalam dan mustahiq zakat. al-Ghazali menganggap bahwa tidak semua nash-nash mesti dilakukan ijtihad terhadpnya. Kecuali, bila nash-nash tersebut masih bersifat zhanniy dan hukum yang terkandung di dalamnya belum jelas, maka ijtihad terhadapnya merupakan keharusan.
Nafs al-Ijtihad (نفس المجتهد)
Nafs al-Ijtihad adalah usaha untuk mengarahkan pikiran secara luas dan mendalam terhadap obyek (medan) ijtihad. Nafs al-Ijtihad adalah subtansi ijtihad itu sendiri, yakni usaha yang dilaksanakan secara sungguh-sungguh dan penuh tanggung jawab. Sekiranya usaha ijtihad tidak dilaksanakan secara sungguh-sungguh, praktis bahwa salah satu rukun ijtihad telah hilang dan karena demikian, maka hasil ijtihadnya itu tidak sah atau batal dengan sendirinya.
Sistematisasi metode ijtihad al-Ghazali, banyak terungkap dalam kitabnya al-Mustashfa min ‘Ilm al-Ushul yang selanjutnya disebut al-Mustashfa.Di dalam muqaddimah al-Mustasafa dikatakan bahwa kitab ini membahas tentang fikih dan al-qawaid al-fiqhiyyah yang lazimnya disebut dengan Ushul al-Fiqh, serta di dalamnya banyak dibahas tentang ilmu-ilmu yang terkait dengan syariat.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Asymuardi Azra (ed). Ensiklopedi Islam (Cet IV: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997). Wahbah al-Zuhaily, Ushul al-Fiqh al-Islami, juz II (t.tp: Dar al-Fikr, t.th). Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Gazali, al-Musytashfa min ‘Ilm al-Ushul, jilid II (Bairut: Dar al-Fikr, t.th). Departeman Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci al-Qur’an, 1992).