Sejarah Nasraniyat (Hubungan Islam dan Nasrani)
Pada: August 11, 2012
Hubungan Islam dan Nasrani dalam literatur, banyak diistilahkan dengan Nashraniyyat. Penamaan nasrani diberikan kepada pengikut-pengikut nabi Isa, barulah kemudian sesudah ada pertemuan dan hubungan antara barnabas dengan paulus (dalam bahasa Ibrani disebut saul, sedangkan dalam bahasa romawi disebut paul). Karena Barnabas itu seorang yang baik, lagi penuh dengan Ruh al-Kudus dan Iman. Maka bertambah banyaklah orang berpaling kepada Tuhan. Kemudian keluarlah barnabas pergi ke tartus mencari saul. Tatkala dijumpai, lalu dibawanya ke Anthiokia. Demikianlah genap setahun lamanya mereka irtu berkumpul bersama-sama dengan sidang jumat serta memngajar beberapa orang murid. Maka di Anthiokialah murid-murid itu mula-mula disebut orang kristen.
Tentang Hubungan Islam dan Nasrani (nasraniyat) ini, ada dua hal yang penting di dalamnya yaitu mengenai kitab perjanjian lama dan kitab perjanjian baru. Pertama, kitab perjanjian lama menceritakan secara terperinci perkembangan historis bangsa Israel kepergian mereka dari Meisr, penaklukan mereka atas Palestina, kekalahan mereka ditangan orang-orang Philistina, pembentukan kerajaan Daud dan pemisahan antara Israel dan Yahudi dan sebagainya. Akan tetapi sedikit sekali terdapat pernyataan umum tentang apa-apa yang menjadi kekuatan mereka selama masa awal sejarah mereka dan apa yang menjerumuskan mereka pada penaklukan oleh kekuatan asing sesudah itu. Kedua, kitab Perjanjian Baru, gereja dalam kitab Perjanjian baru dinyatakan sebagai masyarakat di dalam masyarakat. ia tidak pernah dipandang secara tepat sebagai sesuatu yang mempunyai kesamaan batas dalam kerangka sejarah dengan masyarakat manusia seluruhnya. Ia didirikan berdasarkan gagasan pembebasan umat manusia (dari dosa waris). Karena itu ia berkaitan erat dengan anslisis tentang hakikat manusia sebagai makhluk tersesat dan penuh dosa. Ada pembedaan manusia secara alami (naturalman) dalam ketidak patuhannya dan manusia spritual (spritualman) dalam hal regenerasi dan ampunannya. Pemahaman kristen mengenai bagaimana manusia bisa menjadi sempurna adalah bahwa hal itu terjadi secara perorangan dan melalui kepercayaan. Kebaikan, kebenaran dan cinta tidak diaktualisasikan dalam pengertian manusia yang baru terbina. Syarat-syarat peralihan ini, karena bersifat perorangan berarti tidak bersifat sosial atau kemasyarakatan.
Di sisi lain, bahwa kitab Perjanjian Baru di beberapa tempat menentang pernyataannya di tempat lain tentang hubungan Islam dan Nasrani antara perlakuan Allah terhadap bangsa Israil dan tingkah laku bangsa Israil berkenaan dengan perjanjian tertulis yang mereka adakan dengan Yesus dan perintah-perintah yang diminta mereka untuk diperhatikan sebagai konsekuensi perjanjian ini. Pertentangannya terletak pada kenyataan bahwa baik dalam hal hukuman maupun pahala dalam hubungannya dengan bangsa Israil, Yesus tampaknya tidak mengikuti suatu hukum atau prinsip tertentu sehingga nasib historis mereka berbeda-beda tidak menurut prilaku moral mereka melainkan menurut kemauan Yesus yang berubah-ubah. Israil merupakan umat Tuhan yang terpilih, maka Ia menyimpan dari kebiasaan-Nya, menempatkan mereka di Pelestina, walaupun mereka terus-menerus berlaku tidak patuh dan zalim. Tuhan bahkan mempertahankan kesucian nama-Nya dengan cara menunjukkan pada dunia kemurahan yang dapat Ia berikan pada orang-orang-Nya, walaupun mereka tidak mau mendengarkan perkataan nabi-nabi mereka dan tidak mau menuruti perintah-perintah-Nya.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Manna’ Khalil al-Qatthan, Mabahis Fi ulum al-Qur'ân, Kairo: Mansyurat al-Ashr al-Hadits, t.th. Samir Abd. Azis Salinah, al-Dakhil Wa al-Israiliyyat Fi Tafsîr al-Qur'ân al-Karîm, Kairo: jablani, 1983. Amin al-Khulli, Manhaj al-tajdid Fi al-Tafsir, kairo: Dar al-Ma’arif, 1961. Ignaz Golziher, Mazahib al-Tafsir al-Islam, Kairo: al-Sunnah al-Muhammadiyah, 1985. Abd. Aziz Dahlan (ed) Ensiklopedi Hukum Islam, Juz III, Jakarta: Pt.Ikhtiar Baru Van Houve, 1997. Maziruddin Shiddieqiy, Konsep Qur’an Tentang Sejarah, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1986. Mariam Jamilah, Islam dan Orientalisme, Jakarta: Rajawali Press, 1990.