Kaidah-kaidah dalam al-Nafyu
Pada: August 17, 2012
Terdapat beberapa kaidah al-Nafyu (baca definisinya di sini), diantaranya sebagai berikut :
Kaedah al-Nafyu pertama :
دَلَّ الإِسْتِقْرَاءُ فِي الْقُرْآنِ عَلَى أَنَّ اللهَ تَعَالىَ إِذَا نَفَى عَن الْخَلْقِ شَيْئاً وَأَثْبَتَهُ لِنَفْسِهِ، أَنَّهُ لَا يَكُونُ لَهُ فِي ذلِكَ الْإِثبْاَت شَرِيْكٌ
Ditegaskan dalam al-Quran, bahwa sesungguhnya Allah swt, jika menegasikan/ meniadakan sesuatu dari makhluk dan menetapkannya untuk diri-Nya sendiri, (maka) itu berarti tidak ada bagi Allah sekutu dalam hal (ketetapan) tersebut.
Kaidah al-Nafyu Kedua :
نَفْيُ الْعَام أَحْسَن مِنْ نَفْيِ الخْاَصِ وَإِثْبَاتُ الخْاَصِ أَحْسَن مِنْ إِثْبَاتِ الْعَامِ
“Nafyu al-‘Am (penegasian dalam bentuk umum), lebih baik dari Nafyu al-Khas (penegasian dalam bentuk khusus)dan ’Itsbat al-Khas (penetapan dalam bentuk khusus) lebih baik dari ’Itsbat al-‘Am (penetapan dalam bentuk umum).”
Melihat kaidah al-Nafyu diatas, ada dua poin yang dapat kita tarik, yaitu :
- Nafyu al-‘Am lebih baik dari Nafyu al-Khas.
- Itsbat al-Khas lebih baik dari Itsbat al-‘Am.
Maksud dari kaidah ini adalah, ketika terdapat penegasian terhadap sesuatu yang umum maka dengan sendirinya berlaku pada hal yang lebih khusus, inilah yang dimaksud dengan kata “احسن” atau lebih baik. Adapun ketika terkait dengan penetapan atau ketentuan, maka yang kaidah berlaku adalah ketetapan terhadap sesuatu yang lebih khusus lebih baik daripada ketetapan pada sesuatu yang umum, karena penetapan pada sesuatu yang khusus sekaligus mencakup juga hal yang umum dan tidak sebaliknya.
Kaidah al-Nafyu ketiga :
العرب إِذَا جَاءَتْ بَيْنَ الْكَلَامَيْنِ بِجَحْدَيْنِ كَانَ الْكَلَامُ إِخْبَارًا
Orang-orang arab memahami bahwa jika ada di antara dua perkataan yang menyangkali/ mengingkari maka perkataan itu berita.
Maksud dari kaidah ini bahwa sudah menjadi kebiasaan orang-orang Arab, ketika ada dua perkataan yang sama-sama menegasikan atau mengingkari, maka perkataan tersebut dianggap berita dan informasi yang dapat dipahami bukan hanya dari teks perkataan tersebut, tapi juga makna yang ada dibaliknya.
Kaidah al-Nafyu keempat :
كُل أَمرٍ قَدْ عُلِّقَ بِمَا لَا يَكُونُ فَقَدْ نُفِيَ كَوْنُهُ عَلَى أَبْعَد الْوجُوهِ
Setiap hal yang dikaitkan dengan sesuatu yang tidak (akan) terjadi/ tidak ada, maka dinegasikan keberadaannya dengan bentuk yang paling jauh (mustahil).
Kaedah al-Nafyu kelima :
نَفْيُ الْتَفْضِيلِ لَا يَسْتَلزِمُ نَفْي الْمُسَاوَاةِ
Menegasikan/ meniadakan sesuatu yang diutamakan tidak berarti menegasikan/ meniadakan hal yang sama.
Kaedah al-Nafyu keenam :
نَفْيُ الْحِلِّ يَسْتَلْزمُ التَّحْرِيْم
Nafyu al-Hilli (penegasian sesuatu yang halal) bermaksud al-tahrim (pengharaman).
Kaedah ini jelas, bahwa setiap penegasian kehalalan sesuatu maka itu menunjukkan pengharamannya.
Kaedah al-Nafyu Ketujuh :
النفْيُ الْمَقْصُودُ بِهِ المدح لَا بُدَّ مِنْ أَن يَكُونَ مُتَضَمِّناً لإثْبات كَمَالِ ضِده
Nafyu (negasi) yang bermaksud pujian harus (pasti) menjadi penguat dalam menetapkan kesempurnaan antonim.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Khalid ibn ‘Utsman Al-Sabt, Mukhtashar fi Qawa‘id al-tafsir. Cet. I; al-Mamlakah al-‘Arabiyyah al-Sa‘udiyyah: Dar ibn ‘Affan, 1417 H-1997 M. Muhammad Chirzin, al-Qur’an dan Ulumul Qur’an. Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1998. Rahman Dahlan, Kaidah-Kaidah Penafsiran Al-Qur’an, Cet. II ; Bandung : Mizan, 1998. Jalal ad-Din ‘Abd ar-Rahman Al-Suyuthiy, Al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an, Kairo : Dar el-Hadits, 2004. Ali ibn Muhammad ibn Ali. Al-Jurjani, al-Ta’rifat. Cet. I; Bairut: Dar al-Kitab al-‘Arabi, 1405 H. Abdul Hayy Al-Farmawi, Al-Bidayah Fi Al-Tafsir Al-Maudhu’i: Dirasah Manhajiyyah Maudhu’iyah, diterjemahkan oleh Rosihon Anwar, Metode Tafsir Maudhu’I dan Cara Penerapannya, Cet.I ; Bandung : Pustaka Setia, 2002.