Kritik al-Ghazali terhadap Teori Emanasi
Pada: August 22, 2012
Lahirnya teori emanasi dikalangan filosof muslim mendapat kritik yang tajam dan keras bukan hanya dari para teolog yang meyakini akan kuasa mutlak Tuhan dan berpandangan bahwa alam tercipta dari ‘tiada’ melalui kalam ‘kun’. Namun kritik tentang teori emanaasi juga datang dari kalangan filosof yang tidak sepakat dengan pemikiran emanasi.
Diantara kalangan teolog yang mengkritik teori emanasi adalah al-Ghazali (450-505 H/ 1058-1111 M) dan Ibnu Taimiyah (661-728 H/ 1263-1328 M). Menurut al-Ghazali, sekiranya alam melimpah dari Allah sebagai suatu keniscayaan, misalnya melimpahnya sinar dari matahari, alam ini akan qadim serupa qadim-nya dengan Allah. Paham ini sama dengan mazhab panteisme. Pada pihak lain, tentu saja alam tidak diciptakan dan Allah tidak lagi pencipta alam. Menurutnya pula, tidak akan ada orang yang mengatakan lampu membuat sinar dan orang membuat bayang-bayang. Atas dasar itulah al-Ghazali mengecam para filosof muslim yang mengemukakan filsafat emanasi ini dengan kafir zindik.
Kritik al-Ghazali lainnya terhadap klaim para filosof muslim tentang teori emanasi, adalah bahwa Allah hanya memikirkan dirinya, sedangkan akal-akal dapat memikirkan Allah dan dirinya. Pendapat seperti ini, menurutnya, telah menempatkan Allah lebih rendah atau hina dari ciptaannya. Allah hanya bisa memikirkan zatnya, sedangkan makhluknya (akal-akal) bisa memikirkan Allah dan bisa pula memikirkan yang lain (dirinya). Pandangan ini tentu saja akan membawa pada kesimpulan bahwa akal-akal yang melimpah dari Allah lebih sempurna dan lebih mulia kedudukannya daripada Allah.
Pandangan para filosof emanasi yang menyatakan alam qadim juga dikritik oleh al-Ghazali. Menurutnya, penciptaan alam yang tidak bermula itu tidak dapat diterima oleh teologi, karena menurut teologi tuhan adalah pencipta dan yang dimaksud dengan pencita dalam paham teologi itu adalah penciptaan sesuatu dari tiada (creation ex nihilo). Dan kalau alam dikatakan tidak bermula maka alam ini bukanlah diciptakan dan tuhan bukanlah sebagai pencita. Karena alam diciptakan dari tiada sehingga ia tidak qadim.
Kritik al-Ghazali tentang teori emanasi, erat hubungannya dengan pemahamannya sebagai seorang tokoh Asy’ary yang bertolak dari kekuasaan dan kehendak mutlak Allah. Dan menurutnya, perbedaan ini merupakan hal yang lumrah karena filosof muslim bertolak dari rasio, sedang al-Ghazali bertolak dari empirik keagamaan.
Menurut Harun Nasution, kritik al-Ghozali terhadap filsafat emanasi para filosof Islam hanya berkisar pada kurang lurusnya pendapat para filosof itu. Ia menuduh mereka merendahkan derajat Tuhan dan meninggikan derajat akal-akal, karena Tuhan dalam paham emanasi berpikir hanya tentang zat-Nya dan mewujudkan hanya yang berbilang satu. Sedang akal-akal selain berpikir tentang dirinya juga berpikir pula tentang yang ada di luar dirinya dan mewujudkan yang terbilang banyak. Pandangan emanasi ini, kata al-Ghazali, menghilangkan keagungan Allah Swt dan membuat Tuhan dekat pada keadaan mati. Namun demikian, filsafat emanasi, dalam pendapatnya tidak sampai membawa kepada kekufuran.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Abuddin Nata, Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf: Dirasah Islamiyah IV, (Jakarta: Rajawali, 2001). Achmad Baiquni, al-Qur’an Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, (Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 2001).