Pembagian al-Mashlahah Menurut Ulama Ushul
Pada: August 26, 2012
Para ulama ushul membagi al-Mashlahah menjadi dua:
Al-Mashlahah al-Mu’tabarah
Nama lain dari al-Mashlahah al-Mu’tabarah adalah al-Mashlahah al-Haqiqiyyah, yaitu kemaslahatan yang diwujudkan oleh hukum-hukum Islam yang penetapanya berdasarkan nas-nas syar’iy.
المصلحة الحقيقية هي المصلحة الإسلامية التي تحققها الأحكام الإسلامية التي تثبتها النصوص الدينية.
Salah satu contoh al-Mashlahah al-Mu’tabarah adalah diundakannnya hukum kisas untuk mewujudkan kemaslahatan, yaitu menegakkan sendi-sendi keadilan dalam kehidupan yang mengarah pada kedamaian dan ketenteraman hidup.
Al-Mashlahah al-Mursalah
Al-Mashlahah al-Mursalah adalah maslahat yang diwujudkan suatu kondisi atau problematika yang muncul setelah terputusnya wahyu, sementara syari’ tidak mengundangkan hukum-hukum yang menyatakan maslahat tersebut dan tidak ada dalil yang menganggap atau menolaknya.
Di samping definisi di atas, terdapat definisi lain, yaitu suatu kemaslahatan yang tidak disinggung oleh syari’ dan tidak terdapat dalil-dalil yang menyuruh mengerjakan atau meninggalkannya, sedang kalau dikerjakan akan mendatangkan kebaikan yang besar atau maslahat.
Nama lain dari al-Mashlahah al-Mursalah adalah al-Mashlahah al-Muthlaqah. Wahbah al-Zuhailiy memberikan nama lain, yaitu al-Manasib al-Mursal, yaitu sifat maslahat yang tidak dijelaskan esensinya oleh syarak, ditolak atau diterima secara nas atau ijmak.
Sjechul Hadi Permono menjelaskan sifat al-Mashlahah yang lain, yaitu Mashlahah al-Mulgah, dengan istilah al-Manasib al-Mulgah, artinya suatu sifat maslahat yang kelhatannya dapat merealisasikan kemaslahatan, akan tetapi tidak diakui oleh syarak. Terhadap sifat maslahat seperti itu, ulama ushul sepakat menolaknya sebagai ‘illat hukum.
Dari penjelasan-penjelasan di atas dapat dipahami bahwa al-Mashlahah al-Mursalah itu tidak disinggung oleh nas-nas syarak tentang keberadaannya, namun tidak ada kejelasan diterima atau ditolaknya.
Mashlahah al-Mu’tabarah sebagai Maqashid al-Syari’ah
Al-mashlahah al-Mu’tabarah merupakan al-Mashlahah al-Haqiqiyyah, artinya keberadannya dikuatkan dan dianggap oleh nas syarak. Ia merupakan tujuan hukum.
Al-Syatibi mengatakan, seluruh agama sepakat bahwa syariat agama itu ditetapkan untuk menjaga lima perkara (al-Dharurat al-Khams), yaitu menjaga agama, jiwa, keturunan, harta, dan akal.
Masalah-masalah itu bertingkat-tingkat esensinya sesuai dengan nilai kepentingannya. Secara tertib ada tiga tingkat maslahat: (1) tingkat Dharuriyah, (2) tingkat Hajiyah, dan (3) tingkat Tahsiniyah.
Demikian pentingnya maslahat dalam lapangan tasyri’ hukum, sehingga ada yang mengatakan bahwa maslahat seharusnya didahulukan sebelum ijmak dengan alasan bahwa ijmak masih memerlukan proses persepakatan, sedang maslahat telah terkandung secara jelas dalam nas-nas syarak. Imam Malik menegaskan bahwa al-mashlahah al-mursalah itu dapat dijadikan dasar tasyri’ mandiri jika mendekati makna yang mengarah kepada memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta seiring dengan al-Mashlahah al-Mu’tabarah. Ia dapat men-takhshish keumuman dan menolak nilai hadis ahad.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Syaikh Muhammad al-Khudhariy Bik, Ushul al-Fiqh (Bairut: Dar al-Fikr, 1988). Abu Hasan ‘Aliy al-Mawardiy, Ahkam al-Sulthaniyyah (Bairt: Dar al-Fikr, 1984). Departemen Agama RI, Ushul al-Fiqh, Jilid I (Jakarta: Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam, 1998). Sjechul Hadi Permono, Kontekstualisasi Fikih dalam Era Globalisasi (Surabaya: Orasi Ilmiah dalam rangka pengukuhan Guru Besar Madya dalam Ilmu Fikih, 1994). Abu Ishaq Ibrahim al-Syathibiy, al-Muwafaqat fiy Ushul al-Ahkam, Juz II (Bairt: Dar al-Fikr, t.th.).