Pembagian Hukum Pidana
Pada: August 28, 2012
Hukum pidana dapat di bagi dari berbagai segi, antara lain sebagai berikut:
1) Hukum pidana dalam arti objektif dan hukum pidana dalam arti subjektif.
2) Hukum pidana materiil dan hukum pidana formil
Menurut van Hattum, hukum pidana materiil, yaitu semua ketentuan dan peraturan yang menunjukkan tindakan dapat dihukum. Sedangkan hukum pidana formil memuat peraturan tentang bagaimana cara hukum pidana yang bersifat abstrak itu harus diberlakukan secara konkrit. Biasanya orang menyebut jenis hukum pidana ini sebagai hukum acara pidana.
3) Hukum pidana yang dikodifikasi (gecodificeerd) dan hukum pidana yang tidak di kodifikasi (niet gecodificeerd)
4) Hukum pidana yang dikodifikasikan misalnya adalah: Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Kitab Undang-undang Hukum Pidana Militer, dan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP);
Hukum pidana yang tidak dikodifikasi, misalnya berbagai ketentuan pidana yang tersebar di luar KUHP, seperti UU Tindak Pidana Korupsi (UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi), UU (drt) No. 7 Tahun 1955 tentang Tindak Pidana Ekonomi, UU (drt) No. 12 Tahun 1951 tentang Senjata Api dan Bahan Peledak, UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, UU No. 8 Tahun 1999 tentang Pelindungan Konsumen, UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, dan peraturan lainnya yang di dalamnya mengandung sanksi berupa pidana.
5) Hukum pidana bagian umum (algemenedeel) dan hukum pidana bagian khusus (bijzonder deel). Hukum pidana umum, memuat asas-asas umum sebagaimana yang diatur di dalam Buku I KUHP yang mengatur tentang Ketentuan Umum. Sedangkan hukum pidana khusus itu memuat tentang kejahatan dan pelanggaran, baik yang terkodifikasi maupun yang tidak terkodifikasi.
6) Hukum pidana tertulis dan hukum pidana tidak tertulis
Hukum adat pada umumnya tidak tertulis. Menurut Wirjono, tidak ada hukum adat kebiasaan (gewoonterecht) dalam rangkaian hukum pidana, menurut Pasal 1 KUHP, tetapi sekiranya di daerah pedalaman, ada sisa peraturan kepidanaan berdasar atas kebiasaan, yang secara konkrit, dimungkinkan berpengaruh dalam menafsirkan pasal-pasal dari KUHP.
Dengan demikian, hukum pidana di Indonesia mengenal adanya hukum pidana tertulis sebagai diamanatkan dalam Pasal 1 KUHP, dengan tidak mengesampingkan asas legalitas, sebagai akibat dari masih diakuinya hukum yang hidup dalam masyarakat.
7) Hukum pidana umum (algemeen strafrecht) dan hukum pidana lokal (plaatselijk strafrecht)
Hukum pidana umum atau hukum pidana biasa ini juga disebut sebagai hukum pidana nasional. Hukum pidana umum adalah hukum pidana yang di bentuk oleh Pemerintah Negara yang berlaku bagi subjek hukum yang berada dan berbuat melanggar larangan hukum pidana di seluruh wilayah hukum negara. Sedangkan hukum pidana lokal adalah hukum pidana yang dibuat oleh Pemerintah Daerah. Hukum pidana lokal dapat dijumpai dalam Peraturan Daerah baik tingkat Propinsi, Kabupaten maupun Pemerintahan Kota.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 1, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2002). E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, (Jakarta: Alumni AHM- PTHM, 1982). P.A.F. Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung: Sinar Baru, 1984). Sudarto, Hukum Pidana I, (Semarang: Yayasan Sudarto, 1990).