Perbedaan Ulama Seputar Jarh wa Ta'dil
Pada: August 04, 2012
Ulama berselisi pendapat dalam memberikan penilaian pada perawi sama, sebagian men-tajrih dan sebagian lagi men-ta’dilkan-nya (baca pengertian jarh wa ta'dil). Mereka yang men-tajrih berdasarkan imformasi jarh yang dahulu di dengarnya mengenai perawi yang bersangkutan, kemudian perawi itu bertaubat dan di ketahui oleh sebagian yang lain yang kemudian men-ta’dilkan-nya.
Terkadang juga seoarang perawi dikenal tidak baik hafalan hadisnya dari seorang guru yang ia tidak menulis apa-apa. Guru tersebut hanya bertumpu pada hafalan hadisnya, tetapi ketika belajar pada guru lain, ia dikenal dengan al-Hafiz karena ia bertumpu pada kitab-kitab dari hadis yang dihapalnya.
Permasalahan diatas sering terjadi dikalangan para perawi hadis yang membuat para ulama yang berkompoten dibidang jarh wa ta’dil berelisih pendapat dalam memberikan penilian pada perawi (ada yang mentajrih dan ada pula yang men-ta’dil). Namun hal ini ada tiga pendapat ulama sebagai buah pemikiran mereka dalam mengatasi masalah ini, yaitu:
Mendahulukan jarh dari pada ta’dil meski yang men-ta’dil itu lebih banyak dari pada yang men-tajrih karena yang men-tajrih mengetahui apa yang tidak diketahui oleh orang yang men-ta’dil. (pendapat dipegangi mayoritas ulama)
Mendahulukan ta’dil dari pada jarh apabila yang men-ta’dil itu lebih banyak dari pada yang men-tajrih karena suara terbanyak bisa mengukuhkan keadaan perawi yang bersangkutan.
Jika jarh dan ta’dil bertentangan (salah satunya tidak bisa didahulukan), maka keadaan ini dihentikan sementara sampai diketahui mana yang lebih kuat diantara keduanya.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Muhammad Ahmad dan M. Mudzakir, Ulum al-Hadis, (Cet II, Bandung: CV. Pustakan Setia, 2000). Fatchur Rahman, Ikhtisar Mustalah al-Hadis (Cet I, Bandung: PT. al-Maarif, 1974). .Mudasir, Ilmu Hadis (Cet I, bandung: CV. Pustaka Setia, 1999).