Fungsi Hukum sebagai Alat Politik
Pada: September 02, 2012
Membicarakan masalah penegakan hukum dan penyelenggraan rule of low (penegakan hukum) dalam suatu negara sangat sulit memisahkannya dengan segi politik negara yang bersangkutan. Keadaan politik itulah yang memberikan corak dan bentuk pelaksanaan penegakan hukum. Supremasi hukum pada hakekatnya merupakan kaedah-kaedah tertentu terhadap warganya.
Hukum sebagai alat politik itu pasti, karena hukum dan politik sangat sulit dipisahkan, meski ada juga pihak yang menyatakannya tidaklah mesti demikian. Menurut Ahmad Ali, hukum dan politik tidak dapat dipisahkan, terutama hukum yang tertulis. Bahkan, ia membantah pandangan kaum dogmatik yang menyebut hukum sebagai alat politik bukanlah universal, melainkan hanya milik negara-negara tertentu. Hukum, khususnya yang tertulis merupakan alat politik yang bersifat universal. Hal ini lebih diperkuat lagi bila hukum dipandang sebagai alat rekayasa sosial.
Ketika yang dibicarakan politik, maka sorotan yang ditujukan kepada politik yang dijalankan pemerintah. Dalam kaitan ini, pemerintah bertugas menentukan bentuk dan corak hukum yang dipakai di dalam mempertahankan cita-cita negara. Suatu kaedah mempunyai sifat hukum karena kaedah tadi ditetapkan dan dipertahankan oleh negara yang dalam hal ini oleh para pejabat. Hukum merupakan salah satu alat bagi negara dalam mempertahankan cita-cita nasionalnya. Karena negara pada hakikatnya merupakan tatanan politik suatu masyarakat, maka cita-cita hukum suatu negara secara ideal merupakan akibat lanjut cita-cita politiknya. Negara dalam arti tatanan politik pada hakekatnya merupakan suatu alat bagi orang-orang atau golongan yang memegang kekuasaan di negara tersebut. Karena itu, hukum yang berlaku sudah barang tentu mengandung cita-cita politik orang-orang atau golongan yang berkuasa di negara yang bersangkutan. Dengan kata lain, sifat dan wujud hukum didasarkan pada cita-cita atau aturan-aturan yang berpengaruh besar terhadap orang-orang atau golongan yang berkuasa.
Namun patut dicatat bahwa penguasa dalam hal ini pemerintah tidaklah sewenang-wenang dalam memberi kekuatan mengikat hukum. Kekuatan mengikat hukum sangat bergantung pada kesadaran rakyat. Undang-undang berlaku berdasarkan nilai batinnya. Hukum sebagai alat politik tidak mengikat karena kehendak penguasa, melainkan pemerintah hanya mendapatkan kekuasaan dari hukum.
Dalam negara Republik Indonesia, cita-cita politik negara dapat dilihat dalam dasar dan konstitusi negara (Pancasila dan UUD 1945). Cita-cita nasional ini harus di wujud nyatakan dalam tatanan politik, kehidupan dan perjalanan bangsa. Semua lembaga yang dimiliki oleh negara, khususnya penguasa dan pembuat undang-undang sedapat mungkin merencanakan dan melaksanakan hukum yang dapat merealisasikan cita-cita tersebut. Bahkan secara tegas dapat dikatakan bahwa hukum merupakan alat dominan dalam mewujudkan cita-cita politik nasional negara dan bangsa Indonesia. Dengan kata lain, hukum merupakan alat politik, perangkat penguasa dalam mewujudkan kehidupan bangsa. Rasa aman, rasa tertib, rasa adil, rasa merdeka bersuara yang merupakan tuntutan politik warga yang harus dijalankan oleh penguasa politik, dapat tergambar dalam hukum nasional yang sekaligus merupakan alat politik.
Dengan begitu, hukum sebagai alat politik, dalam arti alat untuk mewujudkan cita-cita politik negara. Meski harus diingat bahwa hukum juga tidak terlepas dari hasrat orang-orang atau golongan yang memerintah. Namun mereka menyusun hukum itu tidak lepas dari dasar dan konstitusi negara yang meuat cita-cita nasional.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Soerjono Soekamto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum (Cet. VII; Jakarta: Rajawali Press, 1994). Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum, Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis, (Cet I: Jakarta: Chandra Pratama, 1996).