Konsep Islamologi Terapan
Pada: September 24, 2012
Islamologi terapan, titik sentralnya pada epistemologi pemikiran Islam menganjurkan digunakannya berbagai metodologi dan ilmu-ilmu sosial yang muncul sejak abad ke-19, lebih-lebih lagi pada abad XX, untuk memahami, mencermati dan menganalisis konstruksi keilmuan dan pemikiran keagamaan Islam secara lebih mendasar. Maka adalah hal yang menarik dalam kajian pemikiran Islam, kalau pemikiran Arkoun dijadikan sebagai bahan acuan dalam menelaah lebih lanjut titik-titik kelemahan pemikiran Islam, disamping itu pemikiran Arkoun masih kurang dikenal terutama dalam konteks ke-Indonesia-an.
Islamologi Terapan hadir sebagai bentuk respon terhadap Islamologi klasik yang telah mempersempit ruang studinya pada pemikiran logosentris (ideologi, filsafat, hukum) yang dibuat dalam perspektif idealis sejarah gagasan-gagasan (baca di sini). Begitu pula pemisahan antara ilmu dan praktek masih mewarnai Islamologi Klasik akibat adanya dekolonisasi. Sehingga pertimbangan teorisasi maupun renungan metodologis, apalagi tujuan praktis cenderung hilang. Nampaknya, ini yang “memaksa” Arkoun untuk mengisi kekurangan tersebut dengan konsep Islamologi Terapannya yang menurut penulis, perhatian terhadap kegunaan lebih dominan seperti yang terkandung dalam term “terapan”.
Penerapan metode-metode ilmu sosial masih bersifat parsial, bahkan terkesan ada sikap penolakan yang disengaja. Untuk itu Arkoun, memaparkan enam pokok pemikiran tentang Islamologi terapan sebagaimana berikut :
Islam sebagai agama dan tradisi pemikiran telah menemukan peranannya dalam penyusunan ideologi resmi negara, pemeliharaan keseimbangan psiko sosial masyarakat, sebagai inspirasi individu. Oleh karena itu, usaha untuk mengetahui kandungan al-Quran secara utuh serta isi pemikiran para pendiri tradisi Islam dianggap sebagai kebutuhan yang mendesak dan cukup vital.
Ilmu-ilmu sosial modern telah memporak-porandakan cara berfikir saintifik Barat sebelumnya. Bias dari pengambil alihan tersebut juga melanda pemikiran Islam. Pemikiran Barat sendiri sudah terguncang sejak abad ke XVI. Hanya saja, pemikiran Islam masih menganut episteme abad pertengahan, belum sampai kepada model modern. Misalnya kelihatan rancu dalam membedakan antara mitos dan sejarah, masih adanya kategorisasi dogmatis terhadap nilai-nilai etis dan agama. Secara teologis, pertimbangan tersebut dikalangan kaum muslimin tetap menunjukkan derajat yang lebih tinggi dibanding penganut agama lain, masih percaya sakralisasi bahasa dan contoh-contoh lainnya.
Studi fenomena agama tidak bisa dibatasi pada satu agama tertentu. Hal ini berbeda dengan Islamologi klasik yang membicarakan agama tertentu kepada publik Barat.
Islamologi terapan mengkaji Islam dari dua sudut pandang yang saling berkaitan yaitu : 1) Islamologi terapan dengan melakukan perombakan sikap, yang mempunyai akar tradisi yang panjang, apologetik dan polemik dalam memandang agama lain. Muhammed Arkoun mengutip filsuf Perancis, Baston Bachelard: “satu pemikiran“ ilmiah tidak akan maju tanpa menghancurkan pengetahuan-pengetahuan yang buruk susunannya. 2) Islamologi Terapan menawarkan metode kritis historis yang sudah lama hidup di Kristen. Komparativisme, analisa linguistik yang dekonstruksi, renungan falsafi tentang produksi, pelipatgandaan, metamorfosa, dan penghancuran arti. 3) Islamologi Terapan mengeliminasi model kebudayaan yang mengingkari kebudayaan lain, berbeda dengan Islamologi klasik yang memiliki sistem budaya yang menyisihkan budaya lain, seperti dicontohkan oleh berbagai pemikir teologis dari Islam, Kristen dan Yahudi. Akibat yang ditimbulkan dari pola ini yaitu memudahkan timbulnya konflik. Konflik Arab yahudi merupakan contoh kongkret. 4) Islamologi terapan merupakan suatu praktek ilmiah pluridisiplin. Ini merupakan konsekwensi logis dan keinginannya beriringan dengan berbagai keberhasilan dan resiko pemikiran modern. Menurut Arkoun penelitian agama Islam tak bisa dipisahkan dari pendekatan psikoanalisa, psikologi (individu social), sejarah sosiologi (tempat dimana Islam itu hidup dan berinteraksi dengan masyarakat), dan kebudayaan. Tegasnya, Islam adalah sebagai agama dan duniawi “Islam huwa ad-din wa dunya“. 5) Islamologi terapan menegaskan bahwa tidak ada Discours maupun metode yang bebas nilai, tegasnya Islamologi terapan selalu mengutamakan kritik wacana, Islamolgi terapan juga siap dikritik dan terbuka serta bersifat pluralistis dalam metodologi sehingga terhindar dari penyempitan, reduksi dan obyek studi karena menurutnya, sebuah ideologi yang tidak di kontrol dengan sikap kritis akan melakukan alienasi masyarakat.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Johan Hendrik Mouleman, Nalar Islam dan Nalar Modern: Memperkenalkan Pemikiran Muhammad Arkoun (t.p t.t). Amin Abdullah, Studi Agama: Normativitas atau Historitas (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996). Muhammad Nasir Tamara, “Islamologi Terapan dan Mohammed Arkoun”, Ulumul Qur`an, Jurnal Ilmu dan Kebudayaan,Vol. I. Th. 1989/1410. Muhammad Arkoun, Rethinking Islam: Common Question and Uncommon Answers diterjemahkan oleh Yudian W. Amin (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996). Mohammed Arkoun, Gagasan Tentang Wahyu, Dari Ahl al-Kitab sampai Masyarakat Kitab (Jakarta: INIS, 1993).