Saksi dan Sumpah sebagai Alat Bukti dalam Hukum Islam
Pada: September 03, 2012
Saksi dan sumpah sebagai alat bukti, telah menjadi prinsip hukum Islam adalah. Rasulullah bersabda:
شَاهِدَاكَ أَوْ يَمِينُهُ“Dua orang saksimu atau sumpahnya (lawan gugatanmu).”
Bagian awal riwayat ini memberikan gambaran yang cukup mengenai latar belakang (sababul wurud) ucapan Rasulullah “Dua orang saksimu atau sumpahnya (lawan gugatanmu).”
Dalam kasus tersebut al-Asy’ats bin Qais adalah Penggugat, dan Tergugatnya adalah seorang laki-laki yang dalam hadis di atas tidak disebutkan identitasnya. Namun pada riwayat Bukhari kitab al-Musaqat, dengan redaksi hadis yang semakna, dari sahabat yang sama (Abdullah) disebut identitasnya yaitu anak paman dari al-Asy’ats bin Qais, atau sepupunya sendiri.
Objek sengketa adalah sebuah sumur yang merupakan harta warisan al-Asy’ats bin Qais yang berlokasi di tanah sepupunya itu. Karena hak al-Asy’ats diingkari dan ditolak oleh sepupunya, al-Asy’ats menggugat objek sengketa itu kepada Rasulullah.
Dalam persidangan, al-Asy’ats diperintah oleh Rasulullah untuk mengajukan bukti berupa dua orang saksi. Namun, karena ia tidak mempunyai saksi yang dapat memberikan kesaksian akan kebenaran hubungan hukum kepemilikan antara dirinya (al-Asy’ats) dengan objek sengketa (sumur). Sebagai konsekwensinya Rasulullah saw memerintahkan kepada sepupu al-Asy’ats untuk mengucapkan sumpah, yang isinya: bahwa benar sumur itu adalah miliknya (sepupu al-Asy’ats).
Saksi dalam hadis di atas haruslah dua orang. Ketentuan ini dipertegas oleh ayat al-Qur’an QS.al-Baqarah (2): 282.
Jika Penggugat hanya mempunyai satu saksi, maka Penggugat diwajibkan bersumpah sebagai pelengkap (penguat) atas kepemilikan haknya terhadap objek sengketa atau terhadap dalil yang dikemukakan dalam gugatan. Hal ini karena satu saksi dipandang belum memberi keyakinan pada hakim akan kebenaran suatu peristiwa yang didalilkan.
Hukum acara perdata Indonesia mengenal sumpah pemutus (decissoir), yaitu sumpah yang dibebankan atas permintaan salah satu pihak kepada lawannya (ketentuan Pasal 156 HIR, 183 R.Bg., 1930.B.W.). Sumpah ini dapat dibebankan atau diperintahkan meskipun tidak ada pembuktian sama sekali. Inisiatif untuk membebani sumpah decissoir ini datang dari salah satu pihak, dan pihak yang meminta sumpah itu pula yang menyusun redaksi dan isi sumpah.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Hadis Sunan al-Turmuzi hadis nomor 1263, 1264, 1265 Kitab Ahkam.; Sunan Abu Dawud, hadis nomor 3132 Kitab al-Aqdhiyah; Sunan Ibn Mājah, hadis nomor 2359 dan 2360 Kitab Ahkam; Musnad Ahmad, hadis nomor 2815 Musnad Bani Hasyim, hadis nomor 13760 dalam Baqy Musnad al-Mukaśśirin, hadis nomor 20933 dalam Musnad al-Anshar dan hadis nomor 21423 dalam Baqy Musnad al-Anshar; Muwaththa’ Malik, hadis nomor 1210 dan 1211 dalam Kitab Aqdhiyah. Lihat CD. Rom Hadis Syarif Kutub al-Tis’ah.