Beberapa Hal Seputar Majelis Ulama Indonesia
Pada: September 06, 2012
Majelis Ulama Indonesia disingkat MUI, didirikan pada tanggal 17 Rajab 1395 H. bertepatan dengan tanggal 26 Juli 1975 M. di Jakarta, sebagai hasil Musyawarah Nasional I Majelis Ulama Indonesia yang berlangsung pada tanggal 12 s/d 18 Rajab 1395 H / 21 s/d 27 Juli 1975 M. di Balai Sidang Jakarta. Dengan terbentuknya Majelis Ulama Indonesia, banyak hal yang diharapkan, terutama menegakkan amar ma’ruf nahy munkar.
Presiden Soeharto waktu itu berkata:
“Amar ma’ruf nahi munkar adalah tugas yang sangat mulia, dan tugas ini dipikulkan kepada Alim Ulama. Oleh karena itu kedudukan ulama dalam masyarakat dan negara Pancasila ini adalah sangat penting.”
Majelis Ulama Indonesia (MUI) disamping sebagai lembaga yang berperan merespon berbagai persoalan-persoalan yang timbul di masyarakat melalui fatwa-fatwanya juga berfungsi sebagai mediator antara umat dan pemerintah. Kedua fungsi ini tentu saja harus mampu dilaksanakan secara maksimal, dalam arti merealisasikan berbagai tugas dan tidak berpihak kemanapun.
Mukti Ali mengatakan: “Dengan berdirinya Majelis Ulama Indonesia ini yang selain di Pusat juga berdiri di Daerah Tingkat I dan Tingkat II, maka :
- Akan makin terbinalah persatuan dan kesatuan umat Islam yang dengan itu makin mudahlah para ulama menyatukan pikiran, pendapat dan langkah umat Islam sendiri.
- Akan berangsur-angsur terkikis suasana curiga-mencurigai antara para ulama dan pemerintah, sehingga dengan demikian akan lebih mudah pemerintah dan rakyat menyatukan pendapat dan langkah untuk berbuat segala sesuatu untuk kepentingan bangsa dan negara Indonesia.
Salah satu tugas MUI adalah memberikan fatwa. Persoalannya tidaklah mudah karena mengeluarkan fatwa merupakan tugas yang penuh resiko. Sebab pertanggungjawabannya bukan saja kepada masyarakat, tetapi kepada Allah swt.
Komisi fatwa Majelis Ulama Indonesia menetapkan bahwa fatwa MUI, harus didasarkan pada empat prinsip, yaitu: al-Quran, Sunnah, Ijma dan Qiyas. Di samping itu, seorang mufti harus juga memperhatikan pendapat-pendapat imam-imam mazhab dengan mengadakan penelitian terhadap dalil-dalil dan bentuk istidlalnya. Hal ini dilakukan untuk menentukan pendapat yang terkuat dan maslahat bagi umat untuk difatwakan.
Di antara persyaratan dan prinsip yang harus juga ada pada seorang mufti adalah mengetahui hukum Islam secara mendalam, begitupun dalil-dalilnya. Mufti tidak dibenarkan berfatwa hanya berdasarkan pada keinginan dan kepentingan tertentu atau dengan dugaan-dugaan semata. Tegasnya bahwa setiap menyatakan suatu hukum harus dapat menunjukkan dalilnya, baik dari al-Quran maupun dari hadis.
MUI juga berprinsip dalam mengeluarkan fatwa selalu mendahulukan wahyu daripada akal terutama yang berkaitan dengan kemaslahatan umum, yakni memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Progokusumo, 20 Tahun Majelis Ulama Indonesia (Jakarta: Majelis Ulama Indonesia 1995). Majalah “Mimbar Ulama”, No. 230 Jumadil Akhir 1418 H/8 Oktober 1997 M.