Biografi Sharafuddin al-Musawi
Pada: October 29, 2012
Sharafuddin al-Musawi, nama aslinya adalah al-Imam as-Sayyid Abdul Husain Sharafuddin al-Musawi, kemudian dikenal dengan al-Musawi dilahirkan pada tahun 1290 H. di kota al-Kadzimiyah (Irak), dari kedua ibu bapa yang silsilah keturunannya bersambung kepada Rasulullah saw. Ketika mencapai usia 8 tahun ia dibawa oleh ayahnya ke kota ‘Amila, sebelah selatan Libanon, tempat asal keluarga sang ayah. Di sana Sharafuddin al-Musawi belajar berbagai ilmu tentang bahasa Arab, balaghah, logika, fikih, ushul fikih dan lain-lainnya. Sejak kecil sudah tampak bakat dan kecerdasannya yang amat menonjol di kalangan kawan-kawannya yang sebaya.
Pada usia 17 tahun Sharafuddin al-Musawi pergi ke kota-kota Najaf, Samirra dan lain-lain di Irak untuk melanjutkan pelajarannya. Dan tidak lama kemudian ia pun dikenal sebagai seorang pemuda yang disegani di kalangan kaum terpelajar karena pengetahuannya yang luas, kecerdasannya yang memikat, ketelitiannya dalam pembahasan, keunggulannya dalam berdiskusi, di samping watak sopan santun dan akhlaknya yang mulia.
Sharafuddin al-Musawi adalah seorang ahli pidato yang fasih dan lancar. Ucapan-ucapannya sangat berpengaruh dan selalu diikuti dengan seksama oleh pendengarnya. Di bidang politik ia amat aktif berjuang menentang pemerintahan kolonial perancis yang ketika itu masih menjajah negeri Libanon, dan dengan pidato¬pidatonya yang berapi-api membangkitkan semangat para pejuang untuk mengusir pada penjajah. Hal tersebut menyebabkan pemetintah yang berkuasa berusaha untuk menangkap atau membunuhnya.
Akhirnya Sharafuddin al-Musawi terpaksa mengungsi bersama keluarganya ke Damsyiq, setelah rumahnya di kota Shuhur dibakar habis oleh musuh-musuhnya, kemudian diikuti pula dengan membakar dan memusnahkan rumahnya yang lain di “Shur” setelah merampas dan merampok semua isinya. Segala-galanya musnah, namun yang amat menyakitkan hatinya ialah terbakarnya perpustakaan pribadinya bersama semua buku-buku berharga di dalamnya, termasuk 19 buku karangannya yang masih ditulis dengan tangan dan belum sampai dicetak. Inilah kerugian terbesar yang tidak mungkin dinilai harganya.
Pada saat memuncaknya tekanan-tekanan yang ditujukan pada diri Sharafuddin al-Musawi oleh pemerintah kolonial yang kejam, ia memutuskan untuk pergi ke Mesir di akhir tahun 1329 H dalam suatu wisata ilmiyah, dimana ia disambut oleh para ulama dengan sambutan yang meriah sekali. Sharafuddin al-Musawi bertemu dengan Rektor al-Azhar pada waktu itu yaitu al-Syaikh Salim al-Bisyri al-Maliki.
Dalam beberapa pertemuan yang berlangsung, mereka berbincang-bincang mengenai keadaan kaum muslimin, tentang perpecahan dan permusuhan antara mereka terutama antara kelompok Sunnah dan Syi’ah, dan bagaimana hal tersebut bisa diatasi, ialah berlangsungnya dialog-dialog antara kedua tokoh besar itu, yang membahas beberapa pokok masalah penting dalam usaha mendekatkan pandangan kedua kelompok tersebut, dan yang akhirnya membuahkan buku al-Mujara’at, yang di hadapan kita sekarang ini.
Delapan tahun kemudian Sharafuddin al-Musawi kembali ke Mesir, dengan menyamar dalam pakaian badui penghuni padang pasir, setelah ia mereasa tidak aman lagi tinggal di daerah Syam, dalam pengejaran pemerintah kolonial yang telah menjatuhkan hukuman mati “in absentia” atas dirinya. Ia juga berpindah¬pindah dari palestina, syiria dan sekitarnya.
Meskipun Sharafuddin al-Musawi selalu dihadapkan pada kesulitan-kesulitan yang bertumpuk di bidang kemasyarakatan, namun ia tidak pernah meninggalkan kegiatannya di bidang ilmu pengetahuan. Setiap hari ia menyibukkan diri dengan mengajar, membahas, membaca, menulis, berceramah dan berdiskusi dengan murid-murid dan kawan-kawannya. Dalam saat-saat istirahatnya, ia sering menyendiri di ruang perpustakaannya, membaca buku-buku yang digemarinya dan melupakan sejenak beban hidupnya yang amat melelahkan itu.
Berpuluh-puluh buku yang dikarang dan diterbitkannya, antara lain: al-Mujara’at ini, yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Persia, Urdu, dan Inggris (pada saat ini versi arabnya sudah mencapai cetakan ke 18). Buku-buku lainnya: al-Fushulul Muhimmah fi Ta ’lifil Ummah, al-Kalimatul Gharra’ fi Tafdhiliz Zahra’, an-Nash wal Ijtihad, Abu Hurairah, Masail Fiqhiyyah dan masih banyak pula naskah-naskah karangannya yang telah.
Sharafuddin al-Musawi juga berhasil membangun dan menyelenggarakan sekolah-sekolah dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi, masjid dan gedung pertemuan untuk kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan agama, dan juga mendirikan lembaga yang menyantuni kaum fakir miskin dan kaum lemah lainnya.
Sharafuddin al-Musawi meninggal dunia dalam usia 87 tahun pada tanggal 8 Jumadil Akhir 1377 H atau 30 Desember 1957, di ‘Amila, Libanon. Jenazahnya kemudian diterbangkan ke Baghdad, dan dari sana dibawa ke Karbela dan Najaf untuk dimakamkan di sana, ditempat pemakaman keluarganya.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Imam Abdul Husain Sharafuddin al-Musawi, al-Muraji ’at, (Beirut, 1982). Bisri Abdussomad, Ensiklopedi Sunnah Syi ’ah, (Pustaka al-Kautsar, Jakarta, 2001). Muhammad Baqir, Dialog Sunnah Syi ’ah, (Mizan. Bandung, 1983).