Istilah Tradisional Modern dalam Pemikiran Islam
Pada: October 07, 2012
Fase “tradisional” dalam sejarah pemikiran Islam tidak populer, melainkan lebih banyak menggunakan kata “klasik”. Namun istilah tradisional bukanlah sesuatu asing dan tidak memiliki makna bagi masyarakat Islam. Istilah tradisional melahirkan kesan bahwa segala yang berbau tradisi merupakan hal yang ketinggalan zaman, sesuatu yang harus ditinggalkan dan bertentangan dengan al-Quran dan hadis.
Istilah “Tradisional” dalam bahasa Inggris disebut “tradition” yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi tadisi. Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “tradisi” diartikan segala sesuatu, seperti adat, kepercayaan, kebiasaan, ajaran dan sebagainya yang turun temurun dari nenek moyang. Pengertian ini berimplikasi pada pemahaman masyarakat Islam terhadap tradisi atau budaya. Istilah tradisi membawa pemahaman pada sesuatu yang berkonotasi negatif, kolot, kumuh, ketinggalan zaman, warisan nenek moyang, sesuatu yang harus ditinggalkan dan sebagainya.
Sedangkan istilah “modern” dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia diartikan sebagai yang terbaru, cara baru, mutakhir. Istilah “modern” secara. Setelah menjadi istilah yang merupakan predikat sesuatu, istilah tersebut akan mempunyai pengertian/akan mempunyai arti tersendiri pula. Istilah “modernisme” ini bisa diberikan definisi dengan “fase sejarah dunia yang paling akhir yang ditandai dengan kepercayaaan terhadap sains, perencanaan, sekularisem dan kemajuan”. Istilah itu kemudian menjadi “modernisasi” (suatu proses untuk menjadikan sesuatu itu modern) mempunyai pengertian yang spesifik lagi. Ambil contoh istilah modernisasi politik (political modernization).
Ketika istilah modern masuk dalam dunia pemikiran Islam maka memiliki arti tersendiri, Harun Nasution menyebut istilah “Periode Modern” sebagai priode Kebangkitan Islam. Kemudian Fazlur Rahman menyebut revivalisme pra-modernis sebagai gerakan yang tidak terkena pengaruh Barat, modernisme klasik sebagai gerakan yang terpengaruh dengan ide-ide Barat, sedangkan neo modernisme diartikan sebagai gerakan untuk mengembangkan sikap kritis terhadap dunia Barat.. Abuddin Nata, menyebut istilah Islam tradisionalis dan Modernis, Mulyadi Kartanegara menyebut Versi Tradisional dan Modernis. Agus Mustafa menyebut dirinya sebagai penganut Tasawuf Modern. Dan lain sebagainya.
Jadi istilah tradisional dan modern adalah sesuatu yang netral. Kenetralan tersebut akan sirna ketika menjadi istilah yang merupakan predikat sesuatu, istilah tersebut akan mempunyai pengertian/ akan mempunyai arti tersendiri pula. Pengklasifikasian memahami ajaran agama tersebut dengan klasifikasi tradisional dan modern berdasarkan pada ulama dan era dimana ulama tersebut hidup.
Klasifikasi versi tradisional dan modern yang dimaksud bukan ulama tradisional atau modern berdasar waktu (masa), tetapi menekankan pada pola pikir yang bersifat tradisional dan modern. Versi tradisional adalah pola pikir yang menggunakan pendekatan “imani. Versi ini tetap mempertahankan tradisi lama dinalar dengan akal dan sains modern. Adapun ulama yang menggunakan Versi ini pada dasarnya tidak menolak perkembangan ilmu pengetahuan, tetapi tidak juga menghilangkan tradisi walaupun tidak bisa dirasionalisasikan.
Sedangkan versi modern adalah pola pikir yang menggunakan pendekatan sains dan pemikiran modern. Ulama yang menggunakan Versi ini lebih pada aktulasasi nilai atau mentransformasi ajaran-ajaran agama ke dalam makna kehidupan modern.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
John M. Echol dan Hasan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia (Cet. VII; Jakarta: Gramedia, 1979). W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indoneisa (Cet. XII; Jakarta: Balai Pustaka, 1991). M. Abdul Ghoffar, Kamus Indonesia-Arab-Istilah Umum dan Kata-Kata Populer (Cet. I; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000). A. Qodry Azizy, Melawan Globalisasi-Reinterpretasi Ajaran Islam (Cet. II; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003).