Konsep Keberagaman dalam Beragama
Pada: October 02, 2012
Konsep keberagaman dalam beragama. Dalam pandangan Islam, sejak dilahirkan manusia telah dianugerahkan potensi keberagamaan (spiritual). Seiring dengan perkembangan fisik dan fsikis yang dialami oleh setiap orang dari fase ke fase, maka perkembangan tingkat keberagamaannya pun bervariasi. Adanya perbedaan dalam memahami agama dan adanya perbedaan perkembangan karakteristik dalam berbagai aspek pada setiap orang, menjadikannya pula berbeda-beda dalam tingkat keberagamaan.
Konsep keberagaman dalam beragama juga berawal dari perbedaan kedudukan dan derajat mempengaruhi pula kehidupan sosial, ekonomi, dan politik mereka. Dengan begitu, maka dalam aspek intelektualitas manusia, juga dikelompokan menjadi tiga tingkatan : tingkatan pertama adalah kelompok elit (khawas), tingkatan kedua adalah kelompok menengah dan tingkatan ketiga adalah kelompok awam. Kelompok elit, terdiri atas orang-orang yang mempunya keistimewaan, dan didukung oleh fasilitas untuk menjadi pemikir-pemikir, dan cendekiawan. Kelompok menengah, terdiri atas orang-orang yang memiliki fasilitas pas-pasan. Kelompok awam adalah kelompok yang diartikan orang kebanyakan, yang tidak memiliki fasilitas guna mengembangkan sarana yang dimilikinya.
Pembedaan tingkatan-tingkatan di atas, dijumpai pula dalam Konsep keberagaman dalam beragama dalam masyarakat dewasa ini, dengan strata dan status yang berbeda-beda pula, Bahkan, al-Quran sendiri merespon adanya tingkatan-tingkatan seperti itu dalam istilah tingkat muttaqin, tingkat mu’min dan tingkat muhsin.
Mengenai rumusan konsep keberagaman dalam beragama, maka patron yang dijadikan dasar adalah merujuk kepada responsi al-Quran dan hadis, karena untuk mengukur tingkat keberagamaan seseorang haruslah merujuk pada dogma-dogma itu sendiri.
Terkait dengan konsep keberagaman dalam beragama beserta wujud implementasi hadis, maka dapat dibatasi dalam suatu rumusan konsepsi bahwa tingkat keberagamaan harus diukur dari aspek aqidah, ibadah, dan akhlaknya. Tetapi, karena aqidah merupakan hal yang bersifat abstrak dan penelusurannya sangat sulit melalui inderawi, maka konsepsi tingkat keberagamaan seseorang dapat ditelusuri melalui rutinitas pelaksanaan ibadahnya dan penampilannya melalui akhlaknya.
Rutinitas pelaksanaan ibadah, tercakup di dalamnya ibadah wajib dan sunnat. Pada masalah akhlak, tercakup di dalamnya akhlak al-mahmudah dan akhlak mazmumah. Akhlak al-mahmudah misalnya kepatuhan terhadap kedua orangtua, menghormati guru dan etika dalam berpakaian. Sedangkan akhlak mazmumah adalah membantah kedua orangtua, tidak menghormati guru dan tidak beretika dalam menggunakan pakaian.
Kategori kedua dan terakhir yang disebutkan di atas, walaupun tidak menjalankan ajaran agama secara konsekuen, tetapi mereka tetap percaya akan adanya Tuhan, bahkan telah mempersaksikannya melalui syahadat, maka minimal mereka menempati kategori Mukmin dalam arti percaya terhadap Tuhan. Dengan kata lain, seorang Muslim yang mengakui adanya ajaran agama, tetapi ia tidak melaksanakannya secara konsekuen, maka orang tersebut tidak boleh dicap sebagai kafir dalam arti telah keluar dari Islam, karena makna kekafiran bervariasi dan bertingkat-tingkat.
Kaitan dengan konsep keberagaman dalam beragama, Harifuddin Cawidu menyatakan bahwa kekafiran terdiri atas dua tingkatan, yakni; Pertama kekafiran yang menyebabkan pelakuknya tidak lagi berhak disebut Muslim. Yang termasuk dalam kategori ini ialah, kufr syirk, kufr inkar, kufr juhud, kufr nifaq, dan kufr riddah; kedua mencakup semua perbuatan menyalahi perintah Tuhan dan melakukan larangan-larangan-Nya, yang secara umum bisa disebut kufr nikmat. Pelaku dari jenis kufr yang kedua ini tidak keluar dari Islam.
Dengan batasan konsepsi di atas, maka wujud Konsep keberagaman dalam beragama seseorang juga beravariasi, ada yang berkategori tinggi, berkategori sedang dan berkategori rendah. Kategori tinggi, sedang dan rendahnya keber-agamaan seseorang terlihat dari realiasi pengamalannya terhadap ajaran-ajaran agama, baik yang menyangkut dengan aspek ibadah maupun aspek akhlak.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan: Suatu Analisa Psikologi, Filsafat dan Pendidikan (Cet.III; Jakarta: al-Hasna, 1996). Zakiah Dardjat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Cet. I; Jakarta: Bumi Aksara, 1995). Afif Muhammad, Islam Mazhab Masa Depan (Cet. I; Bandung Pustaka Hidayah, 1998). Abu Husain Muslim ibn Hajjaj, Shahih Muslim, juz I (Bandung: Maktabah Dahlan, t.th). Harifuddin Cawidu, Konsep Kufr dalam Alquran (Cet.I; Jakarta: Bulan Bintang, 1990).