Beberapa Pendapat tentang Taqiyah
Pada: November 11, 2012
Konsep taqiyah dalam kajian teologi, menjadi perdepatan para ulama. Menurut Ali Syariati taqiyah adalah menyembunyikan, dan berhati-hati dalam masalah agama, disebabkan adanya larangan-larangan atas kebebasan beragama dan beribadah oleh rezim penguasa tiranis dan zalim.
Dalam Syiah, taqiyah bertujuan, pertama adalah memelihara perasan solidaritas diantara kaum muslim, dan kedua melanjutkan perjuangan melawan penindasan. Syiah mesti menjaga keyakinan dan gagasan-gagasannya, tetapi membiarkan semuanya itu menyebabkan timbulnya perpecahan dalam masyarakat Islam secara keseluruhan.
Taqiyah bukanlah sikap lemah dari sikap Islam terhadap musuh, tetapi taqiyah merupakan siasat yang terencana. Oleh karena itu mazhab Syiah adalah mazhab politik yang banyak sekali mempunyai rencana-rencana rahasia, yang baru diketahui oleh musuh-musuhnya setelah musuh itu menghadapi kenyataan.
Misalnya, ketika melaksanakan ibadah haji, para faqih Syiah mengeluarkan fatwa bahwa kaum Syiah boleh shalat berjamaah di belakang imam-imam Sunni. Namun pada saat yang sama, taqiyah juga bermakna melanjutkan perjuangan secara diam-diam melawan segala bentuk penyimpangan guna menegakkan agama. Karena itu kaum Syiah harus terus melanjutkan aktifitas intelektual dan sosio politiknya tanpa memperlihatkan dirinya pada antek-antek khalifah. Dengan mengingat semuanya ini, maka taqiyah bisa dikatakan sebagai perlindungan diri untuk menjaga keutuhan di satu sisi, dan melanjutkan perjuangan melawan musuh di sisi lain.
Menurut Fuad Muhammad Fahruddin, taqiyah sebenarnya satu taktik perlindungan diri dari bahaya yang dihadapi dan dikhawatirkan. Tetapi di dalam soal ini terdapat nifak yakni menyembunyikan sesuatu kepentingan dan melahirkan suatu kepentingan lain dengan maksud menipu dan mencari kesempatan untuk menikam musuh dari belakang dan membinasakan lawan dengan cara yang tidak jujur. Menurutnya, untuk menghadapi kemungkaran Nabi memberikan penjelasan dalam hadisnya:
jika kalian melihat kemungkaran hendaklah kalian ubah dengan tangan. Kalau tidak sanggup, maka dengan lidah, kalaupun tidak sanggup juga, maka dengan hati, itu adalah iman yang paling lemah
Bersikap lunak, lembut kepada musuh, yang merupakan suatu ketundukan dan menyerah, karena musuh itu lebih kuat, itulah yang dinamakan sikap taqiyah. Kepala selalu berangguk-angguk merupakan setuju, padahal hati tidak setuju. Mulut senantisa tersenyum sehingga musuh yang kafir itu menyangka bahwa si mu’min telah tunduk, padahal hati tidak demikian.
Dalam konteks ini, Hamka mendukung konsep taqiyah, bahkan ia membelanya dengan mengatakan bahwa orang yang tidak memahami ajaran Islam menyamakan setiap sikap taqiyah dengan munafik, padahal munafik ialah bermulut manis, bersikap lembut dan tersenyum-senyum dalam menyembunyikan pendirian yang salah, yang kufur. Sebagian munafik mengakui dihadapan Rasulullah bahwa mereka telah percaya bahwa ia memang utusan Allah, padahal hati mereka tidak mengakui. Walaupun yang mereka katakan benar, kalau kata yang benar itu tidak dari hati, mereka tetap berdusta, itulah orang yang munafik.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Ali Syari’ati, Islam Mazhab Pemikiran dan Aksi, (Bandung: Mizan, t.t). Fuad Mohd. Fachruddin, Syi ’ah Suatu Pengamatan Kritikal, (Jakarta: Dirjen Dikti DEPDIKBUD, 1999). Bukhari Al-Ja’fi, Shahih Bukhari, (Semarang: Toha Putera, tth).