Biografi Sunan Bonang atau Raden Makdum Ibrahim
Pada: November 01, 2012
Sunan Bonang atau Raden Makdum Ibrahim adalah putra Sunan Ampel. Ia adalah cucu Maulana Malik Ibrahim. Raden Ali Rahmat alias Sunan Ampel diambil menantu oleh Prabu Brawijaya di nikahkan dengan putrinya bernama Condrowulan atau Condrowati atau sering disebut dengan panggilan Nyai Ageng Manila.
Dari perkawinann Sunan Ampel dengan Dyah Siti Manila Binti Arya Teja, lahirlah tiga orang putra, seorang laki-laki yaitu Sunan Bonang dan dua orang putri yaitu Nyigede Malaka dan Nyi Geding Pancuran.
Tak ada catatan mengenai tanggal kelahiran Sunan Bonang atau Raden Makdum. Menurut perhitungan Schrieke, kelahirannya tidak bisa lebih awal di tahun 1465 M. Selanjutnya di tetapkan bahwa kelahirannya memang tidak bisa lebih awal dari tahun tersebut. Karena akan menimbulkan pertanyaan terutama bila memang benar bahwa Makdum Ibrahim adalah Sunan Bonang. Tidak mungkin ia sudah dapat berguru kepada Sunan Ampel, yang menurut Hoesen telah wafat pada tahun 1467 M.
Melalui tahun kelahirannya diketahui, pada waktu Sunan Ampel wafat Sunan Bonang atau Raden Makdum Ibrahim baru berusia 2 tahun. Lagi pula, beliau mula-mula menginjakkan kaki untuk kemudian menetap dan menjadi imam bagi masyarakat Tuban tidak lebih awal dari tahun antara 1475-1500 M. Apa lagi kita memperhatikan berita babad, beliau masih hidup beberapa lama sejak kejatuhan majapahit pada 1478 M. oleh karena itu, dapat ditentukan bahwa Sunan Bonang wafat sekitar tahun 1525 M.
Sunan Bonang atau Raden Makdum Ibrahim merupakan wali berdarah bangsawan walaupun nenek moyang Sunan Bonang berasal dari timur tengah tetapi ibunya keluarga bangsawan Jawa dan beliau lahir di Jawa, sehingga Sunan Bonang sudah dianggap sebagai orang Jawa. Semasa kecil, Sunan Bonang atau Raden Makdum Ibrahim digembleng langsung oleh ayahnya, Sunan Ampel dengan disiplin ketat.
Sunan Ampel kemudian mengirim Sunan Bonang ke Negeri Pasai. Disana Sunan Bonang menuntut ilmu kepada Syekh Awalul Islam, ayah kandung Raden Paku alias Sunan Giri. Bersama Raden Paku, ia juga belajar kepada sejumlah ulama besar yang menetap dan mengajar di Pasai, diantaranya adalah ulama ahli tasawuf dari Bagdad, Mesir dan Iran.
Setelah satu tahun belajar di Pasai mereka berdua (Sunan Bonang atau Raden Makdum Ibrahim dan Raden Paku) di suruh kembali ke Jawa tidak jadi ke Makkah dengan alasan tenaganya sedang dibutuhkan untuk gerakan penyebaran Islam di Jawa. Mereka di hadiahi pusaka, pakaian dan benda keramat yang patut bagi perlengkapan seorang pendeta, sembari di beri gelar Prabu Satmata untuk Raden Paku dan Anyokrowati untuk Makdum Ibrahim. Sampai di Jawa Raden Paku mendirikan pesantren di Giri (Gresik) dan Makdum Ibrahim di Bonang Tuban.
Ada sumber lain yang mengatakan bahwa dari Pasai Raden Makdum Ibrahim Sunan Bonang atau Raden Makdum Ibrahim meneruskan perjalanan ke Makkah dan setelah menunaikan ibadah haji tinggal disana untuk menambah ilmu agama Islam selama beberapa bulan. Nampaknya berita ini benar, karena dalam tulisan Gunning dan Schrieke disebutkan bahwa Sunan Bonang menguasai bahasa arab dengan baik, malah ada kesan bahwa dibeberapa publikasinya, Sunan Bonang seolah-olah ingin mendemonstrasikan bahwa dirinya memang menguasi betul bahasa arab.
Setelah berjuang menyebarluaskan agama Islam tanpa kenal lelah akhirnya Sunan Bonang atau Raden Makdum Ibrahim wafat pada tahun 1525 Masehi di pulau Bawean dan dimakamkan di Tuban. Makam Sunan Bonang berada di belakang Masjid Agung Tuban, terletak dipusat kota Tuban yang ditandai dengan tugu nol kilometer untuk kota Tuban. Tepatnya terletak di Dukuh Kauman, Kelurahan Kutorejo Kecamatan Kota Tuban.
Referensi Makalah®
Kepustakaan: Ridin Sofyan, Wasit, Mundiri, Islamisasi Di Jawa, (Pustaka Pelajar, Yogya, 2000). Baidlowi Syamsuri, Kisah Walisongo, (Apollo, Surabaya,1995). Widji Saksono, MengIslamkan Tanah Jawa, (Mizan, Bandung,1995). Aries Kelana, Sitombo Ati Dari Tuban, Gatra No.05-06, Kamis, 13 Desember 2001, edisi khusus lebaran. MB.Rahimsah, Legenda dan Sejarah Lengkap Walisongo, (Amanah, Surabaya, 2002)
Dari perkawinann Sunan Ampel dengan Dyah Siti Manila Binti Arya Teja, lahirlah tiga orang putra, seorang laki-laki yaitu Sunan Bonang dan dua orang putri yaitu Nyigede Malaka dan Nyi Geding Pancuran.
Tak ada catatan mengenai tanggal kelahiran Sunan Bonang atau Raden Makdum. Menurut perhitungan Schrieke, kelahirannya tidak bisa lebih awal di tahun 1465 M. Selanjutnya di tetapkan bahwa kelahirannya memang tidak bisa lebih awal dari tahun tersebut. Karena akan menimbulkan pertanyaan terutama bila memang benar bahwa Makdum Ibrahim adalah Sunan Bonang. Tidak mungkin ia sudah dapat berguru kepada Sunan Ampel, yang menurut Hoesen telah wafat pada tahun 1467 M.
Melalui tahun kelahirannya diketahui, pada waktu Sunan Ampel wafat Sunan Bonang atau Raden Makdum Ibrahim baru berusia 2 tahun. Lagi pula, beliau mula-mula menginjakkan kaki untuk kemudian menetap dan menjadi imam bagi masyarakat Tuban tidak lebih awal dari tahun antara 1475-1500 M. Apa lagi kita memperhatikan berita babad, beliau masih hidup beberapa lama sejak kejatuhan majapahit pada 1478 M. oleh karena itu, dapat ditentukan bahwa Sunan Bonang wafat sekitar tahun 1525 M.
Sunan Bonang atau Raden Makdum Ibrahim merupakan wali berdarah bangsawan walaupun nenek moyang Sunan Bonang berasal dari timur tengah tetapi ibunya keluarga bangsawan Jawa dan beliau lahir di Jawa, sehingga Sunan Bonang sudah dianggap sebagai orang Jawa. Semasa kecil, Sunan Bonang atau Raden Makdum Ibrahim digembleng langsung oleh ayahnya, Sunan Ampel dengan disiplin ketat.
Sunan Ampel kemudian mengirim Sunan Bonang ke Negeri Pasai. Disana Sunan Bonang menuntut ilmu kepada Syekh Awalul Islam, ayah kandung Raden Paku alias Sunan Giri. Bersama Raden Paku, ia juga belajar kepada sejumlah ulama besar yang menetap dan mengajar di Pasai, diantaranya adalah ulama ahli tasawuf dari Bagdad, Mesir dan Iran.
Setelah satu tahun belajar di Pasai mereka berdua (Sunan Bonang atau Raden Makdum Ibrahim dan Raden Paku) di suruh kembali ke Jawa tidak jadi ke Makkah dengan alasan tenaganya sedang dibutuhkan untuk gerakan penyebaran Islam di Jawa. Mereka di hadiahi pusaka, pakaian dan benda keramat yang patut bagi perlengkapan seorang pendeta, sembari di beri gelar Prabu Satmata untuk Raden Paku dan Anyokrowati untuk Makdum Ibrahim. Sampai di Jawa Raden Paku mendirikan pesantren di Giri (Gresik) dan Makdum Ibrahim di Bonang Tuban.
Ada sumber lain yang mengatakan bahwa dari Pasai Raden Makdum Ibrahim Sunan Bonang atau Raden Makdum Ibrahim meneruskan perjalanan ke Makkah dan setelah menunaikan ibadah haji tinggal disana untuk menambah ilmu agama Islam selama beberapa bulan. Nampaknya berita ini benar, karena dalam tulisan Gunning dan Schrieke disebutkan bahwa Sunan Bonang menguasai bahasa arab dengan baik, malah ada kesan bahwa dibeberapa publikasinya, Sunan Bonang seolah-olah ingin mendemonstrasikan bahwa dirinya memang menguasi betul bahasa arab.
Setelah berjuang menyebarluaskan agama Islam tanpa kenal lelah akhirnya Sunan Bonang atau Raden Makdum Ibrahim wafat pada tahun 1525 Masehi di pulau Bawean dan dimakamkan di Tuban. Makam Sunan Bonang berada di belakang Masjid Agung Tuban, terletak dipusat kota Tuban yang ditandai dengan tugu nol kilometer untuk kota Tuban. Tepatnya terletak di Dukuh Kauman, Kelurahan Kutorejo Kecamatan Kota Tuban.
Referensi Makalah®
Kepustakaan: Ridin Sofyan, Wasit, Mundiri, Islamisasi Di Jawa, (Pustaka Pelajar, Yogya, 2000). Baidlowi Syamsuri, Kisah Walisongo, (Apollo, Surabaya,1995). Widji Saksono, MengIslamkan Tanah Jawa, (Mizan, Bandung,1995). Aries Kelana, Sitombo Ati Dari Tuban, Gatra No.05-06, Kamis, 13 Desember 2001, edisi khusus lebaran. MB.Rahimsah, Legenda dan Sejarah Lengkap Walisongo, (Amanah, Surabaya, 2002)