Biografi Allamah Thabathaba'i
Pada: November 11, 2012
Allamah Thabathaba’i yang nama lengkapnya adalah Allamah Sayyid Muhammad Husain al-Thabathaba’i. Lahir di Tibriz pada tahun 1321H/1903 M dalam sebuah keluarga yang masih mempunyai garis keturunan yang sampai kepada Nabi Muhammad saw. Selama empat abad, keluarga ini telah melahirkan sarjana-sarjana Islam terkemuka.
Thabathaba’i menempuh pendidikan dasar dan menengah di kota kelahirannya. Setelah itu ia melanjutkan pendidikannya di Universitas Najaf, sebuah Universitas Syi’ah terbesar di Iran. Allamah Thabathaba’i banyak belajar tentang fiqh dan ushul fiqh, sehingga ia banyak menguasai tentang prinsip-prinsip yurisprudensi dan menguasai metode berargumentasi dengan baik yang di dasarkan pada dalil aqliyah maupun naqliyah (al-Quran dan Hadis Nabi).
Thabathaba’i mempelajari fikih dan ushul fikih dari Mirza Muhammad Husain Na’im dan Syaikh Muhammad Husain Ishfahani. Ia menampakkan sikap yang sangat tertarik kepada pengetahuan aqliyah. Untuk mengembangkan kemampuannya di dalam bidang ini, Allamah Thabathaba’i belajar matematika tradisional dari Sayed Abdul Qasim Khansari dan filsafat Islam tradisional, termasuk teks buku as-Syifa’ karya Ibnu Sina, dan Asfar karya Sadruddin Syirazi.
Selain melakukan studi formal terhadap sumber-sumber Islam tradisional ilmu husuli atau ilmu yang hanya bisa diperoleh dengan melakukan usaha keras, Allamah Thabathaba’i belajar tentang ilmu hudluri atau pengetahuan langsung (ma’rifat) dari seorang guru bernama Mirza Ali Dali yang menuntunnya ke dalam perjalanan menuju kesempurnaan ruhani. Thabathaba’i juga belajar tentang Fushul al-Hikam, menurut keterangan Muhammad Husain al-Zahabi, ia menyadari bahwa berkat gurunya itu, tahun-tahun di Najaf menjadikan dirinya sebagai seorang intelektual yang zahid (tidak loba dunia). Sebagai wujud kezahidannya, ia sering melakukan puasa dan shalat. Dan jika ia mempunyai waktu senggang, ia lebih banyak membisu karena wira’i.
Pada tahun 1314 H/1934 M, Allamah Tahabathaba’i kembali ke Tibriz dan tinggal di kota itu selama beberapa tahun dan mengajar di sejumlah sekolah. Di kota ini, selain Thabathaba’i mengajar, ia juga melakukan aktifitas dalam bidang pertanian. Kemudian pada Perang Dunia II ketika banyak penduduk Rusia pindah tempat ke Persia, Thabathaba’I pindah dari kota Tibriz ke kota Qumm pada tahun 1324 H/1945 M. di kota ini, Thabathaba’i kembali menemukan dunia keilmuannya karena pada saat itu kota Qumm menjadi pusat keagamaan di Persia.
Dengan gayanya yang tidak banyak bicara dan sederhana, Thabathaba’i mulai mengajar di kota ini dengan menitik beratkan pada tafsir Quran dan filsafat serta teosofi Islam tradisional.
Setelah Perang Dunia II, ketika Marxisme (ajaran Karl Marx) menjadi idola sebagian kalangan generasi muda di Teheran, Thabathaba’i adalah satu-satunya ulama yang berusaha dengan sangat seksama mempelajari filsafat komunisme dan memberikan jawaban terhadap materialisme dialektik dengan pandangan tradisional. Dari usaha memadukan pandangan filsafat komunisme dengan pandangan tradisional, kemudian lahirlah karya terbesar Thabathaba’i yaitu Ushul-I Falsafah wa Rawisyi Realism (prinsip-prinsip filsafat dan metode realisme). Thabathaba'i membela filsafat realisme dalam pengertian tradisional. Thabathaba’i juga melatih sejumlah muridnya dengan pendidikan modern untuk lebih dapat mempelajari ilmu pengetahuan secara lebih baik dan sistematik.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Al-Sayyid Muhammmad Husein al-Thabathaba’i, Al-Mizan fi Tafsir al-Qur’an, (Baerut: Muassasah al-‘Alamy li al-Mathbuat, 1991).